Biaya Prona Sidoarjo Sebaiknya Melalui APBD

Warga Renojoyo, Desa Kedungsolo Porong saat melakukan verifikasi data untuk sertifikat di Aula Kejari Sidoarjo. [achmad suprayogi/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Polemik biaya kepengurusan untuk mengikuti program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) yang sebelumnya dinamakan Prona (Program Nasional) bagi masyarakat untuk mendapatkan sertifikat secara gratis. Ternyata banyak menuai masalah, hingga terkena OTT (Operasi Tangkap Tangan).
Agar tak menimbulkan masalah hukum, biaya proses kepengurusan sertifikat yang tidak ditanggung pemerintah. Kepala BPN Kab Sidoarjo, Ir Nandang Agus Taruna mengusulkan, sebaiknya dianggarkan melalui dan APBD Kabupaten, agar semuanya bisa berjalan aman.
”Masyarakat bisa mendapatkan fasilitas gratis, perangkat desa dalam menjalankan tugasnya juga tidak bermasalah, alias sama-sama aman,” ujarnya saat dimintai keterangan, Senin (6/2).
Program PTSL yang diluncurkan dari Pusat/Kementerian Agraria secara gratis, utamanya bagi warga yang kurang mampu. Program ini hanya memberikan gratis untuk kepengurusan sertifikat. Sementara proses sebelumnya untuk petugas pengukuran, pemasangan pathok, pembelian materai dan biaya petugas seperti makan minum di luar jam dinas, teranyata tidak masuk dalam program itu.
Menurutnya, mestinya pemohon itu harus melakukannya sendiri, yakni memasang pathok sendiri, membuat surat menyurat sendiri, membeli materai sendiri serta menjalankan alur permohonnannya sendiri. Tetapi hal itu tidak dilakukan oleh warga, mereka lebih senang melalui petugas dan mau mengeluarkan anggaran untuk prosesnya. ”Anggaran seperti itulah yang akhirnya menjadi masalah hukum, bahkan sudah ada Kades dan perangkat desa di Sidoarjo terkena OTT,” jelas Nandang Agus Taruna.
Sebelumnya, Wakil Bupati Sidoarjo, H Nur Ahmad Syaifuddin juga menegaskan kalau fasilitas gratis itu harus dinikmati masyarakat. Tetapi sayangnya program pemerintah pusat yang turun itu belum tentu sempurna, masih ada kekurangannya.
”Itu tugas kami menyempurnakan program dari pusat itu. Seperti yang telah terjadi pada Prona, biaya-biaya yang tidak dimasukkan dalam item, tetapi kenyataannya di lapangan harus ada. Jadi kita harus mensukseskan program dari pusat, tetapi juga harus menyempurnakan program yang belum sempurna di lapangan harus disempurnakan. Makanya, semua itu harus ada solusinya, agar semua bisa mengerjakan dengan aman, masyarakat juga bisa mendapatkan sertifikat secara gratis,” tandasnya.
Jika ada biaya harus dihitung secara real dan bisa dipertanggungjawabkan. Biaya pathok berapa, biaya meterai berapa, ongkos kerja di luar jam dinas berapa. Sehingga nanti bisa dibuatkan aturan sesuai dengan yang dibutuhkan, dan tidak berlebihan. Biar semuanya berjalan dengan aman dan nyaman. [ach]

Tags: