Buat Buku Otobiografi Berbahasa Jawa, Siap Dibagikan ke Instansi Gratis

Mantan Kepala Dinas Infokom Provinsi Jatim Dr Suprawoto SH, MSi menunjukkan buku otobiografinya berjudul Dalane Uripku yang ditulis dalam bahasa Jawa.

Mantan Kepala Dinas Infokom Provinsi Jatim Dr Suprawoto SH, MSi menunjukkan buku otobiografinya berjudul Dalane Uripku yang ditulis dalam bahasa Jawa.

Mantan Kepala Dinas Infokom Provinsi Jatim Dr Suprawoto SH, MSi
Surabaya, Bhirawa
Desa Maospati, ya desa klairanku, klebu laladan Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Biyene, Desa Maospati manut tata pamarentahan, uga dadi kutha kawedanan. Kantor kawedanan dumunung ing pinggir dalan gedhe, madhep mangidul, persis ana ngarep pos tengah Pangkalan Udara (Lanud) Iswahyudi,’.
Demikian kalimat pembuka mengawali buku otobiografi berbahasa Jawa setebal 640 halaman karya mantan Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi (sekarang Dinas Komunikasi dan Informatika, red) Provinsi Jatim Dr Suprawoto SH, MSi. Buku yang mengulas seputar perjalanan hidup bapak tiga anak ini resmi diresmikan di Surabaya akhir pekan lalu.
“Sebenarnya buku ini buku yang sangat pribadi sekali. Untuk itu saya mohon maaf jika ada yang tidak berkenan. Tapi saya menulis buku ini sebagai saksi sejarah perjalanan hidup saya sejak kecil hingga akhirnya saya menjabat Sekjen (Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika/ Kemenkominfo, red),” kata Suprawoto.
Dengan diterbitkannya buku otobiografinya ini, ia berharap namanya akan terus dikenang dalam sejarah minimal oleh keluarga dan keturunannya. “Boleh orang kaya setinggi langit, orang hebat setinggi gunung, tapi kalau tidak menulis akan hilang ditelan bumi. Sebab saya bukan Soekarno sang proklamator, bukan pula Saylendra yang membuat Candi Borobudur. Saya hanya orang biasa,” ungkapnya.
Menurut dia, butuh waktu hingga enam tahun untuk membuat buku otobiografi ini. Sebab setiap hari tidak mesti menulis, tapi menunggu mood menulis sedang bagus dan di sela-sela waktu yang sangat padat sebagai Sekjen Kemenkominfo.
“Setiap tulisan saya itu saya beri keterangan di mana saya menulis. Di pesawat, di luar negeri, di daerah-daerah dari Sabang sampai Merauke. Di mana saya ada mood untuk menulis saya akan menulis,” kata suami dari Dra Titik Sudarti MPd ini.
Suprawoto mengatakan, buku ini sengaja ditulis menggunakan bahasa Jawa agar masyarakat menggemari bahasa Jawa dan lebih mengetahui tentang jati diri budayanya. “Kalau bukan kita yang melestarikan budaya dan bahasa Jawa, siapa lagi yang akan melestarikannya,” ujarnya.
Penulisan biografi dengan menggunakan bahasa Jawa adalah sebagai upaya melestarikan dan memberikan pelajaran pada generasi muda, yang kini mulai banyak yang tidak paham pada nilai-nilai yang terkandung dalam budayanya.
Dosen Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta ini mengaku banyak temannya yang mempertanyakan kenapa membuat buku otobiografi dalam bahasa Jawa sebab tidak semua orang memahaminya. Meski begitu, dia tetap membuat buku dalam bahasa Jawa dan menjawab kritikan temannya dengan nada canda.
“Saya telah ditakdirkan Tuhan lahir di tanah Jawa dan berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Jawa, sebab Tuhan ingin saya menulis buku otobiografi ini dalam bahasa Jawa. Selain itu, saya juga tidak ingin terkenal,” ungkapnya.
Setelah buku jadi, lanjut penerima penghargaan Satya Lencana Karya Satya 30 tahun pada 2014 lalu ini, akan dibagikan secara gratis ke beberapa instansi. “Buku ini nantinya akan kami bagikan secara gratis pada sekolah, perpustakaan, universitas di Jatim, Jawa Tengah dan Jogjakarta. Semua biaya percetakan Alhamdulillah semuanya menggunakan uang pribadi,” katanya.
Ditanya tentang rendahnya minat baca masyarakat terhadap media berbahasa daerah, Soeprawoto mengaku sangat prihatin. Menurutnya, jumlah penerbitan berbahasa daerah makin menyusut karena kalah bersaing dan putusnya regenerasi pembaca tradisional mereka. Pembaca media berbahasa Jawa makin sedikit karena anak-anak muda sekarang kurang menyukai bacaan berbahasa daerah.
Ketidaksukaan itu, lanjutnya, salah satunya disebabkan sejak di bangku sekolah tidak ditanamkan jiwa mencintai bahasa daerahnya. “Namun Alhamdulilah kini bahasa daerah menjadi kurikulum wajib di sekolah,” kata pria yang memasuki usia pensiun bulan ini, karena pada 3 Februari lalu usianya genap 60 tahun.
Menanggapi terbitnya buku otobiografi berbahasa Jawa milik Suprawoto ini, seniman Jatim Prio Al Jabar mengatakan, penulisan buku profil yang menggunakan bahasa Jawa ini adalah sebagai bukti kesahajaan kehidupan Suprawoto. “Bayangkan, buku ini ditulis sendiri, dicetak dengan biaya sendiri dan dibagikan secara gratis. Sementara bahasanya menggunakan bahasa Jawa. Kalau bukan orang bersahaja tidak akan berhasil,” ujarnya.
Menurut Prio, buku ini adalah yang pertama kalinya di Indonesia sebuah biografi yang ditulis dengan menggunakan bahasa daerah. Selama ini orang kalau nulis biografi umumnya bahasa Indonesia. Bila perlu juga menggunakan dua bahasa yakni Indonesia dan Inggris.
“Launching buku yang baru dilakukan sekarang di saat dia tidak menjabat sebagai Sekjen, adalah sebagai bukti bahwa Suprawoto itu orangnya gak neko-neko. Saya yakin buku ini sangat bermanfaat karena pasti mengandung banyak pitutur baik dan bisa mengambil manfaat dari pengalaman beliau,” katanya. [Zainal Ibad]

Tags: