Bonus Atlet Berprestasi

Tak percuma ke-megah-an Asian Games ke-18 digelar oleh Indonesia. Benar-benar membuktikan sebagai energi Asia mewujudkan persatuan dan kedamaian dunia. Wahana olahraga bisa menjadi “cermin” yang patut diteladani sebagai persaingan jujur dan adil. Persaingan olahraga menjadi simbol martabat negara, sekaligus prestasi yang menghibur. Walau sukses prestasi belum mencapai podium tertinggi. Namun perolehan medali bertambah.
Pemerintah menjanjikan bonus atlet sebesar Rp 1,5 miliar setiap medali emas. Juga bonus pelatih cukup besar (separuh bonus atlet binaannya). Diharapkan menjadi pemicu prestasi. Bonus ke-prestasi-an Asian Games 2018, merupakan “lombatan” pola pembinaan olahraga prestasi. Peraih medali perak juga memperoleh bonus (sebesar Rp 400 juta), dan medali perunggu (Rp 200 juta). Serta bonus lain, diantaranya pengangkatan menjadi pegawai negeri berstatus ASN (Aparatur Sipil Negara).
Peningkatan kesejahteraan atlet, terbukti bisa meningkatkan prestasi. Misalnya prestasi cabang olahraga Angkat Besi. Karena untuk meraih prestasi diperlukan latihan lagi dengan berbagai alat dan kecukupan gizi. Juga terus mengikuti pertandingan. Seluruhnya memerlukan biaya. Pemerintah saat ini mulai meretas pola pembinaan prestasi atlet berbasis kesejahteraan. Bukan sekadar berupa bonus saat meraih medali, melainkan juga melalui “gaji” atlet selama mengikuti kejuaraan.
Nominal honor bergantung pada prestasi atlet peserta pelatnas Asian Games. Yang telah memiliki prestasi internasional (dunia), diberi gaji Rp 15 juta per-bulan. Sedangkan atlet kelas regional mendapatkan honor sebesar Rp 8 sampai Rp 10 juta. Masih ditambah uang saku harian (selama Asian Games 2018) sebesar Rp 1 juta per-hari.
“Menjadi atlet (dengan prestasi) bisa sejahtera.” Ini bukan sekedar jargon dan janji pemerintah, melainkan harus diwujudkan. Pemerintah kini coba meretas prestasi olahraga melalui upaya berbasis kesejahteraan atlet. Itu upaya paling normatif, asali. Bahkan UU Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, pemerintah berkewajiban memajukan olahraga, terutama dalam hal pendanaan.
Masih terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2007 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Keolahragaan. Niscaya, bukan sekadar biaya mencapai prestasi internasional. Melainkan penghargaan terhadap atlet pasca-prestasi. Diharapkan dengan berbagai rewards tersebut, tidak ada lagi cerita seperti Marina Segedi, peraih medali emas pencak silat di SEA-Games 1981 yang harus menjadi supir taksi untuk membiayai kedua anaknya.
Begitu pula harus dicegah tragedi kisah Hapsani, peraih medali perak dan perunggu lari estafet 4 x 100 meter di SEA-Games 1981 dan 1983, yang menjual medalinya. Hapsani terpaksa menjual medali ke pasar loak di Jatinegara, untuk sekadar membeli makan. Seharusnya Hapsani bisa menjadi pelatih atau asisten palatih, sesuai pengalamannya meraih prestasi bisa ditularkan.
Pola pembinaan prestasi ke-olahraga-an berbasis kesejahteraan, memperoleh apresiasi atlet senior. Karena selama ini sangat banyak atlet ber-prestasi, terpaksa menjalani hidup sengsara pada masa tua. Disebabkan pola pembinaan oleh pemerintah masih sangat terbatas. Misalnya, peraih emas SEA Games 1982, Icuk Sugiarto, hanya memperoleh ucapan “terimakasih.”
Yang lebih tragis, peraih emas pembalap sepeda. Pada lomba Team Time Trial jarak 100 Km, SEA Games 1979 (di Malaysia), Suharto bersama tiga rekannya meraih emas. Kini Suharto, mengayuh becak. Pola pembinaan (penghargaan) terhadap atlet, bagai pepatah “habis manis sepah dibuang.” Padahal tidak mudah menjadi atlet profesional, dan berprestasi tingkat internasional.
Sambutan applause di lapangan setelah memenangkan pertandingan, sungguh sangat mem-banggakan. Lebih lagi pada even internasional yang biasa diliput berbagai media cetak dan elektronika. Jerih payah selama latihan (dan peng-asahan talenta) seolah terbayar. Tetapi tepuk-tangan saja, niscaya tidak cukup.

——— 000 ———

Rate this article!
Bonus Atlet Berprestasi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: