BPPKB Jatim Libatkan Ponpes Sosialisasi Usia Perkawinan

Para pengelola pondok pesantren saat mengikuti acara Sosialisasi Upaya Pendewasaan Usia Pernikahan Bagi Pondon Pesantren di Jawa Timur, Senin (10/8) yang lalu.

Para pengelola pondok pesantren saat mengikuti acara Sosialisasi Upaya Pendewasaan Usia Pernikahan Bagi Pondon Pesantren di Jawa Timur, Senin (10/8) yang lalu.

BPPKB Jatim, Bhirawa
Banyaknya kasus pernikahan dini, kehamilan yang tidak diinginkan maupun pertumbuhan penduduk yang terlalu tinggi perlu penanganan yang serius. Salah satunya adalah perlunya upaya-upaya untuk pendewasaan usia pernikahan. Demikian disampaikan Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Provinsi Jatim Dr Sukesi MARS saat memberikan pengarahan pada acara Sosialisasi Upaya Pendewasaan Usia Pernikahan Bagi Pondon Pesantren di Jawa Timur, Senin (10/8) yang lalu.
Menurut Sukesi Pendewasaan Usia Pernikahan (PUP) bukan sekadar upaya untuk menunda sampai usia tertentu saja, tetapi juga mengusahakan agar kehamilan pertama bisa terjadi usia yang cukup dewasa.
“Bahkan harus diusahakan apabila seseorang telah gagal mendewasakan usia pernikahannya, maka penundaan kelahiran anak pertama mutlak dilakukan,” kata Sukesi lagi.
Menurut Sukesi pendewasaan usia pernikahan merupakan bagian dari program keluarga berencana nasional sebagai upaya untuk meningkatkan usia pada pernikahan pertama yaitu minimum usia 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria. Program pendewasaan usia pernikahan memberikan dampak pada peningkatan umur perkawinan pertama yang pada gilirannya akan menurunkan total fertility rate (TFR).
Menurut data Sussenas provinsi Jatim dengan jumlah penduduk saat ini sekitar 38 juta jiwa, 17 %  di antaranya berada pada usia remaja. Dan menurut data yang dilansir Bappenas secara nasional dari 2 juta pernikahan 34,5 % di antaranya masuk dalam kategori pernikahan pada usia dini dan di Jawa Timur ditemukan angka lebih tinggi dari rata-rata nasional yaitu 39%.
“Kondisi itu tentu merupakan tugas berat yang harus kita selesaikan bersama,” kata Sukesi .
Oleh karena itu, kegiatan dengan melibatkan pondok pesantren merupakan langkah startegis untuk mengatasi persoalan tersebut.
“Kultur masyarakat kita masih melihat pondok pesantren sebagai komunitas yang dipatuhi dan dihormati,” kata Sukesi. Dengan demikian, ketika pondok pesantren ikut aktif dalam melakukan upaya sosialisasi ini, maka sangat diharapkan akan signifikan hasilnya.
Ditemui terpisah, Ketua Bidang Keluarga Berencana BPPKB Umi Yunianti menjelaskan kegiatan sosialisasi dimaksudkan untuk memberikan pengertian dan wawasan kepada para pengasuh pondok pesantren agar dapat memberikan pemahaman yang benar kepada para santri dan masyarakat umum.
“Harapan saya, kalau pondok pesantren ikut aktif maka sosialisasi pendewasaan usia pernikahan ini akan lebih luas jangkauannya,” kata Umi Yunianti. [why*]

Tags: