BPJS, Dilanjut atau Ditinjau Ulang?

Sayekti SuindyahOleh:
Dr Sayekti Suindyah D
Dosen  Universitas Darul ‘Ulum Jombang

Sejak tahun 2013, masyarakat sudah mendengar istilah Jaminan Kesehatan yang disebut dengan BPJS. Saat itu masyarakat mengenal tentang BPJS hanya khusus orang miskin yang dananya bersumber dari pemerintah. Tahun 2014, mulailah dilakukan sosialisasi oleh pihak BPJS kepada masyarakat agar lebih mengenal tentang BPJS atau Jaminan Kesehatan Nasional.
Dasar hukum yang digunakan untuk oleh Pemerintah untuk memberlakukan Jaminan Kesehatan bagi seluruh warga negaranya adalah pasal 28 H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dan pasal 34 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UUD 45 yang telah diamandemen. Sedangkan yang menyebutkan secara eksplisit tentang pelayanan kesehatan yang harus diterima oleh masyarakat termaktub dalam pasal 28 H ayat (1) UUD 45 yang telah diamandemen yang berbunyi ” setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperolah pelayanan kesehatan”. Pasal ini sudah gamblang bahwa setiap masyarakat Indonesia berhak untuk mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah. Pemerintah harus dan wajib menyediakan pelayanan kesehatan, ini diatur dalam pasal 34 ayat (3) UUD 45 yang telah diamandemen. Bunyi pasal tersebut sebagai berikut “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.
Pengertian Jaminan Sosial menurut UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah salah satu bentuk perlindungan social untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup dan pekerjaan yang layak. Jaminan social dalam hal ini berhubungan dengan kompensasi dan program kesejahteraan yang diselenggarakan pemerintah untuk rakyatnya. Mendasarkan pada UU tersebutlah kemudian pemerintah mengeluarkan UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS, yang bertugas antara lain: (a) memungut iuran program jaminan social, (b) menerima bantuan iuran program jaminan social, (c) mengelola dana jaminan social peserta berdasarkan prinsip-prinsip jaminan social yang menjadi tanggungjawabnya, (d) menempatkan dana jaminan social untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana dan hasil yang memadai, (e)  melakukan inspeksi, control dan menghentikan pelayanan atau pemberian manfaat jaminan social kepada peserta dari pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang, (f) membuat kesepatan dengan asosiasi pemberi pelayanan kesehatan tingkat nasional maupun tingkat daerah mengenai besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan, (g) membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan pemberi pelayanan kesehatan, (h) melaoprkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidak patuhan dalam pembayaran iuran dan pendaftaran pekerja lebih dari 3 (tiga) bulan.
UU No 24 Tahun 2011 Tentang BPJS menyebutkan beberapa hal sebagai berikut: (a) Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh BPJS untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan social. (b) Manfaat adalah faedah jaminan social yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya. (c) Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan social. (d) Dewan Pegawas adalah organ BPJS yang bertugas melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengurusan BPJS oleh direksi dan memberikan nasihat kepada direksi dalam penyelenggaraan program jaminan social. Salah satu wewenang BPJS adalah menagih pembayaran iuran.
Untuk menjalankan secara tehnis dilapangan terhadap UU tentang BPJS, maka oleh Presiden dikeluarkanlah Perpres No 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.  Dalam Perpres tersebut  yang disebut dengan jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan kesehatan adalah fakir miskin dan orang yang tidak mampu sebagai peserta program jaminan kesehatan.
Peserta Jaminan Kesehatan meliputi: (a) PBI jaminan kesehatan, yaitu meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu, (b) bukan PBI, yaitu pekerja penerima upah, pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, bukan pekerja dan anggota keluarganya. Dalam Perpres tersebut juga  mengatur tentang jatuh tempo pembayaran iuran tersebut. Pembayaran tersebut dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dan bila terlambat membayar akan dikenakan denda 2 (dua) persen oleh pemberi kerja.
Setelah mencermati UU dan Perpres tentang Jaminan Kesehatan ada beberapa hal yang  janggal dalam pemberian sosialisasi tentang BPJS dari pihak BPJS itu sendiri, antara lain: (a) Sosialisasi yang dilakukan oleh pihak BPJS kurang jelas dalam memberikan penjelasan pada point-point yang penting, contohnya bagaimana jika masyarakat yang termasuk golongan fakir dan miskin yang terdaftar dalam BPJS sebagai peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) mengajukan klaim untuk berobat bila mereka sakit. (b) Berapa besarnya dana yang disediakan oleh pemerintah untuk setiap orang fakir miskin yang mengalami sakit dan harus dirawat dengan fasilitas yang didanai oleh BPJS. (c) Bagaimana jika peserta BPJS yang harus dirawat itu rumahnya jauh dari puskesmas dan lebih dekat dengan rumah sakit, apakah pasien ini tidak bisa dibiayai oleh BPJS karena telah masuk ke rumah sakit terlebih dahulu dengan tanpa membawa rujukan dari puskesmas. (d) bagaimanakah jika pasien yang rumahnya jauh dari puskesmas itu adalah orang fakir miskin yang pembayaran BPJSnya dibayar oleh pemerintah. Bila pasien tersebut sudah terlanjur masuk rumah sakit dan dicatat sebagai pasien oleh rumah sakit, apakah ini tidak bisa dibiayai oleh BPJS karena tidak membawa rujukan dari puskesmas. Lalu kemanakah dana yang harusnya dikeluarkan untuk membayar pengobatan pasien tersebut, apakah masih bisa tersimpan di BPJS dan berapa orangkah yang mengalami kasus seperti ini? Berapa pula nilai rupiah yang harus tersimpan karena tidak terbayarkan tersebut? (e) Pengenaan denda 2 persen dari total jumlah iuran yang terlambat harus dibayar (lebih dari tanggal 10 tiap bulannya) itu hanya dikenakan pada peserta yang menerima upah dan iurannya dibayar oleh pemberi kerja, tetapi dalam sosialisasi dijelaskan bahwa denda 2 persen dikenakan pada semua peserta BPJS dengan alasan bila tidak dikenakan denda, maka peserta yang sudah sehat tidak mungkin akan mau membayar. Harusnya pemerintah tahu atau memberikan solusi yang lain bukan pengenaan denda untuk keterlambatan pembayaran kepada para peserta BPJS. (f) denda sebesar 2 persen yang dibayarkan oleh pemberi kerja apakah juga akan digunakan untuk membayar kesehatan masyarakat? Ataukah ada pembukuan lain terhadap pengenaan denda tersebut? (g) Dalam sosialisasi belum terbaca adanya data tentang berapa jumlah dana yang sudah terkumpul dari masyarakat sebagai peserta BPJS dari berbagai kelompok tersebut. Hanya disebutkan data tentang JAMKESMAS, JAMKESDA, perusahaan menjaminkan karyawannya sendiri, ASKES PNS, JPK JAMSOSTEK, Commercial insurance, dan TNI/POLRI/PNS KEMHAN tahun 2013 yang pada tahun 2014 akan dialihkan ke BPJS. (h) dalam peraturan perundang-undangan disebutkan bahwa BPJS bertanggung jawab kepada Presiden kenapa tidak kepada public? (i) disebutkan dalam UU No 24 tahun 2011, bahwa Dewan Pengawas BPJS adalah berasal dari orang-orang BPJS sendiri, bagaimana dengan tingkat transparansi dan akuntabilitas dari pengawasan tersebut. Ini berkaitan dengan dana jaminan kesehatan dan ketenagaan kerjaan masyarakat Indonesia yang jumlahnya tentunya sangat besar. Karena yang diatur hanya BPJS bertanggung jawab kepada Presiden. Kenapa bukan kepada public juga? (j) Status BPJS dalam aturan yang kurang jelas. Hanya dinyatakan statusnya badan hukum. Apakah BPJS adalah lembaga di bawah naungan pemerintah secara langsung atau lembaga independen yang pertanggungjawabannya kepada Presiden. (k) Adanya perbedaan ASKES dan BPJS terlalu mencolok bila yang mendapatkan kartu askes adalah bapak, maka istri dan anak-anaknya bisa mendapatkan/menggunakan kartu tersebut untuk berobat dan rawat inap. Apakah hal ini juga berlaku untuk BPJS? Bila yang bayar itu adalah bapak sebagai kepala keluarga apakah istri dan anak-anaknya juga bisa menggunakan kartu tersebut? Ini belum ada penjelasan dalam sosialisasi tersebut.
Kenyataan lain yang terjadi di lapangan adalah: (a) pasien BPJS khususnya orang miskin mengalami berbagai kesulitan dalam mengurus pembiayaan BPJS, karena mereka kadang sudah mendapat rujukan dari puskesmas tetapi ditolak oleh rumah sakit dengan alasan kamar penuh, (b) Bagi pasien yang berasal dari keluarga miskin yang belum memiliki kartu BPJS mengalami kesulitan dalam mengurus BPJS karena mereka tidak memiliki uang yang harus dibayarkan untuk iuran akhirnya mereka membawa pulang keluarga mereka yang sakit karena mereka tidak mampu lagi membiayai pasien tersebut. (c) bagi keluarga  miskin apabila sakit kemudian langsung dibawa ke rumah sakit dan sudah ter regristasi sebagai pasien di rumah sakit tersebut, kemudian kalau bilang akan mengurus BPJS, maka akan ditolak oleh pihak rumah sakit.
Harusnya pemerintah peka terhadap kejadian-kejadian yang berkaitan dengan Jaminan Kesehatan bagi seluruh warga yang dikomandani oleh BPJS. Harusnya segera dilakukan evaluasi oleh pemerintah, apakah program tersebut sudah mengenai tujuan dan sasaran khususnya bagi masyarakat fakir miskin apakah sudah sesuai dengan pasal 34 ayat (2) UUD 45 yang telah diamandemen.
Kalau sudah dilakukan evaluasi terhadap program tersebut, maka yang perlu juga menjadi pertimbangan apakah program Jaminan Kesehatan melalui BPJS tetap dilanjutkan atau ditinjau ulang peraturan perundang-undangannya dan pelaksanaannya, agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat bangsa ini. Pemerintah harus bisa mewujudkan dari pasal 28 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) serta pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) UUD 45 yang telah diamandemen.

                                                                                 ————————- *** ————————-

Rate this article!
Tags: