BLT Versus Inflasi

Pemerintah bertekad menyelesaikan penyaluran BLT (Bantuan Langsung Tunai) dampak kenaikan harga BBM pada bulan (September) ini. Kenaikan harga BBM bersubsidi (rata-rata sebesar 31%) niscaya mendorong kenaikan tarif angkutan barang dan penumpang. Termasuk tarif angkut hasil bumi (sayur) dan ongkos pengangkutan hasil laut. Bagai efek domino, akan meningkatkan harga berbagai barang kebutuhan sehari-hari, semakin mahal. Berujung inflasi tinggi.

Realitanya, BI (Bank Indonesia) mencatat laju inflasi pada pekan ketiga sebesar 0,77 secara bulanan (month to month, mtm). Sampai sebulan September inflasi ditaksir sebesar 1,09%. Cukup miris. Karena naik 1,88% dibanding bulanan Agustus yang mencatatkan deflasi sebesar 0,21%. Sebelumnya, pada bulan Juli tercatat inflasi bulanan sebesar 0,64%. Inflasi bulan Juli tercatat sebagai yang tertinggi selama 80 bulan. Maka inflasi bulan September 2022 akan pecah rekor lagi.

Terasa wajar pemerintah menggelontor BLT. Termasuk kepada buruh yang berpenghasilan kurang dari Rp 3,5 juta per-bulan. Hampir seluruh komponen dalam perhitungan upah buruh, menunjukkan kenaikan. Kecuali biaya sewa rumah, dan harga sabun. Maka bisa dipastikan UMK (upah minimal Kabupaten dan Kota) akan naik cukup besar pada tahun 2023. Begitu pula tarif angkutan barang dan penumpang akan “menyesuaikan” lagi jelang akhir tahun 2022. Sehingga pemerintah wajib menjaga laju inflasi.

Pemerintah menjamin APBN 2022 akan tetap tangguh, responsif, dan antisiptif (sampai akhir tahun). Walau dengan “kewajiban” penyediaan subsidi BLT (Bantuan Langsung Tunai) total senilai Rp 24,17 trilyun. Realita perekonomian nasional masih cukup baik, dengan pertumbuhan mencapai 5,44%. Sehingga seluruh komponen (pemerintah dan masyarakat) bersemangat dengan jargon “pulih lebih cepat bangkit lebih kuat.” Tekad yang mengalahkan segala ke-khawatir-an.

Tetapi realita pula, kenaikan harga BBM bersubsidi nyata-nyata menaikkan tarif angkutan barang dan penumpang pada seluruh moda transportasi. Tarif penyeberangan lintas propinsi dan lintas negara (kelas ekonomi) rata-rata naik 12%. Moda transportasi Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) masih akan memperoleh subsidi khusus. Ditjen Perhubungan Darat juga telah menaikkan tarif bus AKAP (Antar klota Antar Propinsi), dan AKDP (Dalam Propinsi), rata-rata 33,61%.

Tarif angkutan darat menjadi sebesar Rp 159,- per-kilometer (semula Rp 119,- sejak taghun 2016). Disertai tarif batas atas Rp 207,- per-penumpang per-kilometer. Tarif batas bawah Rp 128 per penumpang per kilometer. Berlaku pada kawasan Indonesia barat (Sumatera, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat). Sedangkan kawasan Indonesia Timur (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua) berlaku tarif swedikti lebih mahal. Tarif angkutan barang (truk) juga naik rata-rata 25%.

Kenaikan tertinggi pada truk besar (roda 10) naik 25%. Truk sedang (roda 6) naik 23%. Serta truk kecil roda 4, naik 21%. Kalukulasi kenaikan tarif angkutan barang berdasar pada kenaikan (32%) harga solar bersubsidi. Semula Rp 5.150,- per-liter, menjadi Rp 6.800,-. Selain menyesuaikan harga BBM, tarif angkutan truk diharapkan bisa lebih menjamin kesejahteraan sopir truk. Karena seluruh keluarga terdampak kenaikan harga kebutuhan. Bahkan banyak keluarga sopir truk berhak menerima BLT.

Sebanyak 19 juta KPM (Keluarga Penerima Manfaat) akan tuntas menerima BLT sebelum akhir bulan (September 2022). Sisanya sekitar 1,6 juta sebagai KPM susulan perbaikan data. BLT merupakan hak masyarakat yang dijamin UUD. Pada pasal 28H ayat (3), dinyatakan, “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.” Maka pemerintah (terutama Kementerian Sosial, dan Kemenaker) wajib seksama melancarkan BLT.

——— 000 ———

Rate this article!
BLT Versus Inflasi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: