BNPT Lakukan Pendekatan Soft Approach Moderasi dari Sekolah

Dialog Moderasi Sekolah bersama BNPT-FKPT di Rays UMM Rabu (7/10) kemarin.

Malang, Bhirawa
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus melibatkan dunia pendidikan dalam penanggulangan merebaknya faham radikalisme, guna masifikasi aksi pencegahan tindakan terorisme.
Kasubid Pengawasan BNPT Chairil Anwar, saat membuka dialog Moderasi Sekolah di Hotel Rayz UMM, pada Rabu (7/10) kemarin mengatakan, selain melakukan proses penanggulangan terorisme dengan aspek penegakakan hukum secara tegas, BNPT juga melakukan pendekatan secara lunak dengan program – program yang berkonsepsi soft approach.
“Moderasi dari sekolah termasuk didalamnya upaya internalisasi nilai – nilai agama dan budaya di sekolah dalam menghadapi terorisme, merupakan bentuk penanganan radikalisme secara soft approach,” kata Chairil.
Chairil menyampaikan secara khusus, BNPT mendorong para guru dan pelaku sektor pendidikan untuk mengembangkan dan meningkatkan metode pengajaran pada materi pendidikan agama, agar siswa didik bisa sejak dini memahami proses moderasi atau menerima perbedaan, sehingga dapat hidup harmoni dalam perbedaan yang ada.
“Penguatan kapasitas para pengajar, guru agama untuk menyamakan persepsi tentang radikalisme dan terorisme, peta kerawanan serta cara menghadapinya secara benar. Kontek ini BNPT juga bekerja sama lintas sektor baik dengan Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan Nasional termasuk asosiasi guru,” ungkap Chairil.
Chairil menyebut, jika acara Moderasi dari Sekolah ini juga dilakukan pada 32 FKPT lainnya yang ada di Indonesia. Acara Moderasi dari sekolah ini tetap digelar dengan menggunakan Protokol Kesehatan (Prokes) secara ketat guna mencegah timbulnya penyebaran Covid 19.
Pada Kesempatan sama Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Jatim, Syamsuri menyatakan, pihaknya sangat senang dengan adanya kegiatan yang diinisiasi BNPT dan FKPT Jatim ini terkait moderasi dari sekolah ini.
“Langkah yang strategis ini mesti dilakukan lebih simultan menjadi lebih meluas spektrumnya hingga mencapai kabupaten dan kota di wilayah Jatim. Karena proses pencegahan radikalisme memang mesti masif dilakukan dari ranah pendidikan khususnya pendidikan agama,” kata Syamsuri.
Menurut Syamsuri, acara ini dihadiri oleh 80 orang Kepala Sekolah, Guru PAI SD/MI, SMP/MTs juga Guru Agama Kristen dan Hindu.
Ketua FKPT Jatim, Dr Hesti Armiwulan menyatakan, pihaknya tetap mengupayakan secara optimal pelibatan semua stakeholder dalam proses pencegahan radikalisme dan terorisme.
“FKPT Jatim yang merupakan bagian dari 32 FKPT secara nasional dan organ BNPT akan terus melakukan proses kerjasama dengan stakeholder strategis, guna masifikasi upaya pencegahan tindak radikalisme dan terorisme. Pada kesempatan ini para kepala sekolah, pengejar serta guru agama jadi target khusus untuk dikuatkan kapasitasnya guna terlibat aktif dalam pencegahan radikalisme,” ungkap Hesti.
Zastrauw Ngatuwi, salah satu nara sumber menyampaikan moderasi disebutkan sebagai proses menerima perbedaan secara ikhlas. ”Menerima perbedaan yang ada secara ikhlas sehingga bisa hidup bersama orang-orang yang memiliki perbedaan adalah pengertian harfiah dari moderasi,” ungkap staf pengajar Pasca sarjana Universitas Indonesia itu.
Lebih jauh, Zastrauw menegaskan, proses internalisasi nilai-nilai agama dan budaya memerlukan strategi khusus dan harus dimulai sejak dini khususnya di periode tumbuh kembang anak.
“Strategi internalisasi nilai – nilai agama sering dilakukan dengan pendekatan budaya, hal ini sebaiknya dilakukan saat masih anak – anak. Dulu proses pengenalan syariat agama baik Islam, Kristen, Hindu selalu dilakukan dengan penuh suka cita kepada anak – anak, sehingga anak sejak dini mengenal nilai – nilai spiritualitas dengan baik tanpa ada paksaan,” tegasnya. [mut]

Tags: