BPOM Pusat Diminta Tidak Batasi Daerah Awasi Obat

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Peredaran obat palsu menjadi ancaman bagi Jawa Timur. Jika tidak selektif dalam mengawasi peredaran obat, maka obat-obat palsu bisa masuk ke Jatim.
Anggota Komisi E DPRD Jatim dr Benyamin Kristianto MARS mengatakan selama ini kinerja BPOM Surabaya kurang maksimal, sehingga kontrol terhadap peredaran obat-obat tidak maksimal. Mengingat BPOM Surabaya menunggu putusan dari BPOM pusat ketika mau melakukan penyisiran obat.
Selain itu, selama ini hasil temuan di daerah selalu dibawa ke pusat terlebih dulu.Dengan begitu, semua temuan tersebut tergantung dari keputusan dari pusat.
“Tidak harus dibawa ke pusat, sehingga apa-apa semua tergantung pusat. Mestinya level daerah bisa memutuskan sendiri,” ujar politisi asal Partai Gerindra Jatim ini, Kamis (15/9).
Karena itu ke depannya BPOM pusat diminta tidak lagi membatasi wewenang BPOM daerah untuk melakukan pengawasan. Dengan begitu, hasil penyisiran obat-obat, BPOM bisa koordinasi dengan Dinkes Jatim atau kabupaten/kota.
“BPOM semestinya bisa kerja maksimal. Jangan nunggu putusan pusat agar daerah bisa awasi. Berikan wewenang daerah, sehingga bisa koordinasi dengan Dinkes terkait,” paparnya.
Namun dalam pengawasan ke lapangan, BPOM daerah seharusnya tidak terfokus ke apotek-apotek besar saja. Mengingat obat-obat juga beredar ke apotek kecil, toko-toko, dan toko obat.
“Toko-toko obat kadang-kadang izinnya tidak resmi. Maka jangan hanya awasi apotek besar,” pinta Ketua Kesehatan Indonesia Raya (Kesira) tersebut.
Menurut Benyamin, hasil temuan BPOM tersebut harus transparan, karena selama ini masyarakat percayakan ke badan tersebut. Solusi hasil uji lab tidak harus dilakukan secara ekstrim yakni penutupan tempat yang menjual obat berbahaya tersebut.
“Cari solusi tidak harus ekstrim dengan penutupan tempat usaha. Bisa dengan solusi lainnya dengan menarik produk,” katanya.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu aparat kepolisian bersama BPOM merilis penemuan peredaran obat palsu di Tangerang. Tak tanggung-tanggung jumlahnya mencapai 20 jenis termasuk untuk kebutuhan anestesi (pembiusan). Setelah diselidiki ternyata obat tersebut sangat berbahaya. Bahkan melebihi dari narkoba.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mendesak pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan untuk melaksanakan pengawasan, penyidikan dan operasi di lapangan terkait obat-obatan ilegal dilakukan secara lebih intensif dan mendalam.
Komisi IX DPR juga akan segera mengusulkan pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 284/MENKES/SK/III/2007 tentang Apotek Rakyat.
“Selain mencabut Permenkes tersebut, Komisi IX juga mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan kementerian/lembaga terkait melakukan pengawasan secara intensif,” kata Saleh di Jakarta.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan Komisi IX khawatir masih ada obat dan makanan palsu yang beredar.
“Masyarakat tidak boleh dibiarkan berada dalam kondisi khawatir dan was-was,” ujarnya.
Dalam melakukan pengawasan, penyidikan dan operasi lapangan yang lebih intensif, Saleh menilai BPOM tidak bisa bekerja sendiri. Perlu ada kerjasama yang sinergis dengan Kepolisian RI dan juga masyarakat.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengusulkan pencabutan Permenkes tentang Apotek Rakyat karena terjadi banyak pelanggaran. Kementerian Kesehatan telah menargetkan penghapusan apotek rakyat pada 2016 dengan menaikan statusnya menjadi apotek atau menurunkan menjadi toko obat.
Sebelumnya, operasi gabungan Polda Metro Jaya dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan DKI Jakarta menemukan obat ilegal dan kadaluwarsa yang beredar di Pasar Pramuka dan Pasar Kramat Jati. [cty,ira]

Tags: