BLT Kenaikan BBM

Pemerintah menjamin APBN 2022 akan tetap tanggung, responsif, dan antisiptif (sampai akhir tahun). Walau dengan “kewajiban” penyediaan subsidi BLT (Bantuan Langsung Tunai) total senilai Rp 24,17 trilyun. Realita perekonomian nasional masih cukup baik, dengan pertumbuhan mencapai 5,44%. Sehingga seluruh komponen (pemerintah dan masyarakat) bersemangat dengan jargon “pulih lebih cepat bangkit lebih kuat.” Tekad yang mengalahkan segala ke-khawatir-an.

Kebangkitan menggelora, terutama dari ancaman resesi ekonomi global pasca pandemi. Tetapi realita pula, resesi ekonomi global mendorong harga berbagai bahan kebutuhan melonjak tajam. Terutama sumber energi (minyak), dan pangan. Berbagai negara mulai terancam inflasi tinggi. Tak terkecuali Amerika Serikat, dan negara-negara maju di Eropa. Inggris mencatat inflasi sebesar 10,1% (tertinggi selama 40 tahun). Serta inflasi Amerika Serikat, tercatat sebesar 8,5%. Di ASEAN inflasi tinggi dicatat Thailand (7,1%), Singapura (6,7%), dan Filipina (6,1).

Sedangkan Indonesia mencatat inflasi 4,94% (pada bulan Juli) tertinggi selama 80 bulan. Cukup miris, karena tercatat dari kelompok pangan memimpin laju inflasi (sampai 11,47%). Maka pemerintah (pusat) meminta setiap daerah menyediakan 2% alokasi dari DAU (Dana Alokasi Umum), dan DBH (Dana Bagi Hasil). Keduanya bagian transfer dari APBN. Maka wajar Presiden Jokowi mewanti-wanti Kementerian urusan Perekonomian, agar cermat mewaspadai inflasi. Serta meminta Kepala Daerah beserta Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) bisa bekerjasama dengan Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP).

Inflasi bulan Agustus mulai melandai, namun tetap masih tinggi (4,69%). Di atas harapoan pemerintah (kurang dari 4%). Pemerintah terpaksa menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) bersubsidi rata-rata sebesar 31%. Karena konsumsi Pertalite telah mencapai 29 milyar liter. Serta Solar subsidi mencapai 17,44 milyar liter. Bisa dipastikan inflasi bulan September akan melonjak lagi. Niscaya akan semakin menjepit perekonomian rakyat.

Kenaikan harga BBM, tidak bisa dihindari. Karena subsidi dan kompensasi energi tahun 2022, asalnya, dipagu sebesar Rp 152,1 trilyun. Tetapi telah membengkak menjadi Rp 502,4 trilyun (330%). Bisa mengancam “kemerdekaan” APBN 2022, dan APBN 2023. Harga BBM bersubsidi menggunakan patokan harga ICP (Indonesian Crude Price, harga minyak Indonesia) sebesar US$ 98,8 per-barel. Padahal realitanya, ICP sudah senilai US$ 105,- per-barel. Maka BBM bersubsidi “wajib” naik sampai nilai ICP mencapai US$ 75,-.

Maka pemerintah mengantisipasi dengan BLT (Bantuan Langsung Tunai) sebesar Rp 150 ribu per-bulan, selama 4 bulan. Saat ini terdapat 20,65 juta keluarga penerima manfaat yang dikategori miskin. Diharapkan bisa menyokong daya beli masyarakat. Total BLT akan senilai Rp 24,17 trilyun, bisa segera dicairkan pada bulan September. Selain BLT, pemerintah juga akan memberi subsidi upah khusus untuk kalangan buruh dengan gaji kurang dari Rp 3,5 juta. Subsidi upah sebesar Rp 600 ribu untuk empat bulan. Tetapi tidak mengurus subsidi upah.

BLT, dan berbagai subsidi, merupakan perlindungan sosial sebagai jaminan sosial. Konstitusi meng-garansi jaminan sosial sebagai hak asasi manusia (HAM). UUD pasal 34 ayat (2), menyatakan, “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.” Jaminan sosial yang tertulis dalam UUD ini, diadopsi dari falsaafah ideologi negara, Pancasila, sila ke-2, dan ke-5.

Sedangkan UUD pasal 28H ayat (3), menyatakan, “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.” Maka pemerintah (terutama Kementerian Sosial, dan Kemenaker) wajib seksama melancarkan BLT.

——— 000 ———

Rate this article!
BLT Kenaikan BBM,5 / 5 ( 1votes )
Tags: