Bupati Amin Ceritakan Bondowoso Sulap Kopi Rakyat Jadi Kopi Kelas Dunia

Bupati Bondowoso Drs H Amin Said Husni saat menjadi pembicara dalam acara Mengelola Kekayaan Kopi Nusantara di Bentara Budaya Jakarta (samsul Tahar/Bhirawa)

Bondowoso, Bhirawa
Berkat perhatian dan kerja keras Pemkab Bondowoso, instansi lain serta semangat para petani kopi di Bondowoso, akhirnya kopi rakyat dari tanah Bondowoso itu kini bisa menjadi kopi kelas dunia.
“Kopi Bondowoso tadinya adalah kopi rakyat, tapi sekarang orang sudah menyebut (menilai) kopi Bondowoso sejajar dengan kopi Gayo, sejajar dengan kopi Toraja, sejajar dengan kopi Mandailing, Padahal tadinya ini kopi rakyat. ini kopi tadinya ditanam secara asalan yang dijual hanya Rp 17.000 per kilogram tapi setelah dibina oleh pemerintah setelah 6 tahun dibuat cluster kopi, sekarang harganya mencapai Rp 90.000 per kilo,” kata Bupati Bondowoso, Amin Said Husni saat berdiskusi dalam bertajuk Mengelola Kekayaan Kopi Nusantara di Bentara Budaya Jakarta kemarin.
Bupati Bondowoso itu menceritakan awal kebangkitan Kopi Bondowoso. Menurutnya, awalnya ia gelisah karena petani mulai meninggalkan usaha perkebunan Kopi. Hal tersebut dikarenakan harga kopi Bondowoso yang sangat murah.
Kemudian setelah menyerap aspirasi masyarakat dan berdiskusi dengan tim internal Kabupaten. Akhirnya Bupati pun berjanji akan mendampingi dan melakukan pembinaan kepada para petani Kopi.
Langkah selanjutnya Bupati mengundang Peneliti Utama pada Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka), Surip Mawardi untuk berdiskusi lebih jauh tentang persoalan tersebut. Sebab, Pemerintah tak mungkin bisa menyelesaikan persoalan tersebut secara sendirian tanpa kolaborasi dari berbagai pihak dan semangat petani.
Gayung pun bersambut, Puslitkoka dan Surip Mawardi pun siap mendampingi dan memberikan bantuan Ilmu pengetahuan dan penelitiannya untuk melakukan terobosan agar Kopi Bondowoso bisa dilirik konsumen dan kualitas Kopi bisa terwujud.
“Saya minta pendampingan dari Puslitkoka lembaga yang sebetulnya ada di Jember tapi dimanfaatkan betul oleh Kabupaten Bondowoso dan saya berterima kasih kepada Pak Surip yang begitu tekun dan sabar mendampingi petani untuk membangkitkan kembali semangat mereka,” kata Amin Husni.
“Puslitkoka inilah yang mendampingi petani yang melatih mereka yang mengajari mereka bagaimana kopi yang benar bagaimana bercocok tanam yang baik kapan dipetik kapan harus diolah dan bagaimana cara mengolahnya berapa suhunya untuk roasting dan sebagainya hingga berhasil menciptakan Standar Operasional Prosedur atau SOP bagi para petani,” tambah dia.
Kemudian Bupati Bondowoso ini juga menggandeng Bank Indonesia, dunia Perbankan, Perhutani, PT Indokom dan APEKI.
Untuk Bank Indonesia, Kolaborasi tersebut yakni dengan memanfaatkan dana CSR untuk membiayai pelatihan berkebun dan pertani serta memberikan pelatihan untuk merubah pola pikir petani.
“Umumnya mereka itu tadinya tidak berpikir tentang kualitas mereka berpikir yang penting jualannya segera bisa laku dan segera bisa untuk makan hari ini dan besok sekalipun dia terjerat oleh para pengijon, dia sudah di duitin oleh para pengijon dan dipaksa untuk dijual kembali lagi ke pengijon dengan harga yang ditentukan oleh pengijon itu sendiri,” kata dia saat mengenang awal pertama kali membangkitkan Kopi Bondowoso kepada masyarakat.—potong di sini….
“Tapi setelah adanya pelatihan (dari Dana CSR B.I) dan didampingi oleh Puslitkoka ada perubahan mindset petani. Mereka itu sudah tidak lagi berpikir bagaimana agar segera dapat duit tetapi mereka sudah berpikir agar kopinya menjadi kopi yang berkualitas maka kemudian menjadi kopi yang spesial dan harganya bisa melambung tinggi dan kesejahteraannya meningkat,” tambahnya.
Sementara Kolaborasi kepada Bank Jatim dimaksudkan untuk memberikan kemudahan permodalan bagi para petani Kopi dalam membuka usaha dan mengembangkannya.
Tak kalah penting, kata dia yakni kerjasama dengan Perhutani. Sebab, mayoritas petani kopi di Bondowoso tidak memiliki lahan untuk bercocok tanam. Hal tersebut tentu berbeda dengan daerah-daerah penghasil kopi lainnya di seluruh dunia. Dimana para petani biasanya memiliki lahan pertanian.
“Petani kopi di Bondowoso itu umumnya adalah petani yang tidak punya lahan beda dengan Gayo. mungkin petani kopi di Bondowoso itu adalah petani yang tidak memiliki lahan kalaupun punya lahan hanya ada di sekitar pekarangan saja tetapi dengan kerjasama yang diikat pemerintah ada memorandum of understanding antara pemerintah Bank Indonesia dan Bank Jatim Puslitkoka kemudian Perhutani kemudian ada kerjasama dengan lainnya dan berjalan dengan baik sehingga belasan ribu hektar bahkan pengembang puluhan ribu hektar ini bisa ditingkatkan atau digunakan untuk menjadi perkebunan kopi rakyat,” katanya.
Pada kesempatan itu, dia juga menjelaskan bahwa produksi Kopi dari tahun ke Tahun terus mengalami peningkatan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Untuk tahun 2017, Produksi Kopi rakyat di Bondowoso itu menembus 3000 ton Per tahun dengan luas tanah sekitar 14000 hektar.
“Dari produksi ini hampir sepertiganya diekspor, daerah tujuan utamanya yaitu Ke kawasan Eropa. Jadi sekitar 900 Ton itu di ekspor selebihnya kopi Bondowoso dipasarkan di dalam negeri,” terang Bupati Bondowoso Amin Said Husni. [har]

Tags: