Bupati Magetan Beberkan Masalah Disintegrasi Bangsa

Diskusi publik bertajuk Merawat Kebhinekaan untuk Indonesia Damai dan Sejahtera, Sabtu (29/9).

Magetan, Bhirawa
Media sosial telah menjadi kekuatan demokrasi di era teknologi digital. Berbagai postingan berseliweran di jagad cyber tak terkendali arah.
Dalam dunia politik, media sosial hadir sebagai alat kampanye, sebagaimana yang terjadi dalam pilkada, pileg, atau pilpres.
“Pilar demokrasi di era teknologi digital saat ini adalah media sosial. Masyarakat selalu merujuk pada media sosial untuk mengetahui kondisi kekinian. Bahkan masyarakat dengan gampangnya percaya dan membagikan konten media sosial secara berantai. Padahal belum tentu postingan itu benar. Inilah yang menyebabkan disintegrasi bangsa,” kata Bupati Magetan, Suprawoto, dalam diskusi publik bertajuk Merawat Kebhinekaan untuk Indonesia Damai dan Sejahtera, Sabtu (29/9).
Dia menegaskan, disintegrasi di Tanah Air sempat terjadi di beberapa wilayah namun akhirnya dapat diredam. Dicontohkan masyarakat Madura yang berkeinginan memproklamasikan diri sebagai Provinsi Madura, atau kerusuhan yang terjadi di Ambon beberapa waktu lalu. “Salah satu pemicu disintegrasi bangsa adalah postingan hoax di media sosial,” lanjut Suprawoto di hadapan ratusan pelajar SMP,SMA, pemuda dan ormas setempat.
Menurutnya, konten hoax di media sosial sangat mudah dikenali, di antaranya tidak menyebutkan nara sumber yang jelas. Selain itu, isu yang dihembuskan selalu mendeskreditkan pemerintah, agar terjadi disintegrasi bangsa.
Tahun lalu, polisi berhasil menggerebek pabrik hoax yang menyebarkan konten fitnah dan ujaran kebencian serta hoax. “Ada pabrik hoax yang sudah digrebek polisi. Yang kerja di situ hanya 15 orang. Tapi, akun yang dimiliki mereka ribuan akun di medsos. Pabrik hoax itu bernama Saracen,” jelas Kang Woto, sapaan akrab Suprawoto.
Dia merujuk kata-kata bijak yang bunyinya adalah “orang bodoh bukan karena tidak punya uang. Tapi, karena tidak memiliki akses informasi.”
Mantan Sekjen Kemkominfo tahun 2014 ini memberi gambaran bahwa disintegrasi bangsa juga disebabkan karena adanya ketidakadilan. Karenanya, pemerintah membangun infrastruktur besar-besaran agar tidak terjadi ketidakadilan di Tanah Air. “Bayangkan bila Kalimantan Timur yang kaya dengan sumber daya alam batu bara, tapi infrastrukturnya tidak terbangun dengan baik. Bahkan sinyal hp tidak ada. Padahal hari kemerdekaannya sama dengan hari kemerdekaan di sini. Makanya, infrastruktur yang belum tergarap, akhirnya dibangun oleh pemerintah untuk menjagai Indonesia damai dan sejahtera,” tegasnya bersemangat.
Dialog publik itu juga dihadiri Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik, Niken Widiastuti. Menurut Niken, jumlah pengguna internet di Indonesia saat ini 143 juta dari 265 juta penduduk, atau sekitar 50 persen lebih. Dari total pengguna itu, didominasi anak muda usia 19 hingga 34 tahun dengan prosentase sekitar 49,52 persen.
Niken mewanti-wanti agar pengguna internet berbijak diri tidak gampang membagikan postingan tanpa mencerna kontennya dengan baik. [tok]

Tags: