Buat Sistem Penyerap Gempa Berdasar Filosofi

Prof Dr Ir Hidayat Soegihardjo MS

Prof Dr Ir Hidayat Soegihardjo MS
Berdasar filososi gempa, di mana bangunan boleh jadi rusak namun tak boleh memakan korban, guru besar Departemen Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof Dr Ir Hidayat Soegihardjo MS, berinovasi mengenai Sistem Rangka Batang berelemen Bresing Anti Tekuk (SRBBAT). Ini penelitian tentang sistem penyerap gempa pada berbagai struktur bangunan.
Prof Hidayat menjelaskan, pada pembuatan struktur bangunan dikenal istilah daktilitas. Suatu struktur yang daktail yang berarti mampu mengalami simpangan pasca elastis akibat gempa. Sehingga struktur ini mampu mempertahankan kekuatan dan tetap berdiri walaupun berada di ambang keruntuhan.
Guru besar ke – 122 ITS ini menyampaikan, jika SRBBAT dapat menjadi alternatif pilihan untuk struktur bangunan bertingkat tinggi yang menggunakan struktur baja daktail yang memiliki jarak antar tiang mencapai 20 meter. Ia bahkan mengklaim, SRBBAT menunjukkan kinerja yang baik dalam menyerap energi gempa.
“Dalam penelitian ini saya menemukan gaya geser dasar seismik, rasio simpangan dan energi histeretik meningkat optimal. Namun, masih perlu dilakukan kajian dan eksperimen yang lebih intensif sehingga kinerjanya dapat teruji dengan baik,” jelas pria kelahiran Madiun, 25 Maret 1955 .
Tak hanya berfokus pada bangunan bertingkat tinggi, berdasar asas innovations based economy (ekonomi berbasis inovasi) di Indonesia, peneliti dari Laboratorium Struktur Departemen Teknik Sipil ITS ini juga inovasikan sistem penyerap gempa bagi bangunan rumah tinggal. Yakni Low-Cost Base Isolation (low-cost BI).
“Inovasi ini bekerja dengan metode yang mirip dengan konsep Base Isolation. Yaitu penanaman pondasi pada struktur bangunan yang dapat meminimalisir pengaruh gempa dengan meredam gaya gempa yang bekerja,” kata dia.
Pada low-cost BI temuan Hidayat, pelat besi baja dibuat berlubang – lubang sehingga berat material baja berkurang namun tetap mendapat kinerja anti gempa yang baik. Low-cost BI juga dapat memperkuat kontak antar karet dan baja, sehingga sistem dapat menyerap gempa dengan baik.
“Sesuai namanya, low-cost BI memiliki biaya konstruksi yang lebih murah bila dibandingkan dengan Base Isolation pada umumnya. Sehingga sangatlah mungkin diimplementasikan bagi rumah tinggal satu sampai dua lantai yang umum dibangun masyarakat. Terutama rumah – rumah yang berada di daerah zona gempa kuat,” sambung pria yang sudah bercucu dua ini.
Ke depannya, alumni ITS ini juga berencana mengarahkan risetnya untuk membuat model low-cost BI dari bantalan – bantalan karet skala kecil yang bisa diproduksi secara industri rumah.
Aktif sebagai anggota Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jembatan (KKJTJ) di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hidayat juga menggagas infrastruktur penyerap gempa pada jembatan bentang panjang.
Melalui penggunaan struktur tipe Base Isolation berupa Lead Rubber Bearing dan Friction Pendulum, Hidayat menyampaikan, gaya geser bangunan bawah dapat direduksi. Didapat desain pilar, ujung pilar dan pondasi yang lebih ekonomis dan memiliki daya serap energi gempa yang besar.
Untuk saat ini, inovasi Lead Rubber Bearing dan Friction Pendulum di Indonesia telah diterapkan dalam pembangunan jalan raya Jakarta-Cikampek dan juga jembatan Youtefa di Jayapura. Hidayat pun berharap bahwa pengetahuan ini baiknya dapat disosialisasikan kepada para praktisi di Indonesia.
“Terutama konsultan perencana jembatan, mengingat efektivitas dan kebermanfaatannya,” pungkas mantan Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) ITS ini. [ina]

Tags: