Budidaya Maggot Sedang Berkembang di Kabupaten Lamongan

Para pemuda Desa Berbudidaya Maggot BSF yang saat ini sedang berkembang di Lamongan

Lamongan, Bhirawa
Maggot BSF Larva Black Soldier Fly kini mulai ditekuni para petani desa untuk menjadi pakan ternak alternatif ikan dan unggas, karena memiliki kandungan protein cukup tinggi.
Maggot inilah yang menjadi pilihan dan tengah dikembangkan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Islam Lamongan (Unisla) di desa – desa, Seperti kali ini di Desa Kuluran, Kec Kalitengah.
Menurut Rahmat Cahyono Fatmil, mahasiswa Fakultas Peternakan Unisla, keberadaan pasar desa di Desa Kuluran sangat mendukung keberlangsungan budidaya Maggot BSF yang dikenal sebagai hewan pemakan sampah organik itu. Apalagi masyarakat Desa Kuluran yang mayoritas petani tambak dinilai sangat membutuhkan pakan alternatif, karena pakan pabrikan atau konsentrat semakin mahal.
”Ini menjanjikan sekali, karena maggot ini kan budidayanya saja menggunakan sampah yang tentu nilai ekonomisnya nyaris tidak ada. Kemudian dijadikan budidaya maggot yang memiliki protein cukup tinggi dan kalau dijadikan pakan ternak pasti menguntungkan sekali,” kata Cahyo, Minggu(4/8).
Bahkan, kata Cahyo, kini perusahaan pakan ternak juga sudah mulai melirik maggot sebagai sumber protein pengganti tepung ikan. ”Karena tepung ikan sendiri sudah tak bisa diandalkan sebagai bahan utama lagi, karena harganya semakin mahal. Penangkapan ikan sekarang sudah dibatasi, otomatis tepung ikan juga sulit didapat, ketika ada maggot ini bisa menjadi solusi,” ujarnya.
Cahyo menambahkan, selain dimanfaatkan sebagai pakan alternatif, Maggot BSF juga dapat mendatangkan penghasilan tambahan dari penjualan telur maggot maupun penjualan pupa.
”Harga telur saja Rp10 ribu per gram, kalau 10 kilo kan sudah Rp10 juta. Kemudian harga maggot sendiri ketika fase pupa yang akan jadi lalat itu satu kilo harganya sekitar Rp100 ribu kalau dari peternak,” ucapnya.
Lebih lanjut, mahasiswa semester enam ini menjelaskan, untuk tahap awal budidaya Maggot BSF bisa dimulai dengan prepupa satu kilo. ”Itu nanti dilihat saja prosentase yang jadi lalat berapa, nanti akan kelihatan telur yang dihasilkan berapa. Dari satu gram telur itu sudah bisa menghasilkan lima kilogram magot, prospek sekali,” kata Cahyo.
Sementara itu, Kepala Desa Kuluran, Ahmad Syafik, mengaku sangat tertarik dengan budidaya Maggot BSF dan berencana untuk memasukkan budidaya Maggot BSF ke dalam Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kuluran.
”Selain budidaya maggot ini, kita sudah ada tiga titik, yaitu budidaya lele, budidaya unggas bebek pedaging dan peternakan kambing, nanti itu semua akan kita masukkan menjadi satu di BUMDes,” kata Syafik.
Syafik pun menginginkan adanya pendampingan secara berkelanjutan dari Unisla demi keberhasilan budidaya Maggot BSF di desanya.
”Mudah-kudahan ke depan pemerintah desa bisa bekerja sama tidak hanya sampai di sini saja, tapi terus berlanjut sampai tahun – tahun berikutnya. Mungkin ini baru awal, tapi mudah – mudahan ke depan bisa menjadi penghasil Maggot BSF terbanyak di Kec Kalitengah maupun di Kab Lamongan,” kata Syafik, usai mengikuti seminar budidaya Maggot BSF oleh mahasiswa KKN Unisla. [mb9]

Tags: