BPOPP SMA/SMK Swasta Dihapus, Negeri Tunggu Juknis

Wahid Wahyudi

Juli-Desember sekolah Swata Tak Dapat Subsidi
Surabaya, Bhirawa
Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) untuk SMA/SMK swasta mengalami perubahan. Tepatnya, pada Juli-Desember mendatang, sekolah tak akan mendapat subsidi anggaran pendidikan ini dari pemprov Jatim.
Hal tersebut dibenarkan Kepala SMK Wijaya Putra, Sugeng. Ia mendapat informasi tersebut dari hasil rapat yang diadakan MKKS SMK swasta dengan Cabang Dinas Pendidikan Jatim wilayah Surabaya-Sidoarjo.
“(BPOPP) Kemarin sudah cair untuk bulan Januari-Juni dapatnya segitu. Saya juga ndak tahu apakah dipotong atau tidak. Tapi yang bulan Juli-Desember ini ndak keluar. MoU sekolah swasta untuk BPOPP juga sudah berubah,” paparnya kepada Bhirawa, Selasa (7/7).
Terlebih, pemberhentian subsidi BPOPP bagi SMK swasta di tahun 2020, kata Sugeng sudah final. Namun, pihaknya akan menunggu informasi terbaru kebijkan gubernur Jatim untuk BPOPP di tahun 2021.
“Kalau sebelumnya mengurangi biaya SPPnya. Mulai Juli nanti kita kembali menarik biaya SPP sesuai dengan kebutuhan sekolah masing-masing satuan pendidikan,” jelasnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Kepala SMA dr Soetomo Surabaya, I Nengah Sudiana. Ia mengarakan jika pencairan BPOPP dari Januari-Juni menjadi subsidi terakhir bagi sekolah. Pasalnya, di semester selanjutnya Pemprov tidak memberi subsidi bpopp untuk SMA/SMK swasta.
“Tapi ini diminta untuk coba (pengajuan) lagi (untuk Januari 2021). Ini teman-teman juga banyak yang sudah mengajukan,” kata dia.
Berbeda dengan sekolah swasta, SMA/SMK negeri justru tengah menunggu petunjuk teknis (juknis) baru terkait BPOPP. Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK negeri Kota Surabaya Bahrun mengungkapkan jika pihaknya masih belum skema pencairan BPOPP. Apakah dicairkan tiap bulan atau tiap tiga bulan sekali seperti tahun sebelumnya.
“Alhamdulillah kalau memang tahun ini ada lagi, kami dari sekolah belum ada yang berani narik SPP ke siswa juga,”ujarnya.
Bahrun pun berharap akan segera mendapat juknis BPOPP, sehingga bisa memanajemen pembiayaan sekolah. Bahkan sekolah belum memberikan penjelasan terkait kebutuhan pembiayaan kegiatan sekolah pada siswa baru. Karena sumber dana BPOPP yang belum bisa dipastikan pencairannya. Para siswa baru juga hanya diberikan opsi pembelian seragam di koperasi sekolah atau di luar.
“Kami belum memaparkan kebutuhan pembiayaan untuk kegiatan sekolah juga karena masih pandemi. Kegiatan di sekolah juga masih guru-guru seminar daring saja. Yang pasti operasional kami masih berjalan memakai anggaran BOS,”ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dindik Jatim Wahid Wahyudi dikonfirmasi menjelaskan ada penurunan besaran anggaran BPOPP tahun ini hingga 50 persen, karena dialihkan untuk penanganan Covid-19 di Jawa Timur. anggaran BPOP yang dialihkan ini, lanjut Wahid bukan hanya anggaran BPOPP swasta tetapi juga sekolah negeri.
Namun demikian, Wahid berjanji akan tetap mengusulkan BPOP swasta dan negeri di dalam pembahasan perubahan APBD 2020 yang akan berjalan mendatang, BPOPP minimal untuk tiga bulan ke depan.
“Tapi ini tergantung potensi anggaran yang ada. Di tahun 2020 ini akan membantu BPOPP untuk Madrasah Aliyah (MA),” Ujar dia.
Oleh karena itu, adanya penurunan hingga 50 persen, akhirnya pihak Pemprov memang hanya bisa mencairkan anggaran BPOP swasta dari Januari hingga Juni mendatang. Dengan demikian atas kebijakan ini pihak Pemprov mengizinkan sekolah swasta menarik sisa biaya SPP yang telah dibiayai oleh BPOPP.
“Kalau negeri dilarang. Negeri hanya diperbolehkan sumbangan sukarela dan harus dari komite. Itupun harus punya program untuk pengembangan fasilitas sekolah,” tegas Wahid.

Dewan Pendidikan Jatim Usulkan Perubahan Sistem Penganggaran
Keterlambatan BPOPP setiap tahun jadi catatan Dewan Pendidikan Jatim. Pasalnya, anggaran pendidikan ini menjadi kebutuhan utama untuk operasional sekolah baik SMA/SMK negeri ataupun swasta.
Anggota Dewan Pendidikan Jatim, Isa Anshory mengusulkan harus ada perubahan dalam sistem penganggaran. Sehingga harus ada inisiatif, baik eksekutif atau legislatif untuk merubah sistem anggaran. Dengan kata lain, khusus anggaran pendidikan yang kaitannya BPOPP, kalender anggaran bisa dipercepat di awal tahun.
“Selama sistem penganggaran seperti itu maka keterlambatan akan selalu berulang. Jadi yang perlu diperbaiki adalah di sistem penganggarannya,” ujar dia, dikonfirmasi Bhirawa.
Jika ditelaah, lanjut dia, pengesahan anggaran selalu terlambat di setiap triwulan setiap tahunnya. Hal tersebut juga berdampak pada pencairan di akhir triwulan.
“Kenapa nggak kemudian kesepakatannya eksekutif dan legislatif di awal tahun? Jadi memang harus ada diskresi dari eksekutif ke legislatif untuk anggaran pendidikan yg berkaitan dengan bpopp ini,” paparnya.
Sehingga, kalau bisa dilakukan di awal tahun, maka anggaran diturunkan di awal triwulan. Sehingga sekolah punya modal untuk berkembang. Sejauh ini modal berkembang sekolah selau ini di akhir triwulan. Ini yang menyebabkan sekolah-sekolah harus pinjam ke berbagai pihak.
“Kita juga sebetulnya mendorong sekolah untuk minta bantuan masyarakat kan boleh. Karena dalam undang undang no 20 thun 2003 Sistem Pendidikn Nasional, tanggungjawab pendidikan ada di pemerintah, masyarakar dan sekolah. Pemerintah dengan bantuan bpoppnya. Tapi apakah bantuan ini cukup untuk meningkatkan kualitas sekolah? Ini kan bisa menacari sumber dana lain bisa berupa bantuan csr atau komite,” jelas dia.
Agar tidak terjadi pungutan, jelasnya maka pihaknya mendorong setiap sekolah untuk membuat Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk kebutuhan siswa selama setahun. Ia mencontohkan misalnya per siswa kebutuhannya Rp. 200 ribu. Kalau bantuannya Rp.150 ribu. Ini masih dibolehkan untuk meminta partisipasi Rp. 50 ribu ke masyarakat.
“Asalkan RAB nya harus transparan Saya kira dengan cara ini masyarakat bisa menerima karena tahu kebutuhannya (sekolah) seperti apa,” pungkas dia. [ina]

Tags: