BNI Kembangkan Sektor Bisnis Kemaritiman

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Pelaku perbankan nasional, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk siap mengembangkan sektor bisnis kemaritiman pada tahun 2015 guna mendukung program pemerintah yang mulai mengoptimalkan besarnya potensi laut Indonesia.
“Upaya tersebut juga dikarenakan kemaritiman ini bahasannya sangat luas. Seperti sektor pariwisata, restoran, perikanan, dan lain-lain,” kata CEO BNI Wilayah Surabaya Dasuki Amsir, ditemui pada “Workshop dan Media Gathering 2015” di Surabaya, Selasa (17/2).
Untuk itu, ungkap dia, perseroan juga siap menyesuaikan kinerjanya pada tahun ini. Misalnya, dari sisi edukasi maupun sumber daya manusia (SDM) yang ada pada masa kini.
“Selain itu, kami tidak akan meninggalkan pengembangan bisnis di lima sektor yang pernah dimaksimalkan tahun 2014. Seperti di sektor perdagangan, hotel, restoran dan sektor pengolahan, pertanian, telekomunikasi, dan jasa usaha,” ujarnya.
Optimalisasi kemaritiman, jelas dia, juga tidak lepas dari banyak pengusaha perkapalan dan pelaku usaha maritim lainnya di Surabaya yang memperoleh biaya dari BNI.
Selain itu, pihaknya juga memiliki Kampung BNI di Brondong, Lamongan termasuk membangun Koperasi Mina Tani untuk membantu pendanaan bagi nelayan. “Besaran dana tergantung bagaimana kondisi bisnis mereka dan maksimal Rp100 juta,” ucapnya.
Di samping itu, tambah dia, ada pula penyaluran dana di daerah lain seperti Pacitan, Madura, dan Situbondo. Ada pula alokasi pembiayaan yang disalurkan di Banyuwangi di mana dari total kredit sebanyak 60 persen untuk kalangan nelayan.
“Pendanaan untuk nelayan ini masuk dalam kategori kredit ‘small medium enterprise’ (SME). Dengan harapan bisa mengubah kondisi nelayan dari prasejahtera menjadi sejahtera,” tuturnya.
Sementara itu, sebut dia, terkait keseimbangan ekonomi nasional maka kredit korporasi dan SME idealnya memiliki porsi yang sama atau masing-masing 50 persen. Segmentasi korporasi sebaiknya bisa tumbuh meskipun angka pertumbuhan tidak sebesar pasar SME.
“Akhirnya, komposisi penyaluran kredit korporasi dan SME berubah. Masalah risiko, itu berkaitan dengan pasar dan proses karena kelas di bawah Rp1 miliar butuh edukasi dan pembinaan khusus,” ujarnya.
Di sisi lain, lanjut dia, kondisi ekonomi beda tipis dengan politik di Indonesia. Jika politik terganggu maka situasi ekonomi ikut terpengaruh dan hal tersebut berbeda dengan di negara lain.
Akan tetapi, harus diingat sejak dilantiknya Presiden RI Joko Widodo maka kondisi sangat panas. Namun, dilihat dari sisi ekonomi di mana neraca perdagangan tumbuh dan nyaris tidak terjadi inflasi (deflasi). “Pengusaha cenderung cuek dengan politik. Bahkan pengusaha tetap berbisnis seperti normal,” tukasnya. [geh,ant]

Tags: