BPBP Jatim Berharap Pedoman Pengarusutamaan PRB Inklusif Dipergubkan

Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Jatim, Bambang Agus Legowo saat finalisasi Pedoman Pengarusutamaan PRB Inklusif

Pemprov Jatim, Bhirawa
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim menggodok Pedoman Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Inklusif. Memasuki tahap finalisasi, BPBD Jatim berharap pedoman ini bisa dimasukkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub).
“Hari ini (Rabu kemarin, red) pendalaman lebih banyak lagi mengenai pedoman ini. Kali ini tahap finalisasi, dengan harapan bisa ada pendalaman lagi dan matang. Target Pergubnya pada 2019 mendatang,” kata Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Jatim Bambang Agus Legowo, Rabu (21/11) di sela-sela Workshop Finalisasi Pedoman PRB Inklusif.
Bambang menjelaskan, selama ini belum ada panduan resmi dari teman-teman pusat terkait hal ini. Pihaknya berharap panduan ini berhasil dan bisa menjadi pedoman bersama. Sebab banyak hal yang penting dalam penanggulangan bencana, terutama pada pengarusutamaan PRB inklusif.
Selain itu, Bambang juga berharap semua lintas dinas atau OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang ada bisa lebih peduli lagi, sehingga penganggaran bisa dilakukan. Masih kata Bambang, sebetulnya anggaran itu sudah ada, tapi mereka belum tahu peranan mereka masing-masing dalam hal bencana.
“Semisal di Dinas Pendidikan yang ada Sekolah Luar Biasa (SLB). Sebetulnya salah satu kegiatan untuk penanganan kebencanaan juga ada. Jadi bisa mengedukasi atau memberikan pelatihan siaga bencana terhadap penyandang disabilitas pada murid SLB,” jelasnya.
Ditanya terkait keluhan BPBD daerah yang tidak dianggap penting, sehingga terpengaruh terhadap penganggaran, Bambang mengimbau adanya kepedulian terkait hal itu. Pihaknya melihat hal itu lebih kepada kepedulian dari Kepala Daerah setempat. Peran BPBD di daerah sama pentingnya dalam hal penanggulangan maupun pasca bencana.
“Ini lebih kepada masalah kepedulian. Misalnya ada kebakaran maupun gunung meletus, siapa yang menangani kalau tidak ada lembaga seperti ini (BPBD). Waktu tragedi Gunung Kelud yang dulu belum ada BPBD, setelah itu dibentuk BPBD. Berarti BPBD ini peranannya sangat penting,” tegasnya.
Disinggung mengenai BPBD mana yang bagus dalam penanganan bencana, Bambang mengaku rata-rata semuanya bagus. Yang terpenting, sambungnya, koordinasi masyarakat dan pemerintah setempat. Seluruh komponen perlu paham kalau ada ancaman bencana. Kalau di Jatim ada 12 macam ancaman bencana.
Memang, lanjut Bambang, ada sebagian bencana yang tidak bisa dideteksi. Hanya saja bencana banjir bisa dideteksi, kalau musim hujan pasti disertai dengan banjir. Dengan situasi alam seperti ini, seharusnya masyarakat mau memahami bahwasanya kita hidup dengan keadaan rawan bencana yang bermacam-macam ancamannya.
“Harapan dan doa saya semoga tidak ada bencana. Kalau memang ada, masyarakat bisa diajak bersama-sama menanggulangi bencana tersebut. Seperti adanya Desa Tangguh Bencana (Destana) yang membantu dalam hal menanggulangi bencana,” pungkasnya. [bed]

Tags: