Bukan Kuasa Seorang Guru untuk Menjadikan Murid Itu Baik dan Pandai

Oleh: M. Fakhruddin Al-Razi
Mahasiswa magister psikologi UNY asal Madura.

Menjadi guru, ustaz, atau apa saja yang berkaitan dengan mengajar tidaklah mudah. Seperti kata pepatah, lebih mudah menuntun peliharaan daripada menuntun anak orang. Ketika segerombolan bebek dituntun untuk pergi ke kandangnya, mereka akan dengan serempak mengikuti arahan pemeliharanya. Berbeda ketika sekelompok manusia dituntun ke arah barat, bisa saja mereka akan pergi ke arah timur, atau bisa saja pergi ke selatan dan utara kemudian baru ke arah barat. Itulah mengapa menjadi guru adalah sebuah pekerjaan yang sangat mulia. Sebab menuntun dan mengajari manusia tidak semudah menuntun hewan peliharaan.

Pasti ada banyak keluh kesah orang-orang yang beraktivitas dalam dunia belajar-mengajar. Ketika seorang murid melakukan sebuah kesalahan, kerap kali orang tua akan mengadukan komplain kepada guru tanpa melakukan cross check terlebih dahulu kepada murid yang bersangkutan. Terlebih dengan adanya sejumlah berita yang mengabarkan bahwa banyak guru yang dilaporkan kepada pihak hukum, menandakan bahwa masyarakat masih menumpukan proses belajar hanya kepada guru saja. Padahal tugas guru hanyalah mengajar dan mengarahkan murid, bukan untuk menciptakan kebaikan dan kepandaian pada diri murid.

Yang perlu ditegaskan di sini adalah bahwa tugas guru hanyalah mengajar, menuntun, dan mengingatkan murid, bukan untuk menjadikannya pandai atau baik perilakunya. Meskipun memang tujuan pendidikan adalah menjadikan seseorang mahir dalam sesuatu bidang dan baik perilakunya, namun pandai dan tidaknya serta baik dan buruknya perilaku seorang murid bukanlah termasuk dari kuasa seorang guru. Seorang guru hanyalah berperan menyampaikan apa yang harus disampaikan sembari berusaha untuk menuntun seorang murid ke arah yang benar. Perkara yang diajar dan dituntun tidak sesuai ekspektasi, maka bukan berarti itu salah guru sepenuhnya.

Meski memang ada banyak faktor yang menjadikan proses belajar berhasil dan tidak, namun tetap perlu disadari bahwa guru adalah seorang manusia yang mempunya keterbatasan kekuasaan. Guru bukan seorang malaikat apalagi Tuhan yang bisa segalanya, sehingga perlu adanya kesadaran untuk benar-benar memanusiakan guru yang memang hanyalah seorang manusia. Ketika menjadikan seseorang pandai dan baik akhlaknya adalah kuasa guru, maka pasti tidak akan ada murid yang bodoh dan buruk akhlaknya. Tapi pada kenyataannya, proses belajar tidak selalu seberhasil apa yang diharapkan oleh orang tua.

Kita perlu menyadari bahwa proses belajar bukanlah sebuah proses sederhana dan sepihak. Guru di sini termasuk ke dalam salah satu bagian proses penting yang juga berkaitan dengan bagian-bagian lainnya. Guru berusaha untuk menumbuhkan sikap baik dan memberikan informasi serta pelajaran, begitu pula siswa juga harus berusaha untuk menyerap apa yang telah diberikan oleh seorang guru. Tidak hanya itu, orang tua juga turut berperan dalam tercapainya kesuksesan anak dalam belajar. Proses belajar bukanlah proses searah antara guru dan murid di mana guru bisa dengan leluasa memasukkan informasi dan mengatur perilaku murid sesuka hati. Akan tapi proses belajar adalah proses yang saling berkesinambungan antara satu aspek dengan yang aspek lainnya. Ketika guru berusaha maksimal sementara murid tidak, maka misi pembelajaran akan sulit dicapai. Begitu pula sebaliknya.

Paradigma seperti ini tidak hanya perlu dimiliki oleh masyarakat namun juga perlu ditanamkan dalam diri guru itu sendiri. Bahwa tugas guru adalah mengajar dan menuntun, selebihnya adalah bergantung pada proses si murid dan tentu takdir serta kuasa Tuhan. Ketika ini tidak tertanam dalam diri guru, maka mengajar akan menjadi sangat berat. Coba bayangkan ketika dalam proses mengajar ternyata ada beberapa murid yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, sementara idealisme tetap bersikukuh bahwa semua murid harus sama pandai dan baik sebagaimana yang sudah diajarkan oleh guru. Jika demikian, yang ada hanya perasaan stres dan tertekan karena hasil tidak sesuai dengan harapan.

Tulisan ini mengajak masyarakat, murid beserta segala pihak yang turut andil dalam proses belajar-mengajar utamanya guru untuk menyadari bahwa proses belajar bukanlah proses searah dari guru ke murid saja. Tapi jauh daripada itu, masing-masing elemen juga mempunyai perannya masing-masing. Sama seperti orang yang menanam pohon mangga dan mengharap buahnya. Tidak semua buah mangga yang ada di pohon akan matang seluruhnya. Ada buah yang matang ada pula buah yang belum matang tapi sudah jatuh ke tanah. Begitu pula dengan pembelajaran. Tidak akan semua murid seluruhnya menjadi pandai dan baik sebagaimana harapan dan cita-cita dalam pembelajaran. Pasti ada beberapa yang melenceng dari perkiraan. Tugas guru selain tetap harus berusaha adalah menyadari kapasitas dan wilayah kekuasaannya. Ketika sudah dirasa maksimal pembelajaran yang diberikan, maka sudah sampai di sana tugas guru, selebihnya bergantung pada usaha murid dan takdir Tuhan. Guru juga perlu membatasi idealismenya dalam mengajar. Jadi mengajar tujuannya bukan untuk menjadikan orang pandai dan baik perilakunya, melain untuk mengisi peran dalam proses pembelajaran yang hasilnya bukanlah semata ada di tangan guru itu sendiri. Sama seperti menanam pohon yang tidak akan semua buah yang tumbuh nantinya akan matang. Itu yang perlu disadari oleh guru agar dalam proses pembelajaran, sehingga seorang guru tidak mudah merasa terbebani dan mengalami stres.

Memang ada banyak hal yang akan merintangi kesuksesan, namun selama prinsip yang dipegang tetap seperti itu maka guru tidak perlu khawatir ketika ada murid yang ternyata ketika diajari malah semakin kurang ajar. Tenang, tidak semua mangga harus matang di pohonnya. Mungkin beberapa akan ada yang matang setelah terjatuh dari pohon. Mungkin selama proses belajar ada beberapa siswa yang terlihat sulit paham dan bebal, namun seperti buah mangga tadi, mereka tidak harus matang pas setelah proses belajar selesai. Mungkin mereka akan menjadi matang ketika sudah terjun ke masyarakat, atau mungkin ketika mereka sudah bekerja, entah juga tidak ada yang tahu. Toh kalau dilihat secara konsep agama, murid itu paham bukan karena guru, melainkan karena dijadikan paham oleh Tuhan melalui perantara guru dan usahanya sendiri dalam belajar. Sekian.

———- *** ———–

Tags: