BLH Jatim Bangun Satu IPAL Komunal

Ipal-KomunalPemprov Jatim, Bhirawa
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jatim berencana akan membangun satu instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal dalam upaya menurunkan beban pencemaran mengurangi limbah domestik terutama di sepanjang Kali Surabaya.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jatim Bambang Subandono melalui Kabid Tata Lingkungan, Dyah Susilowati mengatakan, pihaknya sudah mengklaster sepanjang Kali Brantas mulai Mlirip, Mojokerto hingga Jagir, Surabaya sebanyak 74 kluster.
”Dari lima tahun lalu BLH Jatim masih membangun 19 IPAL (termasuk satu IPAL untuk tahun ini, red). Namun, jumlah itu masih jauh dari kluster,” katanya, Selasa (3/3).
Ia mengharapkan, perusahaan yang ada di sepanjang Kali Brantas turut andil membangun IPAL Komunal pada masyarakat. Daya tampung satu IPAL Komunal dapat dimanfaatkan 75-100 kk (kepala keluarga) dengan volume 25 m3 menggunakan sistem aerobik buffer reaktor untuk limbah organik manusia.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Perum Jasa Tirta (PJT) I, Ulie Mospar Deanto mengatakan, persoalan pencemaran sungai di Jawa Timur masih didominasi oleh limbah domestik. Limbah cair dari sisa kotoran rumah tangga itu cukup tinggi yakni mencapai lebih dari 50 persen. Namun, upaya mengatasinya kini masih sulit karena belum adanya regulasi dan infrastruktur yang mendukung.
“Limbah domestik berupa air dari sisa detergen dari sabun mandi dan cuci ini masih sulit diatasi. Hingga saat ini belum ada regulasi untuk mengatur itu dan infrastruktur juga masih sangat sedikit,” katanya.
Ulie menyontohkan, di beberapa negara Eropa, seperti Swedia, Belanda, bahkan di Asia ada Korea Selatan telah memiliki regulasi yang mengatur limbah domestik. “Di Eropa itu tidak hanya membeli air bersih saja yang harus membayar tapi juga membuang limbah cair dari rumah juga harus membayar,” katanya.
Di sana, pengolahan limbah domestik terintegrasi. “Ada IPAL (instalasi pengolahan air limbah) domestik yang ukurannya sangat besar untuk menampung limbah rumah tangga sebelum dibuang ke sungai. Untuk operasionalnya, warga pun membayar harus membayar iuran tiap bulan,” ungkapnya.
Menurutnya, upaya itu bisa diadopsi di kota besar seperti Surabaya sebagai percontohan agar kualitas air sungai bisa tetap terjaga. Pasalnya, saat ini kualitas air seperti di hilir Sungai Brantas di wilayah Kali Surabaya kondisinya kurang bagus walapun sudah ada sedikit peningkatan kualitas.
Untuk mengatasi limbah domestik ini, lanjutnya, tidak hanya tanggung jawab pemerintah. Masyarakat dalam hal ini juga harus ikurt bertanggungjawab menjaga kelestarian dan kualitas air sungai.
“Kalau buang sampah rumah tangga saja ada iuran, kalau buang limbah cair kenapa tidak bayar. Padahal air sungai ini menjadi air baku untuk konsumsi masyarakat, jadi kualitasnya harus dijaga bersama,” tuturnya.
Tak hanya limbah domestik dari rumah tangga. Selama ini, kata Ulie, limbah dari hotel, apartemen, dan rumah sakit juga belum terolah dengan baik. “Hanya sedikit hotel apartemen atau restoran yang mengolah limbah cairnya. Kebanyakan langsung dibuang ke drainase dan limbahnya mengalir ke sungai,” ujarnya.
Direktur Konsorsium Lingkungan Hidup, Imam Rochani mengatakan, untuk mengatasi limbah domestik memang masih sulit. Sebagai percontohan di bantaran Kali Surabaya sejak lima tahun terakhir sudah mulai dibangun IPAL komunal untuk menampung dan mengolah limbah domestik.
IPAL komunal domestik merupakan sarana berupa sumur atau tandon yang ditanam di tanah sejumlah sembilan bak. Untuk bak pertama berfungsi sebagai penampung awal air limbah rumah tangga. Setelah itu, disalurkan pada bak kedua dengan proses penjernihan hingga memasuki bak yang terakhir.
Pada proses di IPAL tersebut, dapat diketahui perbedaan limbah rumah tangga yang belum dan telah diolah. Pada bak satu, air masih tampak keruh dan berwarna kelabu, namun air hasil olahan pada bak kesembilan lebih tampak jernih dan bening. Air pada bak kesembilan tersebut yang nantinya disalurkan ke sungai.  [rac]

Rate this article!
Tags: