Bupati Banyuwangi Imbau Pengawasan KSP Diperketat

koperasi simpan pinjamBanyuwangi , Bhirawa
Pengawasan terhadap sektor keuangan berbasis koperasi simpan pinjam (KSP) mesti diperkuat. Selama ini, masih ada beberapa kasus yang merugikan nasabah karena moral hazard pengurus koperasi simpan pinjam.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat pengawasan kepada KSP. Permintaan itu disampaikan Bupati Anas saat berdiskusi dengan Kepala OJK Regional 3 Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara H Yunnokusomo di Banyuwangi, Senin (25/8).
Menurut Bupati Anas, selama ini pengawasan terhadap lembaga simpan pinjam ini hanya dilakukan SKPD yang membawahi koperasi, sehingga kurang optimal. “Dengan OJK, kami berharap pengawasan makin efektif,” ujarnya.
Kepala OJK Regional 3 Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara H Yunnokusomo menyatakan, sebagai lembaga independen yang baru di Indonesia, OJK memang memiliki tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan sektor perbankan, pasar modal dan sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Untuk pengawasan koperasi simpan pinjam, OJK masih menunggu pemberlakuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang bakal efektif pada 2015 mendatang.
”Untuk pengawasan sejumlah lembaga keuangan perbankan bank dan non perbankan sudah kita mulai sejak Januari lalu, untuk pengawasan terhadap koperasi di undang-undang LKM akan ada. Tentu kami akan terus perkuat,” kata Yunnokusumo yang didampingi Direktur Pengawasan Bank OJK Regional 3 Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara, Bambang Widjanarko.
Menurut Yunno, selain mengawasi sektor keuangan, OJK ingin mengedukasi masyarakat bahwa OJK saat ini ada di Banyuwangi dengan fungsi melindungi masyarakat dari lembaga keuangan yang melakukan kecurangan (moral hazard). Bidang pengawasan OJK meliputi lembaga jasa keuangan, baik perbankan maupun non perbankan, termasuk pasar modal dan asuransi.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Banyuwangi, Alief Rahman K, mengatakan, selama ini pengawasan koperasi hanya sebatas pada laporan keuangan yang didasarkan pada UU No 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang sudah tidak relevan.
Undang-undang Perkoperasian yang baru juga telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, di mana di dalamnya rencana untuk membentuk lembaga pengawas koperasi ikut batal. “Sehingga banyak problem koperasi yang belum tertangani,” terang Alief.
Dari jumlah 866 koperasi yang terdaftar di Banyuwangi, koperasi yang aktif sebanyak 722 unit. “Kita memang membutuhkan sebuah lembaga yang bisa mengawasi kinerja koperasi, apalagi data yang ada menunjukkan 80 persen yang sehat. Kan kasihan masyarakat kalau menjadi salah satu nasabah koperasi bermasalah,” ujarnya. [mb5]

Tags: