BG dan Beban Moral Polri

Umar Sholahudin (1)Oleh :
Umar Sholahudin
Dosen Sosiologi Hukum FH Univ. Muhammadiyah Surabaya ; Mahasiswa S-3 FISIP Unair Surabaya

Akhir-akhir ini, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terus mendapat tamparan moral yang bertubi-tubi lantaran perilaku anggotanya yang diduga melanggar hukum. Serentetan kasus di tubuh Polri terus mengemuka dan menjadi konsumsi publik. Terbaru dan terheboh adalah ditetapkannya calon Kapolri terpilih, Budi gunawan (BG) pilihan Sang Presiden Jokowi oleh KPK dalam kasus gratifikasi dan suap. Untuk menjaga “muka” presiden dan Polri, Presiden Jokowi  menunda (baca: bukan membatalkan) pelantikan BG sebagai Kapolri dan menunjuk Wakapolri Komjen Badrodin Haiti Plt. Kapolri.
Polemik dan kontroversi pengisian jabatan kapolri ini sebenarnya tidak akan terjadi jika saja Presiden Jokowi mempertimbangkan suara dan data dari KPK terkait dengan performance BG yang dikasih stabilo “merah” karena diduga terindikasi masalah. Namun, berbeda ketika memilih para menterinya dengan melalui screening KPK dan PPATK, untuk jabatan kapolri (jaksa agung), Presien Jokowi tak pakai screening KPK dan PPAT. Disinilah inkosistensi Jokowi. Ada dugaan ada intervensi politik dari luar istana, khususnya dari Megawati terkait dengan pilihan Jokowi terhadap BG. Karena, publik sangat mahfum, BG memiliki kedekatan emosional dengan Megawati dan PDI-P; pernah jadi ajudan Megawati ketika jadi presiden.
Beban Moral
Terlepas ada atau tidak faktor politis atau apapun, secara fakta hukum BG berstatus tersangka. Tentu saja kasus ini semakin menambah beban moral dan hukum yang luar biasa bagi institusi dan personil kepolisian. Dan ini sejarah baru, calon kapolri terpilih langsung menjadi “pasiennya” penegak hukum, dan KPK lagi. Kasus ini bisa dibilang antiklimaks yang menampak institusi Polri. Sebelumnya institusi Polri juga bertubi-tubi ditampar dengan perilaku para oknumnya; mulai dari kasus rekening gendut, kasus narkoba (Kalimantan Barat), kasus Simulator SIM, pungutan liar oleh oknum polisi di lapangan (Pemalang Jateng). Kasus-kasus tersebut, melibatkan oknum perwiwa tinggi, menengah sampai prajurit.
Masyarakat sangat berharap, institusi besar Polri tidak dijadikan “kelinco percobaan”. Dalam arti, masyarakat dan polri sendiri tidak bisa mengantungkan Komjen Badrodin Haiti sebagai Plt. dengan penuh ketidakpastian. Kasus BG akan berjalan lumayan butuh waktu yang tidak singkat. Karena itu, jalan keluar ayang paling elegan dan bermartabat untuk menyelamatkan institusi Polri adalah; Pertama, Membatalkan pelantikan BG sebagai kapolri dan proses pergantian kapolri baru dimulai dari awal lagi oleh presiden. Kedua, mengharap sikap kenegarawanan BG, artinya BG secara legowo mengundurkan dri dari kapolri dan lebih baik berkonstrasi pada kasus hukumnya di KPK. Dengan demikian, akan dapat mengurangi beban yang dipikul institusi Polri ke depannya dan berharap ada pemilihan dan pengangatan kapolri baru yang lebih kredibel.
Reformasi Polri?
Berbagai kasus pelanggaran moral dan hukum yang terus terjadi silih berganti di tubuh kepolisian, menyiratkan satu pertanyaan, ada apa dengan (tubuh) kepolisian? Mengapa aparat penegak hukum yang dituntut menegakkan hukum, justru bermasalahdenganhukum?.Dengan semakin maraknya kasus pelanggaran moral dan hukum dengan kualitas yang semakin tinggi; pelakunya memiliki jabatan tinggi dan apalagi sampai saat ini institusi Polri masih kesulitan mencegah perilaku amoral anggotanya, menunjukkan institusi Polri sedang mengalami krisis yang diproduksi oleh personilnya sendiri. Kasus-kasus pelanggaran moral dan hukum yang dilakukan oknum-oknum kepolisian ini, jika dibiarkan dan tidak mendapatkan perhatian serta solusi yang ekstra serius, akan mejadi bom waktu bagi internal institsi Polri sendiri, yakni distrust dari masyarakat akansemakin memuncak.
Reformasi telah dilakukan di tubuh Polri, dengan salah satu tujuannya adalah membangun sistem imunitas kelembagaan yang kuat, namun itupun belum mampu mengimune personil-personilnya. Salah satu sorotan ditujukan ke pada pengawasan internalnya; Irspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Polri yang belum berfungsi secara maksimal. Fungsi-fungsi early warning system atau sistem pencegahan dini kurangberjalan efektifdanfungsional di tubuh Polri. Jika pengawasan ini berjalan fungsionaldan represif dimungkinkan akan dapat mencegah oknum-oknum polisi yang melanggar hukum.
Reformasi Polri mungkin baru sebatas reformasi struktural kelembagaan, mampu membangun dan menata struktur kelembagaan internal Polri yang (mungkin) lebih baik, namun pembangunan dan penataan kelembagaan struktural Polri tidaklah cukup untuk membangun intitusi kepolisian yang kredibel dan profresional. Pembangunan dan penataan kelembagaan yang immunedaripraktik koruptifharus diikuti secara simultan dan sinergis dengan pembangunan dan penataan kultur dan moralitas personilnya. Imunitas kelembagaan Polri dari virus amoral penting, namun jauh lebih penting Polri saat ini sangat membutuhkan personil-personil yang memiliki imunitas moral yang kuat dan berkarakter. Dan karakter dan integritas moral tidak bisa dibangun dalam semalam. Pembangunan mental dan karakter personil polisi dimulai dari pendidikan di internal kepolisian. Hal lain yang sangat penting adalah keteladan dari pimpinan Polri. Polri pernah memiliki kapolri yang sangat disegani bawahannya karena beliau memiliki integritas moral yang kuat.
Merindukan Sosok Hoegeng
Di tengah carut-marut institusi Polri yang direpresentasiken dengan berbagai kasus yang menderapersonilnya,  masyarakat semakin merindukan dan mendamba sosok Jendral Polisi Hoegeng Imam Santosa agar segera hadir untuk menyelamatkan institusi Polri dari keterpurukan dan menghapus benalu-benalu di tubuh Polri. Lulusan akademi kepolisian dan kapolri pertama (1968-1971) ini dikenal publik masyarakat Indonesia sebagai polisi yang sederhana, jujur, anti korupsi, berani, dan profesional. Wujud polisi ideal ada pada sosok Hoegeng.
Tugas kepolisian sebagai pelindung dan pengayom harus benar-benar membumi dalam setiap perilaku dan tugas-tugas kepolisian di tengah masyarakat. Karena itu, sudah saatnya kini kepolisian memproduksi hoegeng-hoegeng baru yang dapat memperbaiki citra kepolisian yang sedang jatuh. Reformasi internal Polri (struktur, SDM, dan Budaya) harus benar-benar dijalankan dengan penuh niat besar dan kerja keras yang professional.

                                                                               ———————– *** ———————-

Rate this article!
BG dan Beban Moral Polri,5 / 5 ( 1votes )
Tags: