Berusaha Unik, Pasarkan Burger Tanpa Gunakan Roti

Astridiana, alumnus STIE Perbanas berbagi kiat sukses menjadi entrepreneur dengan adik kelasnya. Bersama saudaranya, dia mengkreasikan burger tidak seperti biasa. [adit hananta utama/bhirawa]

Astridiana, alumnus STIE Perbanas berbagi kiat sukses menjadi entrepreneur dengan adik kelasnya. Bersama saudaranya, dia mengkreasikan burger tidak seperti biasa. [adit hananta utama/bhirawa]

(Berbagai Kisah Enterpreneurship dengan Adik Kelas)
Surabaya, Bhirawa
Tidak menjadi karyawan bukan berarti pengangguran. Begitulah prinsip sejati seorang entrepreneur yang lebih memilih berwirausaha dari pada mencari lowongan kerja. Seperti yang kini dijalani Astridina (23), alumnus Manajemen Pemasaran Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas.
“Untuk pemula, berganti-ganti usaha dan gagal itu biasa. Itu sudah saya rasakan sejak duduk di bangku kuliah dulu,” tutur Astridina saat berbagi cerita dengan adik kelasnya di kampus STIE Perbanas Semolowaru, Surabaya kemarin, Senin (1/8).
Astri mengaku sudah tiga bulan ini menggeluti bisnis kuliner, yakni berjualan kreasi burger tanpa roti. Dia berhasil mengajak saudaranya untuk ikut ambil bagian menjadi enterpreuner dan menanam modal. “Kalau saya sendiri sudah dua tahun menekuni bisnis kuliner seprti ini. Mulai jualan online produk frozen hingga sekarang sudah punya gerai sendiri,” jelasnya.
Bisnis baru yang ia mulai dengan modal patungan sebesar Rp 50 juta saat ini berjalan semakin baik. Ia memilih membuka usaha kuliner dengan mengikuti tren yang ada dan unik. Yaitu burger yang disesuaikan dengan gaya Korea dan jepang. Ada tiga jenis burger kreasi mereka, mulai ramen burger yang terbuat dari mie ramen sebagai pengganti roti, katsu burger yang mengganti roti dengan chicken katsu , dan korean rice yang menggunakan nasi sebagai pengganti roti.
“Semula kita berjualan lewat internet. Begitu banyak peminat, akhirnya kita buka gerai di salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya,” tutur dia. Dia pun cermat dengan pasar konsumen yang ada. Karena di pusat perbelanjaan, maka harga yang dipatoknya pun cukup lumayan untuk sekadar jajanan. “Omset kita bulan kemarin saja bisa sampai Rp7 juta,” tutur dia.
Ia mengungkapkan, untuk menjadi enterpreuner kegagalan merupakan hal yang wajar dan biasa. Bahkan ia sudah menoba beragam bisnis dan mengalami kegagalan. Kalau mulai memang berat di modal, jadi harus punya tim agar semuanya berjalan ringan. “Sama halnya dengan organisasi ada bagian produksi, marketing dan akuntansi. Itu saya bagi pekerjaannya dengan saudara sepupu saya,” lanjutnya.
Hal ini ia rasakan karena saat memulai usaha sendiri di berbagai bidang ia kewalahan dan akhirnya usahanya tidak dapat berjalan.”Pernah buka usaha baju, travel, hingga buka stan di Kapas Krampung Plaza tetapi nggak laku,” tuturnya.
Saudara Astrid, Dita Yustin (23) yang merupakan Alumnus ITB mengungkapkan tertarik menjadi enterpreuner karena kebiasaan sejak kuliah. Ia sudah memulai usaha kuliner dengan didanai pihak kampusnya, apalagi ide produk ini juga berasal darinya. “Dari pada cuma bikin dan dimakan sendiri, mending gabung saja buka usaha,” lanjutnya.
Enterpreuner merupakan mata kuliah wajib pada jurusan manajemen di STIE Perbanas. Humas STIE Perbanas Indra menjelaskan, upaya meningkatkan kesadaran mahasiswa akan enterpreunersip menjadi bekal mahasiswa dalam memulai karir setelah mereka lulus. “Ada beberapa juga yang berhasil sejak memulai kuliah dan didanai pemerintah,” terangnya. [tam]

Tags: