BPOM RI Musnahkan Obat dan Makanan Ilegal Senilai Rp10,7 Miliar

BPOM RI musnahkan berbagai produk obat dan makanan ilegal di Kantor BBPOM Surabaya, Selasa (18/12) kemarin. [Gegeh Bagus Setiadi]

Surabaya, Bhirawa
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI melalui Balai Besar POM di Surabaya memusnahkan 962 item dengan total 446.452 pack produk obat dan makanan ilegal dengan nilai keekonomian mencapai Rp10,7 miliar.
Kepala BPOM RI, Penny K Lukito mengatakan bahwa pemusnahan ini merupakan upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya mengkonsumsi produk yang tidak memenuhi syarat, dan mencegah peredaran kembali produk ilegal.
“Produk yang dimusnahkan ini merupakan hasil pengawasan dan penyidikan terhadap peredaran produk obat dan makanan ilegal tahun 2018 di Surabaya,” katanya usai memimpin pemusnahan di Kantor BBPOM Surabaya, Selasa (18/12) kemarin.
Obat dan makanan ilegal tersebut terdiri dari 289 item (176.030 pcs) obat tradisional ilegal dengan nilai Rp5,5 miliar. Kemudian ada 69 item (59.936 pcs) pangan ilegal senilai Rp2,5 miliar, 115 item (21.058 pcs) obat ilegal senilai Rp760 juta, dan 242 item (17.440 pcs) kosmetik ilegal senilai Rp272,7 juta.
Di samping itu, lanjut Penny, dimusnahkan juga 247 item atau 171.988 pack kemasan pangan ilegal senilai lebih dari Rp1,6 miliar. Seluruh barang bukti yang dimusnahkan tersebut telah mendapat ketetapan pemusnahan dari pengadilan setempat. “Produk ilegal yang dimusnahkan BBPOM di Surabaya tersebut lebih banyak dibanding tahun sebelumnya,” ungkapnya.
Peningkatan tersebut, sambung Peny bisa terjadi karena beberapa hal. Di antaranya karena intensitas penindakan yang meningkat.
Dia tidak memungkiri peningkatan terjadi karena meningkatnya produsen produk-produk ilegal di wilayah tersebut. Apalagi, pada Oktober 2018, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BBPOM di Surabaya, baru menemukan produk kosmetik ilegal yang mengandung bahan berbahaya, senilai Rp1,7 miliar. “Temuan produk obat dan makanan ilegal ini akan terus kami tindak lanjuti debgan proses pro-justitia,” tambah Penny.
Penny menjelaskan, pelaksanaan penegakan hukum selalu didasarkan pada bukti hasil pengujian laboratorium, pemeriksaan, maupun investigasi awal.
Penegakan hukum sampai tahan pro-justitia dapat berakhir dengan pemberian sanksi administratif seperti dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edarnya, hingga ditarik untuk dimusnahkan.
“Jika pelanggaran masuh ranah pidana, pelaku pelanggaran dapat diproses dengan Pasal 196 dan 197 UU nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 milir,” kata Penny.
Sementara itu Kepala BBPOM Surabaya, I Made Bagus Gerametta mengungkapkan, selama 2018, BBPOM Surabaya telah menangani 21 perkara pelanggaran di bidang obat dan makanan. Dari kesemuanya itu, 12 perkara masih dalam tahap pemberkasan, tiga perkara sudah dilakukan penyerahan berkas perkara ke Kejati Jatim, dan enam perkara sudah mendapat penetapan (P-21).
“Masyarakat juga diharapkan lebih berhati-hati dalam memilih obat dan makanan yang akan dikonsumsi. Cek kemasan, cek label, cek izin edar, dan cek kedaluwarsa sebelum membelinya,” ujarnya.

Masyarakat Harus Dilindungi
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim Dr dr Kohar Hari Santoso yang mewakili Gubernur Jatim, Dr H Soekarwo menyampaikan bahwa Jatim adalah provinsi yang betul-betul berkembang dengan UMKM-nya.
“Jadi beliau (Gubernur Jatim Dr H Soekarwo, red) menekankan betul bagaimana kegiatan ini bisa dipantau dengan baik dan masyarakat berupaya membuat usaha hendaknya bisa dibina dengan seksama,” terangnya.
Kegiatan pemusnahan produk ilegal ini, kata dr Kohar, dirasa penting untuk membina dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam berperan aktif memantau produk-produk ilegal.
“Kami niatkan dalam rangka membina dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk turun dan berperan dalam kegiatan ini. Serta mendukung kegiatan ekonomi di jatim menjadi lebih baik melalui UMKM-nya,” jelasnya.
Pada dasarnya, lanjut dr Kohar, masyarakat memang harus dilindungi. Semua produk komoditi yang menyangkut obat tradisional, obat kefarmasian juga harus dipantau secara seksama. “Prinsip yang kita pegang yakni safety dan legality. Di mana izin-izin itu harus ada. Baik izin produksi maupun izin edarnya.
Ketiga, tambah dia, harus efektif kemanfaatannya secara jelas. Serta efisien terkait harganya. “Efisien ini bukan murahan tapi memang efisien harga. Kemudian performence juga harus bagus,” tambahnya.
Kohar berharap, kalau semua itu bisa dilakukan maka masyarakat bisa terlindungi dengan seksama. “Kegiatan ini menjadi momen penting agar masyarakat jadi tahu dan mendapatkan kemanfaatan yang tinggi,” pungkasnya. [geh]

Tags: