Bukan Sekadar Latah, Apalagi Asal-asalan

(Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah)
Oleh :
Nur Cholissiyah
Pengajar di SMPN 3 Kedungadem, Bojonegoro

Baru-baru ini dunia pendidikan dihebohkan berita tentang kecelakaan yang dialami siswa-siswi MTs Bani Al-Mursad dusun Banaran Desa Kerik Kecamatan Takeran Kabupaten Magetan. Kejadian hanyutnya 6 siswa sekolah menengah pertama itu diakibatkan kelalaian pembina dalam kegiatan outbond yang diadakan di Wana Wisata Grape kecamatan Wungu kabupaten Madiun (detikNews, Senin 10 April 2017).
Kegiatan yang berakhir tragis ini dapat dijadikan evaluasi bersama, khususnya dunia pendidikan. Tentang hakikat sebenarnya pendidikan karakter dalam setiap lini kehidupan sekolah.
Kecerobohan ini harusnya tidak perlu terjadi. Sangatlah ironis suatu kegiatan sekolah yang notabene perlunya menumbuhkan iklim pendidikan berkarakter malah terkesan asal-asalan, kurang manusiawi dan berakibat fatal. Maraknya kegiatan eks-sekolah serupa terkesan bergeser dari konsep penanaman karakter yang semestinya.
Beberapa anak diminta berkelompok diminta untuk menyeberangi sungai yang alirannya cukup deras dan bertahan serta berpegangan pada sebatang pohon yang mengakibat hanyutnya beberapa siswa ini. Barang kali tak terlintas dibenak beberapa Pembina kegiatan tersebut peristiwa naas itu terjadi.
Pergeseran nilai karakter kegiatan eks -sekolah yang sepintas terkesan kurang praktis, terkesan ikut-ikutan dan kurang memperhatikan faktor keamanan anak didik patut dievaluasi lagi. Kalaupun toh dengan dalih ingin menanamkan siswa mencintai alam. Tentu tidak selalu harus mengajak anak menyeberang sungai tanpa memperhatikan faktor keselamatan anak didiknya.
Pendidikan berbasis alam bukanlah kemudian selalu diartikan pendidikan yang harus mengajak anak ke alam terbuka sambil menyeberang sungai yang berbahaya. Akan tetapi bisa dengan berbagai cara yakni dengan mengaitkan materi dan subpokok bahasan dalam setiap pembelajaran itu dengan konsep yang berbasis alam.
Misalnya membuat puisi tentang dengan tema alam; menyuguhkan teks pidato tentang pelestarian alam; mengajak anak didik untuk mengamati alam sekitar sekolah; mengamati fenomena kejadian alam dan penampakan alam; mencintai alam dengan cara menanam beribu pohon; menanan tanaman pangan di lingkungan sekolah; beternak ikan dan masih banyak lagi kegiatan yang kreatif dan inovatif dan masih ada korelasinya dengan alam.
Kegiatan outbond yang kurang terprogram dengan baik, bisa jadi akan mengaburkan makna penanaman karakter yang ingin dikembangkan. Setiap kegiatan pembelajaran dan kegiatan eks-sekolah harus diarahkan pada pembentukan dan penanaman karakter. Maraknya kegiatan pembelajaran yang sekedar terkesan having fun tentunya juga patut dipertanyakan.
Muatan-muatan nilai karakter serta strategi pembelajaran yang kurang variatif ini yang bisa menjadi faktor pemicu adalah kesalahan dalam pembelajaran. Sementara konsep program yang terencana tentunya menjadi jawaban adanya rencana-rencana kegiatan yang terarah, terpadu, intergrasi dengan penanaman karakterm serta mempertimbangkan faktor keamanan harus tetap menjadi bagian yang selalu bernaung dalam pemikiran seorang pendidik sebelum membuat perencanaan pembelajaran atau kegiatan ekstakurikuler yang diingin diajarkan ke anak didik. Maka dari itu fungsi cek dan kontrol kepala sekolah menjadi mutlak adanya.
Penanaman karakter mengalami pergeseran dari hakekat sebenarnya. Ketika pembelajaran kurang memperhatikan esensi penanaman nilai karakter. Maka bisa dipastikan pembelajaran seperti proses mentransfer ilmu saja, atau pembelajaran yang terkesan having fun saja, tanpa memperhatikan muatan nilai -nilai karakter yang melingkupinya.
Nilai-nilai karakter banyak yang bisa diajarkan ke anak itu dapat dilakukan dengan gaya permainan sederhana yang memunculkan karakter setia kawan, kebersamaan, kepedulian, gotong royong dan rasa ingin tahu, demokratis dan tanggung jawab. Dan yang terpenting lagi pembelajaran itu adalah memenuhi prinsip ekonomis , murah, aman dan praktis .
Maraknya kegiatan eks-sekolah seperti field trip atau out bond juga harus mengintegrasikan nilai-nilai karakter. Bukan sekedar kegiatan having fun saja. Tanpa tugas-tugas yang diharapkan mampu melatih anak untuk mampu mengespresikan atau mengoptimasilasikan daya pikir, cipta,rasa dan karsa yang terdapat dalam pribadi anak tersebut. Dan pada akhirnya menjadi sebuah nilai karakter yang akan tertanam nantinya.
Seperti nilai tanggung jawab dalam sebuah kelompok, mengeskpresikan daya cipta, nalar dan imajinasinya misalnya dalam tugas menyusun laporan perjalanan field trip secara tertulis, membuat cerita pendek, menceritakan pengalaman yang telah lalu dalam bentuk tulisan bebas.
Dan banyak lagi kegitan pembelajaran yang bisa dikolaborasikan didalamnya. Kembali ke khittoh pendidikan karakter Konsep penyelenggaraan pendidikan tidak boleh jauh dari koridor hukum yang telah ditetapkan dalam sistem Pendidikan Nasioanal yang harus menjadi sandarannya.
Seperti pada undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian dipertegas dalam undang-undang nomor 141 tahun 2005 tentang penjelasan sistem pendidkan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa. Yakni menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, berakhlak dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Patut kiranya peletakan dasar penanaman karakter ini pula dikembang tidak hanya dalam pendidikan formal, informal saja akan tetapi juga harus didukung kehidupan sosial yang masif dan dinamis. Maka dari itu selayaknya guru kepala sekolah , komite dan pemangku kepentingan dalam pendidikan harus kembali berkaca pada konsep pembelajaran karakter agar dalam pelaksanaannnya bisa terarah.
Seperti buah pikir Sudrajat (2010), pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil.
Dalam pendidikan karakter di sekolah semua (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran, kualitas hubungan, penanganan atau pengeloaan mata pelajaran sekolah mengelolaan sekolah. Pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ekstra-kurikuler, pemberdayaan sarana dan prasarana, pembiayaan dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
————- *** —————

Tags: