Berusaha Taati Aturan, Harus Siap Penghematan

Kedutaan besar Thailand memberikan bantuan peralatan olahraga di SMK Tritunggal, Surabaya.

Cara SMK Tritunggal Hadapi Pembatasan Jumlah Siswa dalam Rombel
Surabaya, Bhirawa
Gaya hidup hemat tidak hanya dialami oleh SMA/SMK negeri di Surabaya kala pemerintah kota tak lagi melakukan intervensi anggaran. Sekolah swasta pun mulai merasakan imbasnya. Apalagi tahun ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) juga telah mengatur pembatasan jumlah siswa dalam satu rombongan belajar (Rombel).
Berada di bagian utara Kota Surabaya, SMK Tritunggal berdiri ditengah perkampungan Jalan Rangkah VI, Tambaksari. Jumlah peserta didiknya lumayan, ada 466 siswa terbagi dalam dua program keahlian. administrasi perkantoran dan pemasaran. Jumlah itu seharusnya bisa lebih tinggi. Namun, tahun ini sekolah tersebut mulai membatasi diri dalam menerima peserta didik. Alasannya, Permendikbud Nomor 17 tahun 2017 tentang penerimaan peserta didik baru.
“Kalau tahun lalu kita bisa terima siswa 40 – 45 siswa satu kelas. Tapi sekarang tidak boleh. Satu rombel maksimal 36 siswa,” jelas Kepala SMK Tritunggal Sunarsih. Karena itu, lanjut dia, sekolah tahun ini cukup banyak menolak siswa yang akan mendaftar. Padahal, sekolah sendiri telah menambah jumlah rombel dari empat kelas menjadi lima kelas.
“Ada satu ruangan yang semula tidak terlalu berfungsi kemudian ditata sehingga bisa digunakan menjadi kelas,” tutur dia.
Pembatasan ini, kata dia, tidak mungkin disiasati. Sebab, dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik), jumlah siswa yang lebih dari ketentuan rombel tidak bisa masuk. “Datanya sudah di blok kalau sudah 36. Itu terjadi di salah satu sekolah swasta di Surabaya ini,” kata dia.
Dalam proses belajar mengajar, Sunarsih mengakui ada perubahan lebih baik. Guru tidak perlu ngotot sampai berteriak-teriak untuk menguasai manajemen kelas. Namun, dampak yang tidak terlalu baik juga mulai dia rasakan. Sumber anggaran sekolah berkurang. Sementara pengeluaran tetap harus bisa tercukupi.
“Sekolah ini SPP sudah murah, Rp 160 ribu per bulan. Kadang masih banyak yang menunggak hingga 8 bulan. Belum lagi yang minta keringanan juga cukup banyak,” terang Sunarsih.
Sunarsih memahami, peserta didik yang datang di sekolahnya adalah mayoritas dari keluarga kelas menengah ke bawah. Tetapi, kewajiban sekolah membayar gaji guru tidak boleh telat seperti halnya siswa membayar SPP. Meski rupiahnya masih di bawah standar gaji sekolah negeri, Rp40 ribu per jam mengajar. Namun sekolah harus memprioritaskan.

Tags: