Berusia Hampir Dua Abad, Tetap Berbaur Dengan Masyarakat

Masjid Jami’ Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang, Jumat (24/04. [arif yulianto]

Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang
Jombang, Bhirawa
Sebagai salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) besar di Kabupaten Jombang, Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang hingga saat ini tetap berbaur dengan masyarakat sekitar. Inilah corak yang terjaga hingga sekarang di pesantren ini dari awal didirikan. Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang kini telah berusia sekitar 200 tahun.
Berdirinya Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang tak lepas dari sosok Kiai Abdussalam, seorang laskar Pangeran Diponegoro yang membuka lahan di daerah Gedang di samping sungai Tambak Beras yang kemudian digunakan sebagai pesantren, pada tahun 1825 Masehi, sekitar 200 tahun silam. Kiai Abdussalam yang dikenal juga dengan Mbah Shoichah ini merupakan seorang ulama yang berasal dari Demak, Jawa Tengah. Kiai Abdussalam membabat alas Tambak Beras bertujuan untuk mengembangkan agama Islam sesuai dengan jiwa kesantriannya.
“Beliau adalah buyutnya KH Abdul Wahab Hasbullah. Kiai Abdussalam atau Kiai Soichah merupakan salah satu prajurit di masa Pangeran Diponegoro,” kata salah satu Pengasuh Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang, KH Jauharuddin Al Fatih, Jumat (24/04).
Daerah Gedang sendiri saat ini berada di Tambak Beras timur. Di lokasi ini, masih berdiri sebuah surau atau masjid kecil yang banyak dikenal orang sebagai Masjid Gedang. Masjid ini merupakan salah satu instrumen dari sebuah pesantren yang saat itu dikenal sebagai Pondok Selawe/ Pondok Telu. Masjid Gedang ini didirikan oleh Kiai Utsman, menantu dari Kiai Abdussalam.
Pondok Selawe/ Pondok Telu didirikan oleh Kiai Abdussalam dan kemudian diteruskan oleh Kiai Utsman sebagai pesantren Tassawuf. Nama Pondok Selawe sendiri diambil dari penamaan jumlah santri pesantren tersebut kala itu yang berjumlah 25 (Selawe=Jawa) orang. Namun konon kabarnya, 25 orang yang belajar di Pondok Selawe itu bukanlah sembarang santri, namun merupakan ulama-ulama muda dari beberapa daerah yang memperdalam Ilmu Tassawuf.
“Kemudian sisi Syariatnya diasuh oleh Kiai Sa’id, dan diteruskan oleh Kiai Hasbullah, putra beliau, hingga menjadi pesantren yang hari ini kita saksikan, Bahrul Ulum ini,” papar KH Jauharuddin Al Fatih.
Pengasuh Ponpes Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang, KH Hasib Wahab juga pernah menyampaikan bahwa, Kiai Utsman memiliki dua orang menantu yakni KH Asy’ari dan KH Sa’id yang waktu itu mempunyai kriteria sebagai penerus sebagai pengasuh Pondok Selawe.
“Nah Kyai Sa’id ini menurunkan Kyai Hasbullah. Kyai Hasbullah, menurunkan Kyai Wahab (KH Wahab Hasbullah/ Pendiri NU), Kyai Hamid dan saudara-saudaranya,” tutur KH Hasib Wahab.
Diceritakan oleh KH Hasib Wahab, menantu Mbah Utsman yang bernama Kyai Asy’ari, kemudian memiliki putra yang bernama Hasyim yang kelak dikenal sebagai Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari (Mbah Hasyim), pendiri NU dan pendiri Ponpes Tebu Ireng, Jombang.
“Jadi Tambak Beras dan Tebu Ireng ini masih satu keluarga dari Kyai Utsman. Jadi antara Kyai Wahab (KH Wahab Hasbullah) dengan KH Hasyim Asy’ari, ini satu kakek yaitu Kyai Abdussalam tadi,” terang KH Hasib Wahab kepada media ini sekitar satu tahun yang lalu.
KH Hasib Wahab menambahkan, setelah Mbah Utsman wafat, Masjid Gedang ini pun tidak ada yang meneruskan pengelolaannya. Kyai Asy’ari memilih kembali ke daerah asalnya di Keras, Diwek, Jombang yang berjarak sekitar tiga kilometer arah ke barat dari Ponpes Tebu Ireng, Jombang.
“Sehubungan dengan Kyai Asy’ari yang pindah ke daerah asalnya di Desa Keras, kemudian Masjid (Gedang) yang ada di timur sungai ini pun tidak ada yang ‘ngurus’, maka diserahkan ke Kyai Hasbullah, ayah Kyai Wahab. Fungsi masjid kemudian dipindah ke Masjid Pondok Tambak Beras yang sekarang (di barat sungai),” tambahnya.
Masa perkembangan Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang secara eksternal kata KH Jauharuddin Al Fatih yakni terjadi ketika KH Abdul Wahab Hasbullah (Mbah Wahab) mendirikan Nahdlatul Ulama (NU).
“Kemudian, menjalin jaringan pesantren seluruh Nusantara bahkan, KH Wahab Hasbullah secara tidak langsung membawa nama Tambak Beras,” tutur dia lagi.
Masih menurut KH Jauharuddin Al Fatih, setelah masa KH Wahab Hasbullah, pada generasi kelima dan keenam pengasuh pesantren ini, sekolah-sekolah formal di Pesantren Tambak Beras menemukan titik puncaknya. Saat ini ada kurang lebih 13 unit sekolah formal, dan ada sekitar 3 perguruan tinggi yang dinaungi Yayasan Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang.
“Jadi perjalanan, mulai (tahun) 1825 sampai hari ini hampir 200 tahun itu, bermacam-macam fase yang Bahrul Ulum atau Tambak Beras lalui. Nama Bahrul Ulum sendiri pun itu baru disematkan pada tahun 1971 oleh KH Abdul Wahab Hasbullah, sebelumnya hanya bernama Pesantren Tambak Beras,” terang dia.
Corak yang paling intrinsik yang terjaga sampai hari ini di Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, menurut KH Jauharuddin Al Fatih yakni, pesantren ini terintegrasi dengan masyarakat.
“Dia tidak berpisah atau lingkungannya. Dia terbuka terhadap lingkungannya. Ciri itu yang tidak hilang sejak awal dibabadnya, sampai hari ini,” pungkasnya. [arif yulianto]

Tags: