BRIDA Jatim Membangun Kemandirian Bangsa

Oleh :
Priyambodo
Peneliti Ahli Utama BRIDA Provinsi Jawa Timur

Tanggal 15 Desember 2022 Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah. Dalam Perda baru di atas ada perubahan yang signifikan terkait dengan nama dan peran Lembaga Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) menjadi Badan Riset dan Inovasi Daerah atau BRIDA.
Perubahan nomenklatur di atas merupakan tindak lanjut dari diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentangBadan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN. Dimana dalam Pasal 66 ayat (1) menyebutkan bahwa BRIDA dibentuk oleh Pemerintah Daerah Provrnsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah mendapatkan pertimbangan dari BRIN.
Ayat (2) menyebutkan bahwa pembentukan BRIDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diintegrasikan dengan perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah atau perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang penelitian dan pengembangan daerah.
Dari dua ayat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi riset dan inovasi di daerah, baik itu di Provinsi maupun di Kabupaten/Kota harus ada dan tidak boleh tidak ada. Entah itu dalam bentuk BRIDA maupun melebur dengan lembaga lain yang melaksanakan fungsi riset dan inovasi. Misalnya melebur dengan lembaga perencanaanpembangunan daerah, yaitu Bappeprov atau Bappeda.

Tupoksi BRIDA

BRIDA sebagai organ daerah yang juga melaksanakan fungsi BRIN di daerah melakukan fungsi-fungsi penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi di daerah. Disebutkan “terintegrasi di daerah” artinya bahwa BRIDA diberi wewenang untuk merencanakan, menyatukan, mengkoordinir, memonitoring, mengawasi, mengontrol, mengevaluasi, dan sebagainya terhadap kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan rnovasi di daerah.
Fungsi-fungsi tersebut secara lebih detail meliputi : (a) Pelaksanaan kebijakan, fasilitasi, dan pembinaan pelaksanaan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi di daerah yang memperkuat fungsi dan kedudukan ilmu pengetahuan dan teknologi di daerah sebagai landasan dalam perencanaan pembangunan daerah di segala bidang kehidupan yang berpedoman pada nilal Pancasila;
(b) Penyusunan perencanaan, program, anggaran, kelembagaan, dan sumber daya penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi di daerah yang berpedoman pada nilai Pancasila;
(c) Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang riset dan inovasi, kerja sama pembangunanilmu pengetahuan dan teknologi, serta kemitraanpenelitian, pengembangan, pengkajian, danpenerapan, serta invensi dan inovasi di daerah;
(d) Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang riset dan inovasi, kerja sama pembangunan ilmupengetahuan dan teknologi, serta kemitraanpenelitian, pengembangan, pengkajian, danpenerapan, serta invensi dan inovasi di daerah;
(e) Pemantauan dan evaluasi penelitian, pengembangan,penyelenggaraan pengkajian, dan penerapan, sertainvensi dan inovasi di daerah;
(f) Pelaksanaan pembangunan, pengembangan,pengelolaan dan pemanfaatan sistem informasi ilmupengetahuan dan teknologi di daerah;
(g) Koordinasi pelaksanaan penelitian dan pengabdiankepada masyarakat berbasis penelitian,pengembangan, pengkajian, dan penerapan ilmupengetahuan dan teknologi yang dihasilkan olehlembaga/pusat/organisasi penelitian lainnya didaerah; dan (h) Koordinasi sistem ilmu pengetahuan dan teknologidaerah

Berbasis Riset dan Inovasi
Melihat dan membaca fungsi-fungsi BRIDA di atas maka dapat disimpulkan bahwa BRIDA mengemban tugas dan tanggungjawab yang sangat besar dan berat. Tugas tersebut bisa diartikan sebagai tugas untuk membangun kemandirian bangsa melalui riset, invensi, dan inovasi. Kemandirian yang kata dasarnya adalah “mandiri” berarti berdiri sendiri, berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri. Kebutuhan tersebut jika merupakan suatu wilayah kabupaten/kota maupun provinsi bisa berupa kebutuhan pendapatan daerah, kebutuhan belanja daerah, kebutuhan pembiayaan daerah, dan kebutuhan pangan.
Menurut (Halim, 2007) kemandirian daerah adalah kemampuan daerah dalam membiayai penyelengaraan pemerintahan secara mandiri, dengan cara membandingkan pendapatan asli daerah (PAD) dengan pendapatan dari sumber lain, seperti batuan dari pusat dan pinjaman. Jadi rumus rasio kemandirian daerah atau RRKD adalah : ?????? dibagi ????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????? dikalikan 100.
Semakin tinggi tingkat persentasenya semakin besar tingkat kemandirian daerah tersebut. Daerah dapat dikatakan mandiri apabila ketergantungan terhadap dana dari pemerintah pusat dan provinsi semakin rendah, dan menjadikan PAD sebagai sumber utama dalam penerimaan daerah
Berangkat dari teori di atas dan berbekal pada tiga kata kunci yang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, yaitu riset, invensi, dan inovasi, maka Jawa Timur bertekat membangun kemandirian bangsa, membangun perekonomian, dan membangun ketahanan pangan dengan cara meningkatkan PAD-nya.
Untuk mewujudkan provinsi yang mandiri secara finansial, perekonomian, dan pangan melalui riset, invensi, dan inovasi maka BRIDA harus segera mensosialisasikan diri ke seluruh stakeholder dan masyarakat Jawa Timur. Stakeholder dan masyarakat Jawa Timur perlu diberikan pemahamanan baru tentang kemandirian finansial, ekonomi, dan pangan berbasis riset, invensi, dan inovasi. Menyatukan visi misi dan gerak langkah menyisihkan ego sektoral demi Jawa Timur CETTAR (Cepat, Efektif, Tanggap, Transparan, Akuntabel, dan Responsif) menuju kemandirian bangsa.
Salah satu langkah awal yang bisa dilakukan BRIDA Jawa Timur adalah melakukan sounding ke 38 kabupaten/Kota diseluruh Provinsi jawa Timur menginisiasi inovasi di daerah-daerah. Mengkaji secara ilmiah hasil temuan dan inovasi masyarakat, mengujinya secara ilmiah kemudiam mem-Paten-kan atau meng-HAKI-kannya. Dan hasil dari hak Paten atau HAKI tersebut kemudian diberikan dan dikembalikan lagi kepada penemunya atau masyarakat yang menemukan inovasi sebagai royalty. Selanjutnya membukukannya dan mempublikasikannya hasil inovasinya tersebut.

Litbangjirap dan SDM IPTEK

Lantas bagaimana langkah-langkah BRIDA Jawa Timur selanjutnya mewujudkan kemandirian bangsa dengan cara meningkatkan PAD berbasis riset, invensi, dan inovasi ? Untuk mewujudkannya perlu dipahami terlebih dahulu tentang pelaksanaan Litbangjirap dan SDM IPTEK ( Periset) sebagai berikut.
Bahwa, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dijelaskan ada 4 tahapan pelaksanaan IPTEK, yaitu : Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan atau lebih dikenal dengan Litbangjirap.
Selanjutnya dalam Keputusan Kepala BRIN Nomor : 120 /HK/2021 Tentang Perhimpunan Periset Indonesia Sebagai Organisasi Profesi Jabatan Fungsional di Bawah Pembinaan BRIN, disebutkan terdapat 11 SDM IPTEK atau Periset yang menjadi tanggungjawab BRIN dan BRIDA, yaitu : Peneliti, Pengembang Tenaga Nuklir, Perekayasa, Analisis Perkebunrayaan, Pranata Nuklir, Teknisi Perkebunrayaan, Kurator Hayati, Analisis Pemanfaatan IPTEK, Analisis Data Ilmiah, Pranata Penerbitan Ilmiah, dan Teknisi Litkayasa (Penelitian dan Perekayasaan). Dan 11 Periset inilah yang melaksanakan dan mengeksekusi Litbangjirap di daerah.
Dari dua komponen penting di atas, maka masyarakat, birokrat dan legislatif perlu dipahamkan bahwa hasil-hasil penelitian dari seorang peneliti tidak mungkin bisa bermanfaat tanpa tindak lanjut dari tenaga-tenaga fungsional lainnya seperti perekayasa, analis kebijakan dan analisis Pemanfaatan IPTEK dan lain sebagainya yang tugasnya menindaklanjuti hasil penelitian tersebut. Atau ditindak lanjuti oleh pihak-pihak industri, swasta, atau pihak lain yang berkepentingan terhadap penelitian dimaksud. Hasil penelitian akan bermanfaat dan berhasil guna secara langsung setelah diterjemahkan dalam bahasa aplikatif oleh perekayasa atau pihak-pihak lain dalam bentuk produk nyata.
Dari sinilah perlunya jejaring sejak awal dengan pihak luar, melibatkan pihak swasta untuk ikut berperan aktif dalam riset dan inovasi. Sejak awal riset harus dirancang berbasis kebutuhan pasar, market base-nya harus jelas. Peneliti, periset, dan perekayasa juga harus membekali diri dengan skill entrepreneurship.
Jadi sebuah penelitian akan berhenti menjadi sebuah buku referensi, jika tidak ditindaklanjuti oleh tenaga-tenaga fungsional lainnya atau moleh pihak-pihak lain. Karena Tupoksi seorang peneliti 100 % adalah hanya melakukan penelitian. Sementara pengembangan, pengkajian dan penerapan 70 – 100 % dikerjakan oleh Perekayasa, Analis Kebijakan Analisis Pemanfaatan IPTEK, dan fungsional lainnya atau dunia usaha. Oleh sebab itu setelah BRIDA nanti benar-benar di lounching akan mengampu puluhan bahkan ratusan tenaga fungsional lain selain Peneliti, seperti Tenaga Fungsional Pengembang Tenaga Nuklir, Perekayasa, Analisis Perkebunrayaan, Pranata Nuklir, Teknisi Perkebunrayaan, Kurator Hayati, Analisis Pemanfaatan IPTEK, Analisis Data Ilmiah, Pranata Penerbitan Ilmiah, dan Teknisi Litkayasa.
Di tangan merekalah nantinya hasil nyata BRIDA Jawa Timur akan benar-benar bermanfaat dan dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat Jawa Timur. Aamiin Yaa Robbal Alamin.

———- *** ————

Tags: