Bunga Kredit dan Denda Tinggi, Ketua DPRD Sebut BFI Probolinggo Rentenir

Ketua DPRD Abdul Mujib (dua dari kanan) datangi BFI.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Kota Probolinggo, Bhirawa
Atas laporan Tutik Mawarni warga Jl. Cempaka Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo, kepada DPRD beberapa waktu lalu berbuntut panjang. Dilaporkannya soal penyitaan unit sepeda motor yang dijaminkan untuk pinjaman dana, pada sebuah perusahaan pembiayaan BFI Finance Cabang Probolinggo yang dinilai tidak wajar. Ketua DPRD kota setempat Abdul Mujib, datangan kanto BFI untuk klarifikasi.
Guna mengusut masalah itu, lima orang perwakilan DPRD Kota Probolinggo, meminta penjelasan ke pihak BFI Finance cabang Probolinggo. Jika bunga kredit dan denda angsuran yang seperti dilaporkan tersebut, terlalu tinggi, mka itu BFI kota Probolinggo adalah rentenis, kata Abdul Mujib, Rabu 26/2/2020.
Proses klarifikasi berjalan alot, kedua belah pihak sempat bersitegang dan beradu argumen. Pihak DPRD meminta unit sepeda motor yang disita segera dikembalikan ke pemiliknya. Sedangkan pihak BFI Finance cabang Probolinggo, kukuh menolak karena bukan wewenangnya.
Abdul Mujib, Mangatakan bunga dan denda keterlambatan angsuran BFI Finance cabang Probolinggo terlalu tinggi dan tidak berdasar. Bahkan ia menyebutnya sebagai praktek rentenir. “Yang diterima cuma satu setengah juta. Yang harus dibayar itu lebih dari lima juta. Ini kan gak ada bedanya dengan rentenir,” ujarnya.
Mujib melanjutkan, Sebelumnya Tutik Mawarni, seorang debitur meminjam dana sebesar Rp. 2 juta, kepada BFI. Finance (Kreditur). Setelah dipotong biaya administrasi, debitur hanya memperoleh dana sebesar Rp. 1,5 juta.
Tutik memiliki tanggungan angsuran senilai Rp. 250 ribu. selama 6 bulan berjalan biaya angsuran mampu dibayar. Tapi angsuran ke tujuh dan seterusnya, ia menunggak. Lantas, seorang utusan BFI Finance dari pihak ketiga, mendatangi tutik dan menjanjikan potongan pembiayaan angauran. Tutik pun datang ke kantor BFI Finance cabang Probolinggo, untuk menindak lanjuti tawaran itu, tuturnya.
Sayangnya, bukan potongan yang didapat. Tutik justru harus rela sepeda motornya disita. Lalu ia diminta melunasi kekurangan angsuran sebesar Rp. 1,4 juta. Esoknya ia kembali ke kantor BFI Finance, untuk melunasi tanggungannya. Tapi ditolak dengan alasan prosesnya terkunci sistem, jelasnya.
Pelapor diminta kembali lagi sepekan berikutnya, namun saat menunggu waktu itu, justru keluar kembali tagihan sebesar Rp. 3,6 juta. “Yang bersangkutan kan sudah punya itikad baik mau melunasi,” tegas Mujib.
Ketua Komisi C DPRD Kota Probolinggo, Agus Riyanto, mengatakan banyak kasus seperti ini di Probolinggo. Hal itu dikatakan tak boleh dibiarkan. “Jadi warga Kota Probolinggo jangan takut-takut melapor soal seperti ini,” lanjutnya.
Pimpinan Cabang BFI Finance Probolinggo, Yuyut Yudha Prasetya, mengatakan untuk masalah bunga pinjaman telah disepakati diawal antara debitur dan kreditur. “Tagihan terakhir 3,6 juta itu sudah masuk semua dengan pembiayaan perawatan unit, biaya penarikan unit dan administrasi. Dibebankan kepada debitur, tapi itu angkanya tidak kaku dari BFI,” ungkap Yudha.
Setelah proses klarifikasi berjalan alot, pihak BFI Finance Cabang Probolinggo, akhirnya bersedia mengembalikan sepeda motor yang disita kepada pemiliknya. Sementara pihak DPRD, akan melanjutkan pembahasan hukum BFI Finance pada kesempatan lain, tambah Mujib.(Wap)

Tags: