Bijak Menyikapi Kenangan

Judul : Dilarang Bercanda dengan Kenangan
Penulis : Akmal Nasery Basral
Penerbit : Republika
Cetakan : Pertama, 2018
Tebal : iv+466 halaman
ISBN : 978-602-5734-45-8
Peresensi : Yeti Islamawati

Sepanjang manusia hidup memang tak bisa terlepas dari kenangan. Otak diberi kemampuan untuk menyimpan kejadian-kejadian yang telah dilalui, yang nantinya akan menjelma menjadi kenangan. Namun, janganlah hidup di dalam kenangan, terlebih lagi di berada di bawah kendali kenangan karena hal tersebut bisa menjadi bumerang. Judul novel ini telah menyiratkan isi novel secara keseluruhan tentang kenapa tak boleh bercanda dengan kenangan.
Pria bernama Johansyah Ibrahim, biasa dipanggil Jo, menempuh pendidikan ilmu Public Relation di University of Leeds, Inggris. Selagi di sana, ia mendapatkan kesempatan melihat prosesi pemakaman Putri Diana Spencer bersama beberapa teman dari kampusnya. Cerita mengenai prosesi pemakaman Putri Diana, memiliki porsi yang cukup banyak. Pembaca dibawa kepada suasana saat itu, suatu prosesi pemakaman yang begitu melegenda dan kesedihan yang menyelimuti hampir seluruh dunia.
“Sebenarnya, bukan cuma media massa yang jatuh cinta tanpa syarat kepada Diana, sebagian besar rakyat Inggris pun begitu. Dan bukan cuma rakyat Inggris yang terpukau karisma Diana, sebagian besar warga dunia pun begitu. Bahkan kalau di Planet Mars ada penduduknya, bisa jadi mereka pun akan menyukai Diana, sebab dia bukan putri yang menjalani hidup di kereta kencana dan negeri dongeng. Dia adalah duta anti-ranjau, mendatangi satu daerah konflik ke daerah konflik lain, menyerukan pihak yang bertikai agar segera berdamai, menghentikan kebrutalan perang yang bukan hanya membuat banyaknya prajurit dan milisi hilang, juga membuat tubuh perempuan dan anak-anak yang cacat seumur hidup dengan kaki buntung akibat ledakan ranjau brutal,” (halaman 57).
Pada tengah musim gugur itulah awal mula Jo berkenalan dengan Khaleeda O. Jderescu, seorang jurnalis dari sebuah Koran Yordania. Aida, demikian sapaan akrab sesosok perempuan dengan fisik yang nyaris sempurna, membuat iri para wanita. “Garis-garis wajahnya tegas, alis matanya tebal melengkung, dengan batang hidungnya melengkung sebagus elang gurun. Dagunya ujung telur yang sempurna,” (halaman 69).
Semula Jo berharap dapat tinggal di apartemen pamannya ketika berada di ondon selama prosesi pemakaman Lady Diana. Pakde Sam adalah seorang diplomat di KBBI London yang merupakan ayah Tiara. Namun rupanya belum berjodoh, Paman Sam dan bibinya justru sedang pergi, sementara Tiara, sedang penelitian di Liverpool. Jo tidak mendapatkan penginapan, dan menerima ajakan Aia menginap di hotelnya. Awalnya pembaca menebak akan terjadi sesuatu, tetapi tidak, Jo bisa menjaga diri. Memang ia bisa menjaga fisiknya. Tapi bagaimana dengan hatinya?
Rupanya pertemuan kali pertama itu begitu membekas bagi Jo. Tempat-tempat seperti Istana Buckingham, Hyde Park, Montparnasse Café, Kensington Palace, Althorp Estate, Brookwood Cemetery, Harrods Room, menjadi setting dalam novel ini. Kebaikan dan kebiasaan baik seorang Aida begitu menyentuh Jo: Aida yang begitu empati pada penumpang lain di kereta, Aida yang menyuruhnya membaca Al Kahfi, juga Aida yang mempunyai cara pandang unik tentang ekosistem. Sementara itu, di sisi lain, kebaikan Jo, menumbuhkan cinda dari pihak Aida.
Meskipun begitu, Jo, tetap memutuskan menikah dengan Tiara, sepupu sekaligus cinta pertamanya. Singkatnya, ada begitu banyak kemudahan yang diberikan oleh keluarga Tiara. Namun, tentunya pembaca tahu bahwa segala sesuatu yang instan dan tampak sangat mudah, akibatnya tidak selalu sebaik di awal.
Menurut teman-teman Jo dan Tiara, mereka merupakan pasangan yang sangat serasi. Keduanya bahkan memanggil dengan sebutan sayang “haiku dan jiwaku”. Sayangnya, keadaan berbalik. Ada bagian yang mungkin membuat pembaca kecewa.Jo merasa ada yang aneh di hatinya. “Anehnya meski seluruh perasaanku saat ini sudah bulat tercurah kepada Tiara, namun ada gerowongan yang tercipta di sudut hati ketika tubuh Aida benar-benar hilang dari pandanganku …,” (halaman 256).
Jo dan Tiara menjalani pernikahan LDR. Jo kembali ke Indonesia, perusahaan tempat ia kerja memerlukan bantuannya. Sementara Tiara tetap di London melanjutkan impian kariernya. Jo mengupayakan agar mereka kembali bersama, meskipun sebagai taruhannya, Jo harus melepas pekerjaan di tanah air dan rela menjadi pekerja kasar di London. Sayangnya, Jo merasa, ada yang berubah pada diri Tiara, “Yang kuinginkan hanya selama mungkin di sampingmu. Kita sudah pernah tinggal berjauhan Jakarta – London, hidup sendiri-sendiri sebagai suami istri. Kini setelah perjuangan kita agar bisa hidup satu rumah berhasil, apakah kita pelan-pelan menghancurkan cinta kita dengan kesibukan masing-masing? Ini masih awal tahun baru, bisakah kita menyegarkan pernikahan ini dengan semangat baru sebagai pasangan?” halaman 368.
Lalu pada suatu titik persimpangan, mereka memutuskan menyudahi pernikahan. “Don’t marry the person you think you can life with; marry only the individual you think you can’t live without. Ternyata dalam hubungan kita, hal ini tidak berlaku. Kamu bisa hidup tanpaku, dan aku bisa hidup tanpamu. Menyedihkan bukan? (halaman 376).
Terlepas adanya beberapa bagian yang kurang logis, novel ini menyuguhkan sebuah pilihan bagaimana menjalani sebuah pernikahan dengan segala akibatnya. Ada banyak pelajaran yang dapat dipetik. Tentang bagaimana sebuah pernikahan itu memerlukan kompromi-kompromi antara impian suami dan istri. Saling ketergantungan dalam pernikahan itu malah menjadi keharusan, tentu saja dengan porsi yang sesuai. Sebuah buku yang patut dibaca oleh pasangan yang telah menikah atau hendak menikah.

———– *** ————

Rate this article!
Bijak Menyikapi Kenangan,3.67 / 5 ( 3votes )
Tags: