Budidaya Dipacu, Ekspor pun Melaju

Oleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa

Indonesia termasuk dalam jajaran negara pengekspor produk perikanan terbesar di dunia. Komoditas perikanan yang menjadi andalan ekspor Indonesia saat ini di antaranya udang, tuna-cakalang, cumi-sotong-gurita, rajungan-kepiting dan rumput laut. Udang dan rumput laut sebagian besar merupakan hasil perikanan budidaya sementara tuna-cakalang, cumi-sotong-gurita dan rajungan-kepiting merupakan hasil perikanan tangkap.

Pada tahun 2020, total ekspor produk perikanan tahun 2020 mencapai 5,2 miliar dolar AS, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya sebesar 4,9 miliar dolar. Sementara, data periode Januari-Maret 2021, nilai ekspor produk perikanan mencapai 1,27 miliar dolar AS, Kompas (15/10).

Oleh karena itu, tepat kiranya langkah KKP saat ini yang memperkuat subsektor perikanan budidaya, khususnya untuk tiga komoditas yang penyerapan dan nilainya di pasar dunia cukup tinggi, yakni udang, rumput laut dan lobster. Pilihan untuk memperkuat subsektor budidaya, pada wilayah lain sesungguhnya juga dilandasi oleh komitmen KKP dalam menjaga sumber daya alam perikanan tetap lestari, yang mengedepankan prinsip ekonomi biru dalam mengelola sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Singkatnya, KKP sangat concern (peduli) sekali dengan keberlanjutan. Itulah sebabnya, pengembangan perikanan budidaya untuk peningkatan ekspor harus didukung oleh riset kelautan dan perikanan.

Upaya tersebut menemukan relevansinya dengan mempertimbangkan bahwa Indonesia memiliki potensi lahan perikanan budidaya yang cukup luas. Tetapi hingga kini lahan budidaya tersebut belum dimanfaatkan oleh masyarakat. Potensi lahan budidaya di daratan sekitar 2 juta hektar. Sementara potensi lahan budidaya di laut lebih besar. Kalau berdasarkan rencana zonasi di berbagai provinsi, sekitar 2,6 juta hektar.

Salah satu kendala pemanfaatan lahan budidaya ini berkaitan dengan kultur belum ada kemauan. Sehingga meski sudah ada lahan budidaya di depan mata, bila tidak ada pihak yang mau memanfaatkannya, lahan tersebut tetap akan terbengkalai. Tak hanya itu, banyaknya regulasi di tingkat kementerian dan pemerintah daerah pun menjadikan masyarakat enggan menekuni sektor perikanan budidaya.

Banyak keluhan dari masyarakat soal banyaknya regulasi. Pemerintah di sini tugasnya menyederhanakan regulasi. Contoh kalau mau budidaya udang saja ada 21 izin yang harus diurus. Bagaimana orang mau budidaya kalau lihat regulasinya panjang begitu. Setiap kementerian, daerah, ada ijin. Karena itu, perlu ada kesungguhan untuk menyederhanakan regulasi. Selain memangkas regulasi, pemerintah juga tengah perlu melakukan intensifikasi terhadap lahan-lahan budidaya yang dimiliki masyarakat.

Pemerintah juga perlu menetapkan fokus komoditas budidaya unggulan di tiap-tiap daerah, hingga membangun sentra kelautan dan perikanan terpadu. Komoditas perikanan yang ada sungguh banyak, dengan demikian perlu fokus pada beberapa komoditas dengan mendasarkan pada market intelligentnya.

Pada sisi lain, pemerintah juga harus terus-menerus mengingatkan pelaku usaha agar dapat meningkatkan mutu produk ekspor sektor kelautan dan perikanan mereka agar tidak menghadapi penolakan produk perikanan Indonesia di pasar global. Jaminan mutu ini penting sebagai upaya meningkatkan kepercayaan pasar dunia terhadap produk perikanan Indonesia.

Berdasarkan data tahun 2020, sebanyak 2.191 unit pengolahan ikan (UPI) juga telah menembus ekspor ke 157 negara mitra dengan komoditas ekspor utamanya meliputi udang, tuna-cakalang-tongkol, cumi, kepiting-rajungan, rumput laut, dan ikan layur. Namun demikian, di balik tingginya data ekspor tersebut, pelaku eksportir produk perikanan Indonesia kerap kali menerima penolakan produk karena tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan negara tujuan ekspor. Menurut data US Food and Drug Administration (FDA) per Desember 2020, pada tahun 2020 terdapat 97 kasus penolakan ekspor perikanan dari Indonesia.

Budidaya Berbasis Iptek

Bahwa untuk mengembangkan budidaya di tengah masyarakat tidak mungkin tumbuh dengan sendirinya. Perlu dilakukan pelatihan-pelatihan agar masyarakat bisa melakukan budidaya dengan basis pengetahuan yang memadai.

Pemerintah dalam berbagai kesempatan sudah menggelar beberapa pelatihan sesuai dengan potensi budidaya dan persoalan yang dihadapi masyarakat. Misalnya, pelatihan pelatihan budi daya ikan dengan recirculating aquaculture system (RAS) dan budidaya mangrove di Kabupaten Serang, Banten, serta pelatihan pengembangan olahan ikan di Kabupaten Madiun dan Nganjuk, Jawa Timur (Jatim).

Ada dua pertimbangan mengapa pelatihan budidaya ikan dengan recirculating aquaculture system (RAS) dilakukan. Pertama, adalah pengaruh besar dari kualitas air bagi pertumbuhan dan kesehatan ikan yang tengah dibudidayakan. Kedua, adalah manfaat mangrove dari berbagai sudut pandang, yaitu manfaat dari segi ekologi, ekonomi, fisik-kimia, hingga sosial.

Kematian ikan di kolam budi daya sering kali terjadi akibat air yang tercemar oleh sisa pakan dan kotoran ikan. Sungai, danau maupun laut yang mengalir dengan sendirinya akan membersihkan bakteri dan kotoran tempat hidup ikan, berbeda dengan kolam yang cenderung mengendapkan kotoran dan bakteri tersebut.

Masalah itu dapat diatasi dengan RAS yang mengalirkan air kolam budi daya ke filter untuk dibersihkan dari kotoran dan bakteri, kemudian dialirkan kembali ke dalam kolam.

Melalui sistem RAS, kesehatan ikan dapat terjaga, sehingga berujung pada meningkatnya produktivitas usaha bagi pembudidaya ikan. Selain itu, mangrove memiliki kemampuan untuk menyerap kadar karbon di udara sampai empat kali lipat dibandingkan tumbuhan lainnya. Lumpur-lumpur yang mengandung toksin dari limbah perkotaan akan diserap oleh akar-akar mangrove sehingga tidak mencemari perairan dan daratan di sekitarnya. Apabila kawasan mangrove dikelola dengan baik, maka kawasan tersebut berpotensi menjadi daerah wisata yang menguntungkan masyarakat. Pada saatnya nanti, kawasan mangrove ini akan ditebar dengan kepiting, penyu, unggas dan biota lainnya yang melengkapi kawasan ekosistem mangrove ini sebagai tempat masyarakat dalam menikmati keindahan alam dan satwa.

Selain dapat menekan abrasi, mangrove juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Mangrove dapat menjadi sumber pangan manusia, pakan ternak, kayunya dapat digunakan untuk bahan kerajinan, buahnya dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, kandungannya bisa menghasilkan pewarna alami untuk pembuatan batik dan lain sebagainya.

Kita sungguh khawatir terhadap masalah terhambatnya produktivitas usaha budi daya ikan akibat penggunaan teknologi yang tidak efisien. Namun, dengan adanya pelatihan budi daya ikan menggunakan RAS tersebut, masyarakat dapat memahami akses modal, teknologi, dan fasilitas yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha budi daya ikan.

Bahwa meningkatnya hasil budidaya perikanan perlu diikuti dengan diversifikasi olahan ikan. Langkah ini sungguh dibutuhkan bagi masyarakat di wilayah dengan potensi hasil ikan laut yang berlimpah. Diversifikasi olahan ikan berperan dalam menyimpan ikan lebih lama dibanding dalam kondisi asli, (agar ikan) memiliki cita rasa yang berbeda dan dapat dikreasikan, dan tentunya memberi nilai tambah yang lebih tinggi di pasar.

Perlu dilakukan terobosan-terobosan pengembangan diversifikasi olahan ikan yang dapat meningkatkan daya jual dan menarik minat masyarakat untuk mengonsumsi ikan. Dengan sedikit saja menyiasati kemasan hasil perikanan, misalnya dibungkus sedemikian sehingga bisa lebih tahan lama, maka sudah akan menambah keuntungan dibandingkan dengan dijual dalam keadaan segar, yang sering kali merugi karena tidak tahan lama.

Lantaran itu perlu terus dilakukan pelatihan pelatihan yang dapat menumbuhkan minat masyarakat untuk membuka usaha olahan produk perikanan, sehingga akan muncul wirausaha baru atau start up melalui e-commerce di bidang perikanan dan kelautan. Harapan berikutnya, akan terus tumbuh usaha baru di bidang perikanan, khususnya dalam hal ini usaha kreasi olahan ikan sehingga dapat turut membangun perekonomian perikanan nasional.

——- *** ——–

Rate this article!
Tags: