BPKN Temukan Banyak Keluhan Terkait Layanan BPJS

Karikatur BPJS(Surabaya Minta Peningkatan Layanan)
Surabaya, Bhirawa
Berdasarkan pantauan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), terhadap masalah perlindungan konsumen pada layanan pasien program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ternyata masih banyak ragam reaksi atas permasalahan di lapangan yang menjadi keluhan.
Menurut Wakil Ketua BPKN Dr Yusuf Shofie SH MH, beberapa layanan BPJS yang ada keluhan diantaranya masih banyak pasien BPJS yang ditolak rumah sakit. Penolakan rumah sakit itu seperti untuk mendapatkan kamar perawatan, intensive care unit (ICU), pediatric intensive care unit (PICU) atau neonatal intensive care unit (NICU).
“Alasan penolakan yang disampaikan rumah sakit ke pasien seperti kamar penuh, sementara di beberapa rumah sakit lainnya memiliki banyak kamar yang kosong. Hal ini menunjukkan kurangnya koordinasi dan informasi antar rumah sakit yang menerima pasien peserta BPJS. Sehingga banyak pasien yang dalam keadaan sakit parah sekalipun harus mencari sendiri rumah sakit yang masih memiliki kamar kosong,” kata Yusuf, saat Forum Komunikasi Penanganan Pengaduan yang diadakan BPKN, di Surabaya, Selasa (29/3).
Selain masalah itu, lanjutnya, masih banyak pasien yang harus membeli obat dan darah sendri, padahal seharusnya discover atau disediakan BPJS. Lalu, pasien juga diharuskan untuk pulang sebelum sembuh karena paket Indonesian Case Base Groups (INA CBGs)-nya sudah habis.
“Ada pula keluhan pasien yang harus masuk daftar tunggu cukup panjang untuk diambil tindakan operasi dan adanya diskriminasi antara pasien BPJS dengan pasien umum,” katanya.
Tak hanya persoalan di lapangan yang dihadapi pasien, jelas Yusuf, skema coordination of benefit (CoB) atau mekanisme koordinasi manfaat, pelaksanaannya sampai saat ini juga belum jelas. Banyaknya masalah yang dialami peserta BPJS kesehatan di rumah sakit atau faskes lainnya merupakan bukti bahwa tingkat kesadaran masyarakat terhadap program JKN yang dikelola BPJS masih sangat rendah.
“Hal ini disebabkan kurangnya informasi kepada masyarakat tentang BPJS itu sendiri, karena tingkat kesadaran berkorelasi kuat pada pengetahuan tentang hak dan kewajiban pasien BPJS. Hak dan kewajiban paasien peserta BPJS Kesehatan harus dipahami agar tidak menimbulkan masalah di masa mendatang,” paparnya.
Sementara itu, Guru Besar Pusat Studi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof Dr dr Hasbullah Thabrany MPH, dalam kesempatan yang sama juga mengatakan, prinsip dasar jaminan kesehatan adalah menggotong biaya berobat bersama atau dikenal juga dengan istilah risk pooling. Karena dana yang digunakan merupakan hasil pengumpulan yang dipikul bersama oleh masyarakat.
“Pelaksanaan layanan kesehatan BPJS perlu mendapatkan perhatian dari banyak pihak, serta perlu sosialisasi edukasi kepada masyarakat. Khususnya terkait informasi tentang hak dan kewajiban peserta BPJS Kesehatan,” katanya.
Menurut dia, program JKN sebagai program publik sudah berjalan tapi masih belum mulus. Banyak ketimpangan, transparansi penyelenggaraan, mulai dari pengaturan pelaksanaan masih jauh dari harapan. “Besaran bayaran belum mendukung keadilan sosial, dan hak peserta yang berkeadilan masih jauh dari harapan. Peserta sering tidak mendapat haknya. Ketersediaan fasilitas kesehatan belum cukup merata,” tandasnya. [ma]

Tags: