Bersiap Menuju Endemi

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Wabah infeksi Covid-19 di tanah air, dilaporkan terus menurun. Hal ini memunculkan isu kesiapan Indonesia menghadapi Covid-19 yang status awalnya pandemi menjadi endemi. Hal bisa dimungkinkan apabila angka kasus semakin turun, maka Covid-19 akan segera berubah dari pandemi menjadi endemi. Dengan kata lain, bila angka kasus semakin turun, dan tidak terjadi gelombang ketiga pada akhir tahun, serta situasi tetap terkendali seperti saat ini, maka tahun depan dimungkinkan terjadi perubahan sifat kasus ke endemi sekaligus kondisi sosial masyarakat dapat dipulihkan dan ekonomi dapat tumbuh di atas 5 persen. Namun demikian pencabutan atau perubahan status pandemi ditentukan oleh Badan Dunia WHO melalui pertimbangan kriteris dan tolok ukur kasus tertentu. Secara sederhana, endemi adalah wabah penyakit yang secara konsisten ada, tetapi terbatas pada wilayah tertentu sehingga penyebaran penyakit dapat dikendalikan dan tingkat penularan dapat diprediksi sehingga perubahan kondisi ke endemi tidak terjadi secara tiba-tiba.

Pada dasarnya kondisi atau status endemi diperoleh jika suatu penyakit dinyatakan berada di fase endemik apabila infeksi harian nasional bisa ditekan hingga di bawah 1.000 kasus baru. Selain itu bahwa situasi endemik bukanlah situasi di mana penyakit sudah tidak ada di sekitar masyarakat, namun masih tetap ada yang terkena atau terpapar, tapi langsung diisolasi dan tidak menularkan masyarakat lain, seperti kasus penyakit demam berdarah, tuberkolosis, kusta, malaria, hepatitis dan lain-lain. Dengan kata lain, kondisi suatu penyakit mampu dikendalikan sehingga pada dasarnya berbicara pandemi menuju endemik, perubahannya cuma situasi di mana angka kasus bisa diredam di titik tertentu, sehingga mengalami penyakit tidak lagi terjadi lonjakan kasus secara drastis. Sebagai ilustrasi sederhana, misalnya penyakit malaria, dianggap endemi atau endemik di negara dan wilayah tertentu. Berbeda dengan endemi yang secara konsisten penyakit akan selalu ada, pandemi adalah kondisi yang merujuk pada situasi pertumbuhan penyakit yang berkembang secara eksponensial, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hal ini tampak dari cepatnya penyebaran Covid-19 yang berawal dari China hingga ke seluruh dunia. Kapan Covid-19 menjadi endemi, sampai detik ini WHO dan para pakar kesehatan dunia, belum memperlihatkan tanda-tanda menurunkan tingkat kedaruratan menjadi “terkendali”.

Berbagai macam hipotesis dan kajian terkait dengan kesiapan menuju endemi. Dalam kondisi endemi dalam kajian epidemiologi menerangkan bahwa virus terutama yang telah menyebar luas seperti Covid-19, tidak bisa hilang begitu saja. Satu kasus infeksi disebut menjadi endemi ketika tetap pada tingkat yang relatif konstan di suatu wilayah geografis tanpa penambahan kasus dari luar ke daerah tersebut. Apalagi beberapa negara kembali mengalami peningkatan kasus gelombang keempat dan kelima, seperti Rusia, China. Kasus harian Covid-19 di negara-negara Eropa kembali melonjak. Kasus harian COVID-19 di Jerman, Kroasia, Slovenia, dan Slovakia menyentuh rekor tertinggi. Bahkan kasus kematian harian di Rusia mencapai rekor terutama di wilayah-wilayah yang cakupan vaksinasi masih rendah. Dari perkembangan terbaru tersebut kondisi endemic rasanya tidak memungkinkan tercapai dalam waktu dekat.

Pandemi belum usai

Hingga saat ini, belum ada negara yang men-declare ke endemi walaupu kondisi masing-masing ada yang sudah melonggarkan aktivitas warganya karena kebijakan transisi pandemi ke endemi harus disertai kajian riset dan evidence based ilmiah yang kuat dan komprehensif serta strategi perkembangan upaya pengendalian secara kontinyu. Di kala pandemi di negeri ini yang telah melandai memang patut disyukuri, namun demikian kita semua tidak boleh lengah dan abai sebelum kasus benar-benar dapat dikendalikan. Karakteristik virus Covid-19 sangatlah berbeda dengan virus dan penyakit lainnya dimana sangat rentan terjadi lonjakan apabila terjadi risiko pengenduran protokol kesehatan seperti mobilitas yang tinggi dan terjadi kerumunan, serta strain begitu mudah bermutasi dengan cepat. Kondisi tersebut lebih cepat menyebar apabila cakupan program vaksinasi masih rendah serta penerapan 3T (testing, tracing, treatment) dan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, mengurangi mobilitas dan menjauhi kerumunan) belum masif.

Perbedaan status pandemi dengan endemi juga berimplikasi pada efek penanganan Covid-19 secara komprehensif terutama terkait upaya dan strategi pemerintah dalam mencegah lonjakan kembali kasus dan potensi gelombang ketiga yang tidak diinginkan bersama. Momentum prematur transisi pandemi ke endemi justru akan kontraproduktif dengan upaya pemerintah membangun budaya kebiasaan baru dalam menerapkan protokol kesehatan pada semua lini. Strategi komunikasi harus nyata dibangun dan konsisten agar tidak terjadi distorsi pesan dan memaknaan yang berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat yang pada gilirannya akan mempengaruhi pola perilaku masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan dalam keseharian. Hal ini dibutuhkan agar mampu diimplementasikan oleh seluruh masyarakat sehingga dikhawatirkan masyarakat menjadi abai terhadap protokol kesehatan Pada saat yang sama, pemerintah akan kesulitan untuk menerapkan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat ketika transisi dari pandemi ke endemi diberlakukan.

Momentum liburan akhir tahun (nataru) menjadi tolok ukur dan ujian terhadap upaya penanganan kasus Covid-19. Apakah pemerintah mampu mengendalikan kasus dikala kondisi sosial masyarakat yang “telah bebas” beraktivitas dan mobilitas yang sudah kembali tinggi. Sementara cakupan vaksinasi masih belum tercapai sepenuhnya dan belum merata di berbagai daerah meski pemerintah terus mengenjot program vaksinasi di segala lini. Penyediaan vaksin terus diamankan dalam rangka upaya akselerasi cakupan vaksinasi minimal 70 persen masyarakat agar tercapai kekebalan kelompok (herd immunity) dan secara paralel terus dikebut upaya pelacakan kasus demi menekan tingkat penularan. Namun akhir-akhir juga jangan dilupakan pula potensi ancaman kebencanaan lain atau dampak La Nina dimana fenomena alam yang menyebabkan udara terasa lebih dingin atau mengalami curah hujan yang lebih tinggi sehingga fenomena ini bisa memicu berbagai bencana alam seperti banjir, banjir bandang, dan longsor di berbagai wilayah tanah air. Dengan demikian masyarakat harus ekstra waspada setiap potensi bencana yang pada gilirannya akan menambah beban ganda permasalahan kesehatan di Indonesia. Selain dibutuhkan perilaku adaptif dan antisipatif terhadap setiap potensi bencana, kita juga harus optimistis dan yakin pandemi ini dapat dikendalikan meskipun menjadi endemi dengan hidup berdamai dan berdampingan dengan Covid-19 karena masih ada potensi kesakitan dan kematian akibat Covid-19.

———- *** ———–

Rate this article!
Bersiap Menuju Endemi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: