Buku K-13 Langka,Daerah Wajib Tanggung Jawab

Dindik Jatim, Bhirawa
Keberadaan buku Kurikulum 2013 (K-13) seakan telah langka. Khususnya bagi siswa kelas 3 dan 6 SD/MI serta kelas 11 SMP/MTs di sekolah yang melaksanakan K-13 secara mandiri belum satu pun menerima buku. Padahal, proses belajar mengajar tahun ajaran 2015/2016 telah dimulai sejak Juli lalu.
Hal ini pun memantik keprihatinan Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim yang sejak awal meminta kabupaten/kota untuk patuh terhadap aturan, dan meminta sekolah kembali menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Karena itu, tidak adanya jatah buku dari pusat ini pun harus menjadi perhatian serius dari daerah.
“Sejak awal kita minta untuk kembali ke KTSP. Tapi beberapa daerah nekat tetap melanjutkan dan mendorong sekolah untuk mengajukan diri secara mandiri ke Puskur (Pusat Kurikulum),” tutur Kepala Dindik Jatim Saiful Rachman saat dihubungi, Selasa (11/8).
Keputusan daerah yang nekat untuk melanjutkan K-13 tidak diperhitungkan secara matang. Misalnya terkait buku pegangan siswa maupun buku pegangan guru yang nyatanya tidak ada jatah dari pusat. Karena itu, daerah harus bertanggung jawab. Salah satunya ialah pengadaan buku dengan menggunakan anggaran APBD dua.
“Kita tidak menganggarkan untuk pengadaan buku karena kita sepakat kembali ke KTSP. Tapi bagi daerah yang nekat melanjutkan K-13 seharusnya memperhitungkan keperluan ini,” tutur dia. Karena tidak diperhitungkan, Saiful khawatir wali murid yang akan dikorbankan. Mereka harus membeli sendiri buku di pasaran. Sementara soft copy buku K-13 yang tidak bisa selamanya diandalkan. Sebab, soft copy sifatnya hanya sementara untuk mengantisipasi jika buku terlambat datang.
“Provinsi akan melakukan evaluasi lagi dengan kabupaten/kota. Jangan sampai, persoalan seperti ini dilepas begitu saja ke sekolah dan wali murid lalu menjadi beban mereka,” tutur dia.
Seperti diketahui, dari 38 kabupaten/kota di Jatim, Surabaya merupakan salah satu daerah yang nekat tetap menggunakan K-13. Dari total 535 SD/MI negeri dan swasta yang melaksanakan K-13, hanya 14 diantaranya termasuk pilot project K-13. Sementara untuk jenjang SMP, dari 180 satuan pendidikan, negeri dan swasta, hanya delapan diantaranya yang merupakan pilot project K-13.
Kabid Pendidikan Dasar Dindik Surabaya Eko Prasetyoningsih mengakui, hingga saat ini buku K-13 hanya diterima sekolah-sekolah yang menjadi pilot project. Sementara sekolah yang mengajukan secara mandiri hingga kini masih mengandalkan soft copy yang diunduh dari website Dindik Surabaya maupun Kemndikbud. [tam]

Tags: