Bopda SMA/SMK Tetap Dianggarkan Meski Tidak Diserap

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Januari 2017 SPP Mulai Bayar
Surabaya, Bhirawa
Evaluasi Gubernur Jatim terhadap APBD Kota Surabaya tidak terlalu mendapat respon dari Pemkot Surabaya. Alokasi anggaran yang semula akan digunakan untuk Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (Bopda) bagi SMA/SMK tidak akan dihapus kendati tidak bisa dicairkan tahun depan.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menegaskan, hasil evaluasi Gubernur Jatim tidak jadi persoalan. Dana Bopda tetap dialokasikan untuk SMA/SMK sembari menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). “Nggak, nggak apa-apa. Jadi, ya tetap belanjanya begitu. Nanti cuma kita nggak serap sebelum ada putusan MK,” katanya saat ditemui di Universitas Airlangga (Unair), Kamis (29/12).
Selain dilarang menganggarkan Bopda, Gubernur Jatim juga menyarankan Pemkot Surabaya untuk mengalokasikan anggaran Bantuan Khusus Siswa Miskin (BKSM) jenjang SMA/SMK. Anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti berharap, Pemkot Surabaya membuat formulasi anggaran untuk membantu warganya dalam kondisi apapun. Tentu saja pola penganggaran ini harus menyesuaikan undang-undang yang ada. Di dalam pedoman penyusunan APBD 2017, lanjut Reni, pemerintah daerah tidak bisa menganggarkan dalam bentuk program dan kegiatan yang bukan menjadi wewenangnya.
“Yang tetap dianggarkan sekarang ini, dalam bentuk program dan kegiatan. Salah satunya adalah Bopda. Yang itu kemudian bisa menjadikan SMA/SMK gratis di Surabaya,” ujarnya.
Kalau seperti itu, lanjut Reni, berarti tidak boleh atau menyalahi. Kecuali, jika hasil MK nanti mengabulkan gugatan warga Surabaya atas UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengungkapkan, sebenarnya ada opsi yang bisa diambil Pemkot Surabaya untuk bisa membantu warganya. Sayangnya opsi itu tidak diambil. Opsi pertama berdasar Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang kemudian diubah menjadi Permendagri No 21 Tahun 2011. “Di pasal 47 itu ada formula Bantuan Keuangan Khusus (BKK). Ini bisa sebenarnya dimodel begini agar SMA/SMK gratis bisa berlanjut,” tuturnya.
Reni menjelaskan, BKK modelnya seperti Bopda selama ini. Dana yang berasal dari Pemkot Surabaya akan diserahkan ke Provinsi Jatim yang selanjutnya disalurkan ke SMA/SMK. Opsi kedua, lanjut dia, adalah melalui Bantuan Kepada Siswa Miskin (BKSM). “Ternyata kedua opsi tersebut tidak diambil Pemkot Surabaya,” jelasnya.
Dengan begitu, Pemkot Surabaya sebenarnya menginginkan SMA/SMK tetap dikelola sendiri.
Sementara itu, Kepala Dindik Jatim Dr Saiful Rachman mengungkapkan, tanpa dukungan dari daerah maka pemprov tidak akan menerapkan pendidikan gratis. Melainkan yang akan dijalankan ialah pendidikan murah dan gratis bagi siswa tidak mampu. “Kalau Pemkot Surabaya juga tidak mau mengalokasikan BKSM untuk warganya yang tidak mampu juga tidak apa-apa. Provinsi sendiri sudah menganggarkan Rp 64 miliar,” terang dia.
Anggaran tersebut, lanjut Saiful, akan digunakan semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan pendidikan siswa yang tidak mampu. Jumlah sasarannya akan menyesuaikan usulan dari tiap-tiap sekolah. “Setelah dilantik, kepala sekolah  akan memasukkan kebutuhan siswa tidak mampu itu dalam RKAS (Rencana Kerja Anggaran Sekolah),” kata Saiful.
Lebih lanjut Saiful menuturkan, dengan tidak adanya dukungan anggaran dari Pemkot Surabaya. Maka per Januari mendatang SMA/SMK di Surabaya akan menarik SPP. Aturan sebagai payung hukumnya sedang dibahas dan Januari akan rampung.
Untuk diketahui hasil evaluasi gubernur atas Perda APDB Kota Surabaya Tahun Anggaran 2017 akhirnya turun. Ada sejumlah catatan yang harus dievaluasi oleh Pemkot Surabaya. Salah satu yang ditunggu-tunggu adalah keputusan untuk boleh tidaknya untuk pola penganggaran pendidikan menengah yang sudah dikelola oleh pemerintah provinsi. Ternyata hasil dari evaluasi gubernur tersebut melarang untuk penggaran pendidikan menengah yang sudah dianggarkan pemkot sebesar Rp 500 miliar tersebut.
Hal itu dibenarkan oleh Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Masduki Toha. Poltiisi PKB ini mengatakan, ada poin yang menjadi evaluasi gubenur tepatnya di klausul nomor sepuluh. “Di sana disebutkan pemkot dilarang menganggarkan dana untuk pendididkan menengah atas. Sehingga dana sebesar Rp 500 an miliar itu harus dievaluasi penggunaannya,” kata Masduki.
Dalam evaluasi tersebut, memang pemprov tidak mencoret anggaran, melainkan hanya memberikan pelarangan penganggaran. Sehingga pemkotlah yang harus melakukan evaluasi atas mata anggaran yang dialokasikan sekitar Rp 500 miliar tersebut. Di mana yang termasuk di dalamnya adalah dana Bopda Rp 180 miliar. Sisanya adalah dana pembangunan gedung dan bantuan pendidikan untuk praktik siswa. “Dalam evaluasi itu juga disebutkan agar pemkot melakukan pengalihan penggunaan dana untuk kepentingan masyarakat,” imbuh Masduki. [tam,gat]

Tags: