Bijak Manfaatkan Air

Kebutuhan air makin meningkat di seluruh dunia, namun tidak di-ikuti ketersediaan air yang memadai. Bahkan daya dukung lingkungan area resapan (catchment area) makin susut, beralih fungsi. Sehingga isu sumber air bersih, dan sanitasi lingkungan, menjadi problem global yang harus diselesaikan bersama. Kongres Air Dunia ke-18 di Beijing, mengusung tema “Air untuk semua: Harmoni antara Manusia dan Alam.” Ironisnya, Kongres Air bersamaan dengan tragedi banjir bandang di China.

Realitanya, banyak pula korban hidro meteorologi, berkait kerusakan ekosistem esensial. Alih fungsi ekosistem esensial paling brutal dilakukan melalui pembakaran hutan dan lahan (Karhutla). Semakin banyak hutan gundul, karena ditebang dan dibakar. Terjadi alih-fungsi secara masif, dan ilegal Sebagian alih fungsi dimaklumi sebagai mata-nafkah masyarakat, dan tempat tinggal. Namun sebagian besar dilakukan oleh sindikat “kebanditan” bermotif ekonomi. Juga bermotif huru-hara politik nasional.

Alih fungsi lahan dan hutan, setidaknya telah rutin terjadi sejak 15 tahun terakhir. Selama itu pula masyarakat menderita, menerima dampak berupa banjir, dan longsor. Organisasi lingkungan hidup global mencatat semakin banyak tragedi bencana alam disebabkan peng-rusakan lingkungan oleh manusia. Di seluruh dunia, semakin banyak kawasan terancam banjir dan longsor, bersamaan cuaca ekstrem. Termasuk di propinsi Hebei, China, yang terjadi selama sepakan ini (mulai 12 September). Hulu sungai luruh membawa material longsoran, menerjang permukiman, dan ladang pertanian.

Pada hari yang sama, terjadi banjir dan longsor, yang menimpa Libya (di benua Afrika). Setidaknya telah dicatat lebih dari dua ribu orang tersapu air bah. Sekitar lima orang orang dinyatakan hilang. Bencana hidro-meteorologi makin sering terjadi. Pertanda penyusutan daya dukung lingkungan makin meluas secara masif dan sistemik. Makin terasa pedih karena banyak warga masyarakat menjadi korban jiwa yang tertimbun longsor. Pemerintah perlu menata ulang konsep penguatan ekosistem esensial.

Sehingga Kongres Air Dunia ke-18, coba menelisik hubungan antara manusia, air, dan alam. Saling bergantung. Serta seharusnya saling melindungi. Maka penjagaan (dan audit) lingkungan seharusnya menjadi kearifan lokal setiap warga negara. Serta pemerintah tidak abai meng-audit lingkungan. Seluruh pemerintahan di dunia perlu menata ulang konsep penguatan ekosistem esensial.

Di Indonesia, penjagaan ekosistem esensial sesungguhnya menjadi spirit sejak berabad-abad silam. Dahulu nenek moyang memiliki cara sistemik melindungi lingkungan. Misalnya melindungi setiap pohon besar dengan aksi nyata (fisik), berupa memberi sarung pada pohon. Juga aksi spiritual melindungi pohon dengan metode “peng-angker-an” kawasan, sehingga tidak terusik. Menjadi metode perlindungan ekosistem esensial. Banyak unsur ekosistem esensial berada di luar kawasan lindung, dan di luar kawasan konservasi.

Terutama berbagai pohon tegakan tinggi. Beberapa diataranya kini dalam status dilindungi. Antaralain tanaman endemik pohon gayam, sawo, dan juwet. Seluruhnya bisa menjadi penyimpan air, berfungsi bagai biopori, dan fungsi talut (alamiah) sungai. Pada musim hujan, pohon besar akan menyimpan air ke dalam tanah resapan. Sedangkan pada musim kemarau, cadangan air bisa dikeluarkan.

Budaya perlindungan ekosistem esensial menjadi kunci pelestarian lingkungan. Bahkan Indonesia memiliki konstitusi yang menjamin lingkungan hidup yang baik. Diakui sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM). Secara tekstual, Konstitusi (UUD) pasal 28H ayat (1) menyatakan: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik.”

Karena sebagai hak asasi, maka pemerintah berkewajiban (mandatory) meng-audit kondisi lingkungan hidup. Mencegah bencana alam yang disebabkan ulah manusia melalui penegakan disiplin tataruang.

——— 000 ———

Rate this article!
Bijak Manfaatkan Air,5 / 5 ( 1votes )
Tags: