Bonus Siswa Hafidz

Indonesia memiliki banyak siswa dengan tingkat kecerdasan spiritual tinggi, sebagai insan unggul. Setiap tahun tak kurang dari dua ribu anak berusia 7 – 18 tahun, dinyatakan lulus hafal Al-Quran. Separuhnya dihasilkan pesantren dan TPQ (Taman Pendidikan Al-Quran) dari Jawa Timur. Namun hanya beberapa siswa (1%) melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi umum. Pemerintah sedang menggagas siswa penghafal Al-Quran bisa menjadi sarjana berbagai disiplin ilmu.
Sebanyak 1500-an (79%) siswa penghafal Al-Quran, melanjutkan pendidikan tinggi pada program studi keagamaan. Sisanya (10%) memilih menjadi guru mengaji di kampung. Karena itu Kementerian Pendidikan Tinggi (Kemendikti) memberikan “bonus” siswa penghafal Al-Quran bisa melanjutkan ke perguruan tinggi negeri tanpa tes. Terbuka untuk seluruh program studi. Termasuk Fakultas Kedokteran, MIPA, Hukum, maupun fakultas Ekonomi.
Siswa lulusan SMTA (SMU, MA, dan SMK) penghafal minimal 20 juz (dari 30 juz isi Al-Quran) bisa mendaftar ke berbagai PTN (Perguruan Tinggi Negeri) melalui jalur undangan. Pendaftaran melampirkan “ijazah” tashih (penguji hafalan) dari lembaga yang diakui pemerintah (Kementerian Agama di daerah). Sebenarnya, sudah banyak siswa penghafal Al-Quran menjadi mahasiswa di berbagai PTN, namun melalui tes jalur SBMPTN. Diantaranya, terbukti menjadi mahasiswa terbaik.
Menghafal Al-Quran, bukan hal mudah. Karena Al-Quran terdiri dari 6.666 ayat (kalimat). Proses penghafalan akan lebih cepat manakala dimulai pada usia lebih dini (4 tahun hingga 10 tahun). Diperlukan pembiasaan sekitar enam tahun belajar intensif, selama 8 jam sehari. Selain itu dibutuhkan moralitas mulia, membentuk kecerdasan spiritual. Terutama kesabaran, taat pada guru, sikap santun, ketelitian tingkat tinggi, dan kesukaan pada Al-Quran.
Maka menghafal Al-Quran merupakan prestasi luar biasa. Patut memperoleh penghargaan berupa fasilitasi kemudahan pendidikan. Juga patut memperoleh fasilitasi jaminan sosial. Diantaranya, Gubernur (terpilih) Jawa Timur Khofifah Indarparawansa, akan memberikan “honor” penghafal Al-Quran. Termasuk santri (pelajar) penghafal 10 juz, dan 20 juz. Serta beasiswa khusus penghafal Al-Quran yang masih sekolah.
Sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO, World Health Organization), spiritual quotient wajib menempati 50% porsi kecerdasan. Pertanda jiwa sehat, ditandai dengan kecerdasan instinct 30%, dan kecerdasan intelektual sebesar 20%. Tetapi biasanya, sering berlaku sebaliknya. Mayoritas orangtua mem-prioritaskan kecerdasan intelektual (IQ). Terbukti dengan makin maraknya lembaga bimbingan belajar (bimbel) khsusus matematika, fisika, biologi, dan kimia.
Rekomendasi kesehatan parimpurna WHO, sebenarnya sesuai dengan konstitusi Indonesia. UUD pasal 31 ayat (3), meng-amanat-kan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa … .” Tujuan pendidikan adalah keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia. Bukan kepintaran pada ilmu eksakta.
Amanat UUD dipertegas pada pasal 31 ayat (5), dinyatakan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.” Maka penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi wajib menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan.
Maka seluruh upaya pemerintah dalam bidang pendidikan, wajib bersinergi dengan altar ke-agamaan. Agar arah pendidikan tidak melenceng dari amanat konstitusi. Fasilitasi (pemberian honor, dan beasiswa khusus) pelajar penghafal Al-Quran, sesuai UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 5 ayat (4), dinyatakan hak khusus pelajar yang memiliki potensi dan bakat istimewa.
Siswa penghafal Al-Quran, bukan sekadar kecerdasan dan bakat istimewa. Melainkan juga garansi insan unggul yang dapat membentuk kesalehan sosial. Penghafal Al-Quran, merupakan aset nasional.

——— 000 ———

Rate this article!
Bonus Siswa Hafidz,5 / 5 ( 1votes )
Tags: