Buah Karya Siswi SLB Berdaya Jual Tinggi

Siswa SLB di Probolinggo sulap barang bekas jadi tas cantik. [wiwit agus pribadi]

Manfaatkan Barang Bekas Menjadi Tas dan Dompet
Probolinggo, Bhirawa
Di hari disabilitas internasional, Siswa SLB (Sekolah Luar Biasa) Dharma Asih, Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, mampu membuat kerajinan tangan, dengan menyulap bahan bekas perabotan rumah tangga dengan membuat tas cantik dan dompet dan lainnya.
Puluhan siswa dan siswi SMPLB/SMALB, ini merancang keterampilan menarik beraneka warna ini, memerlukan waktu beberapa hari. Para siswi berkebutuhan khusus ini, kini telah berhasil membuat puluhan tas dan dompet cantik. Dan hasilnya tak kalah menarik dengan orang normal pada umumnya.
“Dibutuhkan ekstra perhatian dan komunikasi khusus, untuk memancing kepercayaan diri, agar materi dan teknik pembuatannya mudah dipahami dan dipraktekkan,” ungkap Desy, guru pembimbing kerajinan di SLB Dharma Asih Kraksaan, Rabu (4/12) kemarin.
Desy mengungkapkan, kesulitan utama adalah pada komunikasi, hal ini sangat terasa pada hari pertama dan kedua karena rata – rata mereka tuna rungu dan tuna graita. Berkat bantuan para guru didik, kesulitan itu teratasi, bahasa isyarat dengan kombinasi bahasa hati disebutnya sangat efektif kali ini.
“Setelah memahami masing – masing karakter mereka dan berkomunikasi lancar, mereka seakan mudah memahami materi dan sudah bisa berjalan sendiri, hanya dengan menunjukkan contoh barang mereka pun sudah bisa mengambil inisiatif sendiri dan bisa berkarya sendiri,” lanjut Desy.
Hasil karya mereka, lanjut Desy, sudah memiliki estetika seni yang tinggi dan berkualitas, bahkan sudah sangat layak guna dan layak jual. Apalagi berbahan limbah, tentunya hal ini menjadi sesuatu, yang patut untuk mendapatkan apresiasi bersama.
“Hasil kerajinan para siswa SLB ini, untuk sementara kami membandrol produk mereka pada kisaran harga Rp20 ribu hingga Rp100 ribu, dengan menyesuaikan bahan baku. Bagi yang berminat bisa langsung menghubungi pihak SLB Dharma Asih Kraksaan,” tandas Desy.
Tidak ada yang berbeda dari siswa non difabel saat melakukan aktivitas belajar mengajar. Semangat para siswa Difabel di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dharma Asih Kraksaan terus terpacu untuk menimba ilmu sebagai bekal kehidupan mereka. Dengan bimbingan sejumlah guru, mereka melawan keterbatasan fisik dengan tanpa batas. Mereka tak ingin kebodohan menjadi penghalang mereka untuk hidup layak dan sukses.
Demikian pula yang dikatakan guru SLB Dharma Asih Kraksaan, yang juga sebagai Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Probolinggo, Arizky Perdana Kusuma, upaya pemerintah dalam memberdayakan penyandang Disabilitas sudah dilakukan. Seperti kebijakan diadakannya pendidikan inklusi di Kota dan Kabupaten Probolinggo.
Tetapi implementasi di lapangan masih dinilai jauh dari harapan para Difabel. Sebab masih banyak sekolah yang menolak menerima siswa Difabel, sehingga mereka harus mendapatkan pendidikan di sekolah khusus, yang cukup jauh dari rumah mereka. Alasan sekolah menolak siswa Difabel bermacam-macam. Mulai dari tenaga pengajar yang belum ada, hingga fasilitas yang belum layak untuk difabel, sering dilontarkan pihak sekolah dalam menolak siswa difabel. ”Terima dulu para siswa Difabel itu, soal fasilitas dan lain – lain nanti bisa dikomunikasikan dengan kami,” tuturnya.
Peringatan Hari Disabilitas Internasional yang rutin diperingati setiap tanggal 3 Desember kemarin, diharapkan dapat menjadi momentum penyandang disabilitas, untuk mendapatkan hak yang sama seperti warga non disabilitas. Baik dari segi pendidikan, kesehatan, pelayanan publik dan hak untuk mendapatkan pekerjaan serta hidup layak.
“Ada sekitar 10 ribu warga di Kabupaten Probolinggo yang alami kebutaan. Baik kebutaan secara permanen maupun gangguan penglihatan. Disebabkan faktor genetik alias diturunkan dari orang tua kepada anak, kecelakaan, atau penyakit,” ungkap ketua Pertuni Probolinggo, Arizky Perdana Kusuma.
Guru SLB Dharma Asih Kraksaan itu mengatakan, angka itu didapat pihaknya setelah melakukan survei bersama Yayasan Paramitra Jawa Timur dan Pemkab Probolinggo. Namun, angka itu bisa berkembang. Mengingat faktor gaya hidup juga berpengaruh pada penyebab kebutaan.
“Banyak rekan – rekan awas (melihat, red) yang abai dengan kesehatan matanya. Semisal menonton televisi dan smartphone berjam – jam. Hal itu tentu akan mempengaruhi kesehatan retina mata,” kata pria yang mengalami Glaukoma sejak duduk di kelas IV SD itu.
Rizky mengungkapkan, secara umum ada lima hal yang menyebabkan kebutaan. Pertama adalah Katarak, yaitu keburaman (opacity) pada lensa mata. Dalam pengobatan katarak, lensa di dalam mata diambil dan diganti dengan lensa buatan yang jernih.
Kedua adalah Glaukoma, yang terjadi ketika tekanan cairan di dalam salah satu atau kedua mata meningkat secara perlahan. Tekanan ini merusak saraf optik dan retina, yang menyebabkan penurunan penglihatan tepi secara bertahap. Ketiga adalah degenerasi makula yang disebabkan penuaan. Degenerasi makula dapat menyebabkan hilangnya pusat penglihatan akibat ketiadaan fotoreseptor (sel sensor cahaya).
Ada juga Retinopati diabetik, yaitu kerusakan sistemik yang disebabkan oleh diabetes mulai mempengaruhi retina. Kelima adalah Retinitis pigmentosa (RP), merupakan suatu penyebab kebutaan yang diwariskan.
“Masih ada teman – teman yang seringkali menjadikan kami sebagai guyonan. Semisal ketika menuntun mengarahkan kami ke tengah jalan, kemudian ditinggalkan. Karena itu, kami berharap orang awas memperlakukan kami dengan lebih manusiawi,” tambah Wahyu Purnomosidi, penyandang netra siswa kelas X SMA LB Dharma Asih Kraksaan. [wap]

Tags: