Bobroknya MKD Kita

Syaprin ZahidiOleh :
M. Syaprin Zahidi, MA
Dosen Pada Prodi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang dan Peneliti di Maycomm

Akhirnya Setya Novanto menunjukkan kedigdayaannya di DPR. Publik dapat melihat antiklimaks dari episode kasus “Papa Minta Saham” ini dengan dilangsungkannya sidang tertutup dalam pemeriksaan Setya Novanto pada kasus ini. Penulis menyebut digdaya karena dengan seenaknya Setya Novanto meminta persidangan ini tertutup karena alasan adanya hal-hal yang menyangkut data-data rahasia negara. Lalu yang menjadi pertanyaan apanya yang rahasia? Bukankah sudah jelas semuanya apa yang ada direkaman tersebut dan menunjukkan keterlibatan Setya Novanto dalam kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden.
Sungguh ironis melihat MKD bisa sangat tunduk pada ketuanya tersebut yang jelas-jelas sudah terbukti melanggar kode etik yang lebih menyedihkan lagi adalah para anggota MKD tersebut sehari sebelum persidangan Setya Novanto sudah “berkoar-koar” di salah satu acara Talk Show yaitu Mata Najwa yang di siarkan oleh Metro TV bahwa mereka akan lebih galak dari pada persidangan sebelumnya yang menghadirkan Sudirman Said dan Maroef Sjamsoeddin dan memastikan persidangan tersebut berjalan terbuka. Tapi yang terjadi jauh panggang dari api dan para anggota MKD yang terhormat tampaknya harus menjilat ludahnya sendiri karena sidang untuk meminta keterangan dari Setya Novanto akhirnya berlangsung tertutup.
Wajar jika pada akhirnya publik menjadi muak melihat perilaku para anggota MKD tersebut bahkan singkatan MKD yang awalnya adalah Mahkamah Kehormatan Dewan dipelesetkan menjadi Mahkamah Koncone Dhewe yang menunjukkan ketidakpercayaan publik yang sudah sangat akut kepada MKD. Rasa tidak percaya publik memang sudah tidak dapat dibendung karena kesan mengistimewakan Setya Novanto sudah sangat jelas terlihat. Berbeda dari dua persidangan sebelumnya yang terkesan memperlihatkan kedigdayaan MKD dalam menjalankan persidangan bahkan kesan mengintimidasi pelapor dan saksi terlihat dengan sangat jelas waktu itu. Namun, ternyata kesan kita dengan seriusnya MKD pada dua persidangan sebelumnya menjadi runtuh ketika pada persidangan Setya Novanto kedigdayaan MKD seakan runtuh dan tunduk pada apa kata ketuanya.
Episode-episode sidang MKD ini memang bisa dikatakan menarik perhatian publik dan sidang tertutup MKD menjadi episode pamungkas dari kenyataan bobroknya MKD kita yang harusnya menjaga muruah dari DPR ternyata telah mencoreng kehormatan DPR sendiri. Bahkan salah satu cendekiawan muslim Buya Syafi’i Ma’arif menyebut apa yang dilakukan oleh Setya Novanto dengan meminta persidangan MKD berlangsung tertutup dan masih saja mempersoalkan legal standing dari Sudirman Said yang tidak menjadi substansi dari kasus ini bagaikan burung unta di padang pasir hanya kepalanya saja yang bersembunyi tetapi tubuhnya terlihat.
Kalau misalkan Setya Novanto masih mempermasalahkan legal standing dari Sudirman Said menurut penulis itu sebenarnya alasan yang dibuat-buat saja karena sebenarnya permasalahan mengenai legal standing mengenai kepatutan dari Sudirman Said dalam melaporkan itu sudah di jelaskan oleh ahli bahasa yang diundang oleh MKD sendiri yang menyatakan bahwa Sudirman Said juga memiliki hak untuk melaporkan Setya Novanto karena ini berkenaan dengan pelanggaran etik dari anggota DPR.
idak adanya permasalahan dalam aspek legal Standing dari Sudirman Said sendiri juga sudah dijelaskan oleh Bivitri Susanti  (Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan) yang mengatakan bahwa kalau dilogikan karena MKD adalah Dewan Etik dan bukan pengadilan maka siapapun yang melihat pelanggaran kode etik dari anggota DPR bisa mengajukan anggota yang bersangkutan ke MKD. Dengan logika yang sama pula sebenarnya MKD bisa memeriksa anggotanya tanpa pengaduan. Jika dianalogikan dengan hukum maka siapa saja yang melihat pelanggaran hukum maka asasnya adalah wajib untuk melaporkan pelanggaran tersebut.
Dalam sidang MKD yang tertutup tesebut akhirnya dengan lantang Setya Novanto menyampaikan pembelaannya yang menyatakan “rekaman yang dimiliki oleh Saudara Maroef Sjamsoeddin diperoleh secara melawan hukum, tanpa hak, tanpa izin serta bertentangan dengan undang-undang.” Argumen Setya Novanto tersebut rupanya mendapatkan tanggapan dari dua komandan penegak hukum di Indonesia yang pertama adalah Badrodin Haiti (Kapolri) yang menyatakan “Rekaman bisa dilakukan oleh siapa saja sebagai dokumen pribadi atau sebagai langkah antisipasi jika terjadi masalah pada kemudian hari.” Di lain kesempatan HM Prasetyo (Jaksa Agung) menyatakan “Kami tidak mempermasalahkan legal atau tidak legal perekaman itu. Di era Modern ini, merekam itu identik dengan mencatat. Melakukan perekaman tidak harus minta izin dulu. Harus dibedakan merekam dengan menyadap.”
Dua argumen dari dua pemimpin korps penegak hukum diatas sudah menjadi argumen yang mampu meruntuhkan argumen tanpa alasan dari Setya Novanto diatas. Walaupun pada akhirnya mungkin Setya Novanto ternyata dinyatakan tidak bersalah oleh MKD dari sisi etik karena MKD masih mempermasalahkan aspek legalitas dari barang bukti rekaman tersebut yang oleh Setya Novanto di bantah mentah-mentah dan tidak mengakui isi dari rekaman tersebut. Namun, menurut penulis ini bukan akhir dari episode si Burung Unta (Setya Novanto) karena Riza Chalid sang saksi kunci lainnya belum memberikan kesaksiannya. Walaupun keberadaannya tidak lagi ada didalam negeri namun Kejaksaan Agung dan Polri sudah mengidentifikasi keberadaannya di luar negeri.
Jika pada akhirnya MKD terlihat ogah-ogahan untuk memanggil paksa si Riza Chalid demi melindungi ketuanya (Setya Novanto) dari bukti-bukti baru dalam kasus ini. Namun, menurut penulis korps penegak hukum Indonesia sudah mulai bergerak untuk membawa kembali Riza Chalid nantinya kedalam negeri demi menuntaskan kasus ini dan membawanya ke ranah pidana. Apa lagi sudah terlihat jelas kegeraman dari Presiden Jokowi terkait dengan pencatutan namanya ini sebagaimana yang dia ungkapkan pada Pers  “Saya tidak apa-apa dikatain Presiden gila! Presiden sarap, Presiden koppig, ndak apa-apa. Tapi kalau sudah menyangkut wibawa, mencatut meminta saham 11 persen itu yang saya gak mau! Gak bisa!”.
Kegeraman Presiden tersebut menurut penulis sudah menjadi isyarat kepada para penegak hukum untuk segera menuntaskan kasus ini. Biarlah MKD bobrok namun harapan kita dalam penuntasan kasus ini tetap ada di tangan Kejaksaan Agung, Polri dan KPK tentunya.

                                                                                                                 ——— *** ———

Rate this article!
Bobroknya MKD Kita,5 / 5 ( 1votes )
Tags: