BPBD Jawa Timur Koordinasikan Penanganan Bencana Kekeringan dan Karhutla

Kalaksa BPBD Provinsi Jatim-SubanWahyudiono (tenggah) saat rapat koordinasi penanganan darurat bencana dan karhutla. [oky abdul sholeh/bhirawa]

7 Kabupaten di Jatim Memasuki Awal Musim Kemarau
Surabaya, Bhirawa
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim melakukan strategi penanganan bencana kekeringan dimusim kemarau 2020 ini. Melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jatim, langkah awal dilakukan dengan rapat koordinasi (rakor) yang dihadiri seluruh BPBD Kabupaten/Kota terkait mapping (pemetaan) penanganan bencana kekeringan di masing-masing daerah.

Dihadiri kurang lebih 85 orang peserta dari BPBD Kabupaten/Kota di Jatim. Rakor penanganan darurat bencana kekeringan dan kebakaran hutan serta lahan (karhutla) ini tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Yaitu para peserta diwajibkan memakai masker dan mencuci tangan dengan sabun maupun hand sanitizer. Dan tetap memperhatikan aturan physical distancing.

Rakor dibuka langsung oleh Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Provinsi Jatim, Suban Wahyudiono, Kamis (9/7) di salah satu Hotel di kawasan Waru, Sidoarjo. Dengan ditandai penyerahan simbolis masker kesehatan kepada Bakorwil Malang, Bojonegoro, Magetan, Lumajang dan Sampang.

Suban menjelaskan, dari analisa Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pada April 2020 terdapat 7 Kabupaten di Jatim yang memasuki awal musim kemarau.

Ketujuh Kabupaten itu adalah Situbondo, Probolinggo, Banyuwangi, Bangkalan, Pacitan, Ponorogo dan Magetan. Musim kemarau sudah merata pada Mei hingga Juli 2020 di 31 Kabupaten/Kota di Jatim.

“Puncak kemarau terjadi pada Agustus tahun ini. Sehingga kami mengadakan rakor kesiapan siagaan BPBD Kabupaten/Kota dalam menghadapi kemarau tahun ini,” kata Suban kepada Bhirawa.

Startegi BPBD menghadapi kemarau, sambung Suban, langkah yang pertama adalah harus bekerja keras dalam menurunkan hotspot (titik panas) yang ada.

Sedangkan langkah atau jangka pendek yang dikkukan, yakni dengan membuat tandon-tandon air, droping air bersih. Sedangkan jangka menengahnya yang bisa dilkukan yakni dengan membuat waduk dan membuat sumur bor.

Dengan rakor ini, pihaknya memastikan melakukan mapping terhadap apa yang disampaikan BPBD Kabupaten/Kota. Rakor ini diakui Suban merupakan implementasi pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Yang menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam penanganan bencana di daerahnya.

“Dalam hal ini Pemerintah Provinsi hanya memberi bantuan, sifatnya pendampingan dan mensuport Kabupaten/Kota. Seharusnya penanganan bencana dilakukan secara pentahelix, bersama-sama dan gotong royong,” tegas Suban.

Masih kata Suban, berdasarkan data 2019. Di Jatim ada 31 Kabupaten/Kota, 236 Kecamatan, 798 Desa dan Kelurahan terdampak kekeringan. Dengan total droping air bersih sebanyak 186.750.000 liter yang di distribusikan ke masyarakat.

“Bahkan di 2019 ada tiga Kota yang tidak pernah terdampak kekeringan, tapi malah terdampak. Ketiganya adalah Kota Madiun, Kediri dan Blitar,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, ada empat macam tipe kekeringan. Pertama, Kekeringan Metereologis, yaitu disebabkan curah hujan kurang dan persediaan air tidak ada. Kedua, Kekeringan Hidrologis, yaitu banyak sumur dan sumber-sumber air yang kering.

Ketiga, Kekeringan Pertanian, yakni tidak mendapat aliran air dikarenakan sungai-sungai mengalami keringan. Dan terakhir adalah Kekeringan Sosial Ekonomi atau kekeringan yang menyangkut kebutuhan dasar masyarakat terhadap air bersih, baik untuk minum, memasak dan untuk mencuci.

Sementara Kekeringan Sosial Ekonomi dibagi menjadi tiga. Yakni Kering Langkah Terbatas, dimana persediaan air masyarakat per hari kurang lebih 30-60 liter dan mengambil air bersih maksimal 0-500 meter dari rumahnya.

Kedua, Sangat Kering atau disebut Kering Langka, yakni persediaan air masyarakat per hari hanya 10-30 dan mengambil air dengan jarak jauh 500-3.000 kilo dari rumah. Selanjutnya Kekeringan Sangat Kriti,syaitu persedian air masyarakat per hari kurang dari 10 liter, dan mengambil air dengan jarak sangat jauh, lebih dari 3 kilo. [bed]

Tags: