BKOW Ajak Lestarikan Kolintang, Yakin Bisa Go International

21-kolintangPeringati Hari Kartini
Kota Surabaya, Bhirawa
Kolintang merupakan alat musik khas Minahasa, Sulawesi Utara, yang sudah dikenal secara nasional. Asal usul alat musik kolintang bermula dari  sebuah desa yang indah bernama To Un Rano yang sekarang dikenal dengan nama Tondano.Pada masa Orde Baru, kolintang sempat menjadi permainan alat musik wajib bagi kaum ibu dari banyak kalangan. Sedangkan saat ini, mulai berkurang, meski usaha untuk melestarikan terus dilakukan.
Mengenakan kebaya dan bersanggul, sekelompok ibu-ibu asyik memainkan alat musik tradisional kolintang. Lagu berjudul ‘Lentera Cinta’ saat itu ditampilkan oleh grup Petrokimia Gresik usai menyuguhkan lagu wajib ‘Baktimu Kartini’. Lagu pilihan ini menyita perhatian undangan serta pengunjung yang datang ke Grand City Mall Surabaya, tempat dihelatnya acara.
Ya, memperingati Hari Kartini yang jatuh pada Senin (21/4) hari ini, Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi  Jatim mengadakan Kompetisi Kolintang. Dengan acara ini, BKOW mengajak masyarakat untuk melestarikan alat musik kolintang karena semakin hari minat belajar alat musik tradisonal terus mengkhawatirkan.
“Melalui acara Kartini ini kami ingin mengingatkan kembali sekaligus mengajak masyarakat terutama generasi muda sekarang untuk tidak melupakan kesenian tradisional, karena dengan melestarikannya adalah bagian dari upaya memperkuat jati diri bangsa. Dan saya optimis kolintang bisa go international,” kata Ketua BKOW Jatim Fatma Saifullah Yusuf saat membuka Kompetisi Kolintang di Grand City Surabaya Sabtu (19/4) kemarin.
Fatma Saifullah menjelaskan, kompetisi yang dilaksanakan merupakan wahana strategis untuk  melestarikan dan mengembangkan seni budaya tradisional daerah dan dapat mengangkat kembali kejayaan kolintang. “Kelestarian khasanah budaya bangsa harus dipertahankan dalam menghadapi arus modern dewasa ini,” jelasnya.
Kolintang saat ini tambah Fatma, menjadi salah satu representasi budaya dan kesenian yang diupayakan dapat menarik minat generasi muda. “Kolintang itu tidak seperti band meskipun sama-sama kelompoknya. Musik ini memiliki kekhasan dari bunyi dan nadanya yang tidak ada di alat musik manapun. Saya harap generasi muda kita tertarik untuk belajar alat musik kolintang, ” tambahnya.
Keunikan musik ini, di antaranya cara memainkannya harus secara berkelompok dengan penataan aransemen musik, teknik yang baik, dan ditunjang dengan penyanyi yang memiliki suara merdu. Berbagai keunikan itulah yang menjadikan kolintang memiliki keunggulan tersendiri yang tak kalah dengan permainan alat musik dari negara lain.
Tidak hanya itu, dalam rangka peringatan Hari Kartini, Fatma yang juga istri Wakil Gubernur Jatim ini melalui acara tersebut ingin menggugah kreativitas kaum perempuan dalam menggunakan  busana tradisional. Karena itu seluruh peserta kompetisi diwajibkan mengenakan busana nasional kebaya dengan segala modifikasinya.
Agar lebih diminati oleh generasi muda zaman sekarang, Fatma juga mengajak insan pendidikan, khususnya sekolah-sekolah di Jatim untuk menjadikan kolintang sebagai salah satu pilihan ekstra kulikuler siswa. “Mari bersama mengenalkan musik kolintang, agar anak-anak muda semakin mengenal dan tertarik untuk menggeluti musik ini dan mencintai alat musik tradisional. Di tangan merekalah harapan budaya dan bangsa dapat diteruskan.” pesannya.
Ketua Panitia Festival Kolintang, Tuti mengatakan festival diikuti oleh 11 grup kolintang wanita dewasa umum dari BKOW se-Jatim. Di antaranya adalah dari Petrokimia Gresik, Armatim, DWP Dinas Pendidikan Sidoarjo, Srikandi Ngawi, Perhutani, PKK Rungkut Harapan Surabaya, DWP Dipenda Jatim, dan BKOW Pacitan;
Kesebelas grup tersebut telah mengikuti babak penyisihan pada 19 April lalu, tiap grup menyanyikan 2 buah lagu yang terdiri dari lagu wajib dan pilihan.  Dari sebelas grup yang tampil, panitia hanya meloloskan 8 grup yang tampil di babak Grand Final yang diselenggarakan pada Minggu (20/4) kemarin. Total hadiah festival tersebut sebesar Rp 19 juta.  [geh]

Tags: