BPN Sidoarjo Optismis Selesaikan 11.500 Sertifikat

Sidoarjo, Bhirawa
Meskipun sudah banyak terjadi, oknum kepala desa terjerat kasus Pungutan Liar (Pungli) atas kepengurusan sertifikat melalui Prona (Program Nasional) dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang, BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kab Sidoarjo tetap optimis akan selesaikan Prona sebanyak 11.500 sertifikat masal di tahun 2017 ini.
Untuk menjalankan Prona itu, BPN Sidoarjo sudah melakukan pendekatan dan sosialisasi proses kepengurusan sertifikat masal kepada seluruh kepala desa se Kab Sidoarjo, dengan harapan agar tak ada lagi kasus Pungli yang terjadi belakangan ini. Hal ini ditegaskan Kepala BPN Sidoarjo, Dalu Agung Darmawan, Selasa (25/4) saat menjaga stand BPN di Gelar Pameran OTODA XXI di Alun-alun Sidoarjo.
Menurutnya, kalau pelayanan publik BPN Kab Sidoarjo terus ditingkatkan, diantaranya dengan mengikuti event pameran seperti ini. Diharapkan masyarkat mengetahui kepengurusan seritifikat yang benar, dan tepat sasaran tanpa ada Pungli. Untuk itu, BPN Sidoarjo terus berupaya memberikan pengertian kepada masyarakat Sidoarjo agar berhati-hati dalam melakukan proses kepengurusan sertifikat. ”Meskipun mengikuti jalur Prona, yang sekarang berganti menjadi PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap),” katanya.
Program PTSL dalam kepengurusan sertifikat masal secara gratis, yang digagas  Kementerian Agraria dan Tata Ruang, yang dilaksanakan oleh BPN ini, ternyata dimanfaatkan oknum perangkat desa dengan pasang harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah yang dibebankan kepada pemohon. ”Padahal program ini gratis, biayanya sudah dibebankan kepada pemerintah pusat,” tegas Dalu.
Dari kasus itulah, perangkat desa banyak yang terjerat masalah hukum, dikenai pasal Pungli. ”Jadi untuk besaran biaya pelayanan pembuatan sertifikat sudah diatur dalam PP Nomor 128 tahun 2015 tentang Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku,” terang Dalu.
Lanjutnya, polemik terjadinya Pungli seritifikat masal ini dipucu adanya biaya pelayanan penyelesaian sertifikat di desa-desa yang bervariasi, mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Maka dihimbau kepada perangkat desa untuk tidak memasang harga yang tinggi, karena biaya selain sertifikat itu dibebankan pada pemohon. Diantaranya untuk membeli patok, materai dan kepengurusan hak waris.
Namun jika pihak desa masih tetap memasang harga yang cukup tinggi, maka program Prona ini sudah dimanfaatkan oknum perangkat desa dengan melakukan Pungli. ”Jika ini dibiarkan, program Prona dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional akan menemui kendala,” pungkas Dalu. [ach]

Tags: