Biaya Mahal, Wacana Pembangunan Exit Baru Tol Waru-Sidoarjo Kandas

Gatot Sulistyo Hadi

Surabaya, Bhirawa
Wacana bakal dibangunnya exit baru di tol Waru-Sidoarjo dalam waktu dekat sepertinya tidak akan terwujud. Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum telah mengeluarkan keputusan jika rencana pembukaan exit tol Waru-Sidoarjo di KM 751 atau KM 752 perlu kajian lebih mendalam. Sehingga tidak bisa diwujudkan dalam waktu dekat.
“Beberapa waktu lalu kami telah melakukan rapat koordinasi. Ada beberapa hal yang dibahas. Salah satunya adalah pembukaan exit baru di tol Waru-Sidoarjo. Keputusannya wacana pembukaan exit tol di KM 751 atau KM 752 tol Waru-Sidoarjo belum bisa diwujudkan dan perlu kajian lebih mendalam,” ujar Kepala Dinas PU Bina Marga Provinsi Jatim, Gatot Sulistyo Hadi, dikonfirmasi, Selasa (23/7).
Menurut Gatot, pembangunan exit tol tidak boleh eksklusif menuju suatu tempat, minimal harus terhubung jalan arteri. Untuk itu, jika dibangun exit baru harus ada jalan keluar yang menghubungkan jalan arteri. Padahal pembangunan dan pembebasan jalan penghubung ke arteri itu membutuhkan biaya sangat besar.
“Banyak syarat yang harus dipenuhi jika ingin membuat exit tol baru. Mulai pembebasan tanah karena lebar jalan harus 32 meter. Belum lagi konflik sosial karena ada pembebasan lahan. Makanya pemerintah pusat belum bisa menyetujui pembukaan exit tol Waru-Sidoarjo karena banyak persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi,” kata Gatot.
Mantan Kepala Biro Administrasi Pembangunan Setdaprov Jatim ini mengatakan, setiap penambahan lingkup pengerjaan juga akan berpengaruh dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol atau PPJT sehingga terbebani pada biaya tol.
“Pengertiannya, jalan tol sudah dikontrakkan dan konsesinya sudah 40 tahun. Jika nambah pekerjaan tentu akan mengubah kontrak karena bebannya bertambah. Sekadar tahu, buka exit baru paling tidak membutuhkan biaya Rp60 miliar. Jadi ada pembebanan biaya masuk ke kontrak yang akan dihitung lagi. Apalagi jika sudah di atas 40 tahun sulit untuk fisible,” paparnya.
Gatot menjelaskan, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol, khususnya pasal 6 disebutkan; pertama, jalan tol tidak ada persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau dengan prasarana transportasi lain. Kedua, jumlah jalan masuk dan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi secara efisien dan semua jalan masuk dan keluar harus terkendali secara penuh. Ketiga, jarak antara simpang susun paling rendah 5 km.
“Jadi exit tol jaraknya paling pendek 5 km untuk jalan tol luar perkotaan. Artinya bisa 10 km jaraknya karena paling pendek 5 km. Lalu paling pendek 2 km untuk jalan tol dalam perkotaan. Seandainya di Surabaya ini ada tol tengah kota, jarak antara exitnya itu paling pendek 2 km,” pungkasnya. [iib]

Tags: