Buku: Asmara dan Kesendirian

Judul : The Storied Life of A.J. Fikry (Kisah Hidup A.J. Fikry)
Penulis : Gabrielle Zevin
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama (GPU)
Cetakan : I, 2017
Tebal : 280 halaman
ISBN : 978-602-03-7581-6
Peresensi : Muhammad Khambali,
Esais dan Pegiat di Pustaka Kaji, Jakarta.

“Kita membaca untuk mengetahui kita tidak sendirian. Kita membaca karena kita sendirian. Kita membaca dan kita tidak sendirian.” Demikian kutipan memikat tentang buku dan membaca itu dapat kita temukan dalam novel Gabrielle Zevin yang telah diterjemahkan dengan judul, Kisah Hidup A.J. Fikry. Kutipan itu gampang mengingatkan kita dengan apa yang pernah pengarang Amerika, Ernest Hemingway katakan, “Tak ada teman yang memiliki kesetiaan seperti buku.” Tak ayal, novel terasa pas bagi para pencinta buku.
Seperti judulnya, novel berkisah tentang seorang pembaca buku sekaligus pemilik toko buku bernama A.J Fikry. Fikry tinggal sendirian di lantai atas toko bukunya itu. Nic, istrinya telah meninggal selama dua tahun, dan hal itu membuat Fikry merasa depresi. Dulu, Fikry memutuskan membuka sebuah toko buku di pulau kecil karena atas saran dari istrinya. Nic pada saat itu berkata kepadanya, “”Ada cara-cara yang lebih baik dan bahagia untuk menjalani kehidupan literatur” (hal. 211). Fikry dan istrinya merasa sebuah kota kurang sempurna tanpa toko buku.
Tetapi semenjak istrinya meninggal, Fikry menjadi penyendiri, menjauhi para penduduk kota, dan hanya berbicara saat bertemu dengan para pembeli buku di tokonya. Fikry dikenal orang-orang sebagai sosok yang dingin, sinis dan terkadang bersikap kasar terhadap orang lain. Seperti pada suatu hari saat seorang wiraniaga bernama Amelia datang ke toko bukunya untuk menawarinya buku-buku dari penerbitnya. Fikry menolak setiap buku yang ditawarkan, dan mengomel tentang buku-buku yang tidak disukainya.
“Aku muak dengan novel-novel karya bintang televisi realitas yang ditulis penulis bayangan, buku foto selebriti, memoar olahraga, edisi dengan sampul poster film, barang-barang koleksi, dan-kurasa ini tidak perlu dikatakan lagi-vampir.” (hal. 18).
Setelah sebuah buku berjudul The Late Bloomer yang Amelia tawarkan kepada Fikry ditolak mentah-mentah dan dikatakan jelek, Amelia merasa sakit hati dan meninggalkan toko buku Fikry dengan perasaan kesal. Beberapa waktu kemudian Fikry merasa menyesal, lalu membaca buku yang ditawarkan oleh Amelia tersebut dan ternyata Fikry sangat menyukai buku itu. Fikry kemudian meminta maaf kepada Amelia dan mengajaknya bertemu. Bermula dari buku, Fikri dan Amelia lalu menjalin asmara.
Sebagai pembaca buku, Fikry memiliki pandangan yang tidak biasa tentang penulis buku. Fikry tidak pernah mengundang penulis datang ke toko bukunya. Fikry yakin bahwa buku adalah cerminan jiwa dan diri sang penulis. Ia berusaha menghindari pertemuan dengan para penulis buku yang disukainya, karena khawatir mereka akan membuatnya tidak lagi menyukai buku mereka (hal. 42).
Tetapi demi menyenangkan hati Amelia, kekasihnya, Fikry bersedia mengundang penulis buku kesayangan Amelia, yaitu The Late Bloomer, ke toko bukunya. Untuk kali pertama, Fikri mengajak orang-orang untuk menghadiri acara temu penulis dan diskusi buku di toko bukunya. Fikry hendak menjadikan momen istimewa itu untuk sekaligus melamar Amelia. Setelah acara usai, Fikry melamar dan berkata kepada Amelia, “Aku bisa menjanjikanmu buku, percakapan, dan hatiku seutuhnya (hal. 165).
Seperti kisah hidup Fikry, buku-buku dapat mengubah takdir dan cara pandang seseorang. Novel ini mengungkapkan bahwa membaca bukan semata jendela dunia, melainkan membaca adalah cara kita bertemu dengan orang lain. Buku dapat mempertemukan kita dengan orang lain dengan cara yang sulit ditebak. Persis seperti yang diungkapkan oleh Fikry, “Terkadang, buku-buku tidak menemukan kita hingga saat yang tepat” (hal. 101).

————– *** —————

Rate this article!
Tags: