Branchless Banking Mengancam Microfinance

Agus Amin SyaifudinOleh :
Agus Amin Syaifuddin
Pengiat UMKM , Koordinator Program PINBUK DIY

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas lembaga keuangan di Indonesia akan mulai mengarahkan industri jasa keuangan pada financial inclusion. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan akseskeuangan dan kemandirian finansial masyarakat dalam mendukung pemerataanpembangunan.Istilah financial inclusion atau keuangan inklusif menjadi tren paska krisis 2008 terutama didasari dampak krisis kepada kelompok in the bottom of the pyramid  (pendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal di daerah terpencil, orang cacat, buruh yang tidak mempunyai dokumen identitas legal, dan masyarakat pinggiran) yang umumnya unbanked
Berbicara padaakseskeuangan masyarakatterhadap lembaga perbank-kanmemang di indonesia masih tergolong sangat rendah. Menurut survei Bank Dunia tahun 2010 menunjukkan bahwa baru 19,6 persen warga dewasa di Indonesia yang Mempunyai rekening bank. Indeks financial inclusion Indonesia ini merupakan salah satu yang terendah di ASEAN. Karena jika dibandingkan dengan negara seperti Filipina yang memiliki karakterstik geografis yang mirip Indonesia sebagai negara kepulauan, Filipina  26,5 persen orang dewasa yang memiliki rekening bank. sehingga rasio tabungan dan produk domestik bruto (PDB) Indonesia juga rendah, hanya 39,13 persen. Demikian pula rasio kredit Terhadap PDB, 32,85 persen, terendah di kawasan Asia.Oleh karena itu dalam rangka peningkatan akses keuangan masyarakat serta mendukung pemerataan pembangunan, OJK telah mengelurakan Peraturan POJK No.19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor(Branchless Banking)dalam rangka keuangan inklusif(Laku Pandai) disektor perbankan. Merespon hal tersebut saat ini telah ada 17 Bank yang akan mengikuti program ini dengan sekitar 30.000 agen bank yang akan dibentukdan sebagian sudah mulai aktif. Agen-agen tersebut dapat perorangan maupun agen yang berbadan hukum.
Branchless Bankingmemang merupakan salah satu inovasi yang revolusioner terhadap layanan keuangan yang akan mampu menyentuh grass root masyarakat. Dimana dengan menerapkan sistem tersebut selain efisien, efektif dan lebih aman juga akan meringkas birokrasi perbankan dan memudahkan masyarakat mengakses layanan keuangan dimanapun dan kapanpun tanpa sekat ruang dan waktu.Diharapkan dengan program tersebut akan lebih banyak mayarakat menengah kecil kebawah (UMKM) yang jumlahnya 99,9%dari seluruh pelaku usaha di Indonesiayangselama ini unbankabledapat terlayani dengan kemudahan sistem yang berbasis teknologi ini.
Hebat juga harus Bijak
Sistem bank tanpa kantor ini memang hebat karena sistem operasionalnya yang begitu mudah dan mampu menjangkau seluruh pelosok negeri yang selama ini sulit dijangkau oleh layanan bank. Jika mampu-pun akan membutuhakan investasi yang tidak sedikit yang harus dikeluarkan oleh bank. Selama disuatu wilayah itu dapat terjangkau teknologi mobile phone selama itupula sistem ini dapat diaplikasikan. Sekedar untuk diketahui bahwa dari populasi 238 juta rakyat indonesia ada 230-240 juta nomor nomor telepon seluler yang beredar. Artinya hampir tidak mungkin jika dalam satu kepala keluarga tidak ada yang tidak memiliki nomor telepon seluler.
Kondisi ini akan sangat mendukung program Branchless Banking. Karena siapapun oranganya selama lulus proses uji tuntas (due diligence) oleh Bank penyelenggara LakuPandai dapat menjadi agen bank dan dapat mejalankan fungsi perbankkan seperti tabungan, setoran maupun penarikan. Selain itu Branchless Bankingjuga mengratiskan biaya administrasi bulanan,pembukaan rekening,transaksi penyetoran tunai, transaksi transfer masuk,transaksi pemindahbukuan, danpenutupan rekening. Sehingga secara teknis Branchless Bankingini hebat karena di dukung dengan Teknologi mobile dan keberadaan agen. Karena Branchless banking merupakan kombinasi antara agent banking dan mobile banking. Agent banking adalah kegiatan usaha non-bank, termasuk agen keliling, atau warung dan lembaga yang membantu bank memberikan layanan perbankan. Sedangkan mobile banking adalah akses layanan perbankan melalui telepon seluler (ponsel). Hebat bukan?
Kehebatan ini tentu harus diimbangin dengan implementasi lapangan yang penuh dengan kebijaksanaan. Di Indonesia saat ini ada 203.701 unit koperasi (microfinance) yang terdafatar di Kementerian Koperasi dan UKM per desember 2013. Kita semua tahu koperasi adalah kegiatan simpan pinjam yag sudah lama mengakar di masyarakat dengan segala kearifannya, koperasi telah lama menjadi pilar ekonomi kerakyatan. Pada koperasi tak ada majikan dan tak ada buruh, semuanya pekerja yang bekerja sama untuk menyelenggarakan keperluan bersama. Semangat yang dibangun dalam koperasi adalah kebersamaan dan kegotong-royongan.
Ancaman bagi Microfinance
Jika Branchless Bankingini sudah massif berkembang dimasyarakat tentu akan sangat “mengantui” aktivitas koperasi yang selam ini berjuang diberbagai pelosok negeri dengan segala keterbatasan kearifannya setia melayani sektor mikro yang tidak pernah mampu mengakses layanan perbankan. Meskipun OJK sudah menegaskan bahwa layanan keuangan tanpa kantor tidak akan menjadi saingan Microfinance (Koperasi, LKM, BMT)yang ada di daerah-daerah, Tetapi kehadiran dan aktivitasnya tentu akan menjadikan kompetisi ekonomi disektor mikro dan level mayarakat yang paling bawah semakin kompetitif.
Meghadapi kondisi seperti ini koperasi tidak punya pilihan kecuwali dua, pertama tetap berjuang dengan segala keterbatasannya (modal maupun SDM) dengan tetap beraktifitas seperti biasa dan kedua berjalan dengan menjadi agen bank. Dua pilihan ini bukan pilihan yang mudah karena semua memiliki konsekuwensinya masing-masing. Ketika dia tetap berjuang dengan ideologi ekonomi kerakyataan dan semangat kegotong-royongannya maka perjuangannya akan berat karena menghadapi Branchless Bankingyang sarat dengan modal dan kebijakan pendukungnya, dan pemerintah hingga saat ini sepertinya masih berpangku tangan. Pemerintah belum memiliki terobosan yang inovatif untuk pengembangan koperasi ditengah persaingan yang kompetitif. Sementara jika memilih menjadi agen bank maka koperasi tentu sudah tidak lagi memiliki kemerdekaan visi dan misi, karena aktivitas perkoperasinya akan mengikuti kebijakan dari Bank dan menjadi ujung tombak pemasaran produk perbankkan.
Pemerintah dengan stakeholdersnya harus cepat membuat terobosan regulasi yang mengatur tentang implementasi Branchless Bankingdimasyarakat agar tidak menjadi ancaman yang menghantui masa depan koperasi. Branchless Bankingadalah inovasi layanan perbankan yang kehadirannya tidak mungkin untuk dihindari, tetapi koperasi adalah pilar ekonomi kerakyatan yang masa depannya harus kita jaga. Karena dalam koperasi tidak sekedar simpan pinjam, disana ada sebuah nilai yang harus terus di pelihara. Bung Hatta mengatakan koperasi bisa mendidik dan memperkuat demokrasi sebagai cita-cita bangsa.

                                                                                                            ——————— *** ——————–

Tags: