BPJS Kesehatan Jawa Timur Alami Defisit

BPJS-PayahSurabaya, Bhirawa
Saat ini Badan  Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan Jatim  mengalami defisit angggaran. Pengeluran yang dikeluarkan untuk membiayai orang sakit lebih besar daripada pemasukan iuran premi per bulan dari peserta BPJS Kesehatan.
“”Pemasukan kita hingga bulan Desember 2015 sebasar Rp 6,2 triliun, akan tetapi pengeluaran BPJS Kesehatan mencapai angka Rp 7,46 triliun,” ungkap, Kepala Divisi Regional BPJS Kesehatan Jatim Mulyo Wibowo (30/12).
Menurut Mulyo tingginya pengeluaran BPJS Kesehatan dikarenakan beberapa hal, yaitu banyak dari pasien yang berobat ke rumah sakit berasal dari luar Jatim. Selain itu juga masih banyak peserta BPJS Kesehatan yang tidak tertib dalam melakukan pembayaran per bulannya.
”Yang jadi masalah di sini adalah pasien yang berobat dari luar Jatim angkanya cukup tinggi, sehingga BPJS Kesehatan harus menanggung biaya perawatan dan pengobatan selama mereka dirawat,” ujarnya.
Dikatakannya, pasien luar Jatim yang berobat di Jatim hanya memanfaatkan pelayanan rumah sakit, sedangkan untuk pembayarannya mereka membayarkan di kantor BPJS di daerahnya.
”Jadi dari pasien luar Jatim itu tidak ada pemasukan iuran ke BPJS Kesehatan Jatim tidak ada sama sekali, dan ini yang menjadikan beban bagi BPJS Kesehatan Jatim,” ucapnya.
Mulyo menyatakan, sebagai daerah yang memiliki rumah sakit unggulan, wajar jika Jatim dijadikan rujukan bagi rumah sakit lain dari luar Jatim. Di Jatim ada rumah sakit Soetomo, rumah sakit ini sampai sekarang menjadi rumah sakit rujukan bagi rumah sakit Indonesia bagian timur.
Ke depan Mulyo berharap, dengan banyaknya pengeluaran yang dikeluarkan untuk pembiayaan pasien BPJS Kesehatan tidak membuat BPJS Kesehatan Jatim rugi. Menurutnya, dengan status badan nir laba BPJS Kesehatan tidak memperhitungkan untung dan rugi. ”Yang penting bagi BPJS Kesehatan memberikan pelayanan terbaik,” tegasnya.
Perlu diketahui, sampai pertengahan bulan Desember 2015 jumlah peserta BPJS Kesehatan di Jatim mencapai 21.762.766 jiwa dari target yang sebesar 23.589.758 jiwa, itu berarti ketercapian dari target hanya sebesar 92,26 persen. Jika dibandingkan dengan total penduduk Jatim yang sekitar 38 juta, berarti 57 persen dari penduduk sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan.
“Kami targetkan tahun 2019 semua penduduk di Jatim secara keseluruhan sudah menjadi peserta BPJS dan rumah sakit yang ada di Jatim sudah bekerjasama dengan BPJS,”tambahnya.
Jangan Bedakan Pasien
Sementara Wakil Gubernur Jatim Drs H Saifullah Yusuf meminta rumah sakit tidak membeda-bedakan antara pasien BPJS (Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial) Kesehatan dengan pasien umum. Jika hal itu dilakukan, tidak ada lagi alasan masyarakat untuk tidak mendaftar BPJS.
“Kita akan berupaya meningkatkan terus jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan. Kita targetkan pada 2019 sudah 100 persen masyarakat Jatim menjadi anggota BPJS,” kata Wagub Saifullah Yusuf, usai rapat koordinasi pelaksanaan BPJS di Kantor Gubernur Jl Pahlawan Surabaya, Rabu (30/12).
Gus Ipul, sapaan lekat Saifullah Yusuf mengakui, selama ini memang banyak peserta BPJS yang baru mendaftar ketika sakit. Padahal pencegahan sejak dini harusnya bisa dilakukan masyarakat. Sehingga saat sakit tidak perlu bingung mengenai biaya pengobatan, karena sudah ditanggung BPJS.
Saat ini, lanjut Gus Ipul, keanggotaan BPJS mengalami peningkatan sebanyak 2 juta orang, jika dibanding 2014 lalu yang mencapai 19 juta orang. “Kita ingin jumlah ini akan terus meningkat, mengingat BPJS Kesehatan ini sangat penting bagi masyarakat,” ungkapnya.
Sementara itu, BPJS Kesehatan Jatim mencatat baru 57 persen atau sekitar 21,7 juta jiwa warga yang sudah mendaftarkan diri dalam program asuransi BPJS. “Dari jumlah ini 1,6 juta terdaftar mandiri, 14 juta dibayari pemerintah pusat serta 570 ribu dibayari pemerintah daerah,” kata Kepala BPJS Kesehatan Divisi Regional VII Jawa Timur Mulyo Wibowo.
Dari peserta mandiri, 35 persen diantaranya saat ini sudah tidak lagi aktif membayar iuran. Padahal, untuk mempermudah proses pembayaran, BPJS telah bekerjasama dengan minimarket, serta kantor pos untuk mempermudah bayar iuran.
“Memang banyak yang ketika sembuh dari sakit tidak lagi aktif bayar. Namun sebagian dari mereka juga tidak bayar karena memang tidak mampu. Khusus untuk peserta mandiri yang tidak mampu, BPJS telah mengusulkan untuk dicover pemerintah,” katanya. [dna.iib]
[dna]

Tags: