BPPKB Jatim Gelar Nonton Bareng Film Cahaya dari Timur

24-whySurabaya, Bhirawa
Momentum Hari Anak Nasional (HAN) 23 Juli, yang jatuh bersamaan dengan masa liburan sekolah diperingati Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Provinsi Jatim secara berbeda. Dalam peringatan tahun ini, dengan mengajak sekitar 200 anak dari berbagai sekolah, BPPKB Jatim menggelar dengan acara nonton bareng film Cahaya dari Timur ; Beta Maluku di studio film XXI, Ciputra World, Rabu (23/7) kemarin.
Khusus acara nonton bareng ini, BPPKB Jatim menyiapkan dua studio untuk memutar film anak-anak yang mengambil setting konflik sosial di Ambon tersebut.
“Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari film ini. Mulai dari soal konflik yang selalu mengorbankan anak-anak hingga bagaimana membangun etos dan sikap pantang menyerah,” jelas Kepala BPPKB Jatim Dr Sukesi Apt MARS saat ditemui Bhirawa seusai menonton film.
Kegiatan nonton bareng tersebut lanjut Sukesi juga diharapkan bisa menjadi hiburan mendidik dan merupakan kegiatan positif untuk mengisi liburan sekolah.
“Anak-anak harus diajak untuk bisa memilih tontonan yang baik, karena akan berpengaruh dalam membentuk karakter anak di masa mendatang,” jelas Sukesi lagi. Kegiatan nonton bareng kemarin juga sejalan dengan tema HAN tahun ini yang mengambil tema : Ciptakan Lingkungan Kondusif untuk Perlindungan dan Tumbuh Kembang Anak.
Anak-anak yangberasal dari berbagai sekolah di Surabaya tersebut terlihat begitu gembira dan larut dalam cerita film. Bahkan tak jarang anak-anak berteriak dan bertepuk tangan meriah.
“Filmnya bagus dan menyenangkan apalagi nonton ramai-ramai,” aku salah satu pelajar SD Muhammdiyah 15 Surabaya Risyad Nazhir Aqila yang ikut acara nonton bareng. Risyad yang nonton bersama ayahnya tersebut mengaku selama ini kalau nonton film selalu seputar film yang robot atau kartun.
Film inspiratif yang diputar kurang lebih selama 2 jam tersebut  ini mengangkat kisah nyata tentang bagaimana sepak bola mengobati jiwa anak-anak yang terluka akibat konflik di Ambon. Film ini berlatar Kota Ambon dan Desa Tulehu (Maluku Tengah) di tengah konflik berdarah pada 1999-2000 dan beberapa tahun setelah konflik berakhir.
Sani Tawainella (diperankan Chicco Jerikho) sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek di Tulehu, sebuah desa di tepi laut, di luar Kota Ambon, Maluku. Ketika konflik pecah, hatinya tergerus melihat anak-anak ikut jadi korban. Perseteruan antar-umat agama, juga penjarahan, jadi tontonan, bahkan “permainan”, buat anak-anak meski itu menyeret mereka ke pusaran petaka.
Film yang disutradarai Angga Dwimas Sasongko ini kaya dengan pergulatan emosi yang kuat. Penonton diberi ruang untuk juga mengenal anak-anak binaan Sani. Sebagian besar pemeran film ini merupakan warga asli Maluku. Mereka berdialog dalam bahasa Maluku dengan terjemahan bahasa Indonesia.
Film yang melibatkan actor dan aktris Chicco Jerikho, Shafira Umm, Abdurrahman Arif, Jajang C Noer ini juga tak lupa mengingatkan bahwa Maluku merupakan tanah air yang cantik rupawan. Sudut pengambilan gambar merekam dengan baik keindahan ini. Beri satu kenangan manis setelah semua yang pahit. Itu pesan yang tersampaikan kepada anak-anak ini lewat sepak bola. Pesan yang juga dirasakan masyarakat Maluku. Beta Maluku, bukan Passo, bukan Tulehu.  [why]

Keterangan Foto : Kepala BPPKB Jatim Dr Sukesi Apt MARS (tersenyum) berbaur dengan penonton lain ketika meninggalkan tempat duduk seusai acara nonton bareng dalam rangka HAN 2014, Rabu (23/7) kemarin.

Tags: