BPJS Kesehatan Tanggungjawab Pemerintah

Gubernur-Jatim-Dr-H-Soekarwo-saat-mengkomentari-fatwa-haram-MUI-Pusat-terkait-BPJS-Kesehatan-Rabu-[29/7].-[abednego/bhirawa].

Gubernur-Jatim-Dr-H-Soekarwo-saat-mengkomentari-fatwa-haram-MUI-Pusat-terkait-BPJS-Kesehatan-Rabu-[29/7].-[abednego/bhirawa].

Surabaya, Bhirawa
Gubernur Jawa Timur Dr H Soekarwo merespon fatwa  Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk penyelenggaraan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Menurutnya, pemberian jaminan kesehatan untuk warga miskin merupakan tanggungjawab Pemerintah, namun demikian fatwa MUi tersebut juga harus direspon.
Gubernur  Soekarwo mengaku akan menyampaikan hal itu ke Pemerintah pusat. “Secapatnya akan saya sampaikan ke Pemerintah pusat kalau jaminan kesehatan itu penting,” tegas Gubernur Jatim Dr H Soerkarwo usai menghadiri Silaturahmi Kerukunan Umat Beragama di Gedung Balai Prajurit Kodam V Brawijaya, Rabu (29/7).
Dijelaskan pria yang akrab disapa Pak De ini menjelaskan, nantinya Pemerintah pusat harus membicarakan kembali terkait sikap apa yang akan diambil untuk menyikapi fatwa MUI  tersebut. Dari pembicaraan itu, diharapkan jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin masih tetap ada dari pemerintah.
“Kita lihat nantinya, sikap apa yang diambil Pemerintah pusat. Apakah diganti atau bagaimana ? yang jelas jaminan kesehatan untuk masyarakat harus tetap ada,” ungkapnya.
Terkait fatwa haram BPJS Kesehatan oleh MUI, Soekarwo menghimbau agar masyarakat miskin tidak terlalu khawatir dengan hal itu. Sebab, jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin akan tetap disediakan oleh Pemerintah. Jadi, masyarakat harus percaya akan hasil dari kebijakan yang diambil Pemerintah.
“Masyarakat jangan terlalu resah akan fatwa tersebut. Pemerintan pasti bertanggungjawab atas jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin,” katanya.
Untuk Provinsi Jawa Timur, lanjut Pak De, Pemerintah masih mempunyai Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) untuk masyarakat miskin di tingkatan Jawa Timur. Sehingga, masyarakat miskin akan tetap mendapatkan jaminan kesehatan.
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur Abdussomad Buchori menambahkan, pihaknya (MUI Jatim) belum dapat salinan fatwa haram untuk BPJS tersebut dari MUI pusat. Namun, Abdussomad mengatakan, bila penyelenggaraan BPJS dirasa merugikan maka sudah dipastikan haram.
“Setiap fatwa yang dikeluarkan MUI, hal itu merupakan hasil penelitian mendalam yang kemudian jika ditemukan unsur merugikan maka akan diberikan fatwa haram,” tambahnya.
Sebagaimana diberitakan, Majelis Ulama Islam (MUI) menyatakan penyelenggaraan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tak sesuai dengan prinsip syariah. Pemerintah diminta untuk membenahi pelaksanaan BPJS Kesehatan ini agar lebih syariah.
Sebab, penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad di antara para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syariah. Didalam BPJS mengandung unsur gharar, maisir, dan riba.
Beberapa poin BPJS yang disoroti MUI dalam fatwanya di antaranya ketika terjadi keterlambatan pembayaran iuran untuk pekerja penerima upah, maka dikenakan denda administratif sebesar dua persen per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu tiga bulan. Denda tersebut dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh pemberi kerja.
Sementara keterlambatan pembayaran iuran untuk peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar due persen per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu enam bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.
Atas hal tersebut, MUI menyatakan penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak tidak sesuai dengan prinsip syariah, karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba. [bed]

Tags: