Bupati Malang Tak Setuju Aksi Ratusan Guru Honorer Mogok Mengajar

Bupati Malang H Rendra Kresna (kakan) saat melantik dan mengambil sumpah janji jabatan fungsional dan pegukuhan PNS yang diberikan tugas tambahan sebagai Koordinator (Korwil) Dinas Pendidikan (Dindik) Kecamatan, di Pendopo Agung Kabupaten Malang.

Kab Malang, Bhirawa
Ratusan Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) atau tenaga honor yang telah lama mengabdi sebagai guru di wilayah Kabupaten Malang, pada Kamis (27/9), telah melakukan aksi mogok mengajar. Sedangkan aksi mogok para GTT/PTT, hal ini disebabkan adanya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PAN RB) Nomor 36 dan 37 Tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi CPNS Tahun 2018. Dan tentang Nilai Ambang Batas Seleksi Kompetensi Dasar Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2018.
Sehingga dengan adanya Kemen PAN RB tersebut, maka GTT/PTT yang masuk Kategori 2 (K2) yang usianya lebih dari 35 tahun, tidak bisa diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dan hal itu, membuat GTT/PTT dari beberapa Koordinator Kecamatan (Korcam), diantaranya Dampit, Sumbermanjing Wetan, Amkpelgading, Tirtuyudo, Turen, Wagir, dan Pujon, sebanyak 750 orang guru honorer melakukan aksi mogok mengajar.
Dari mogoknya ratusan guru honorer tersebut, hal ini telah membuat Bupati Malang H Rendra Kresna menyayangkan aksi mogok guru hononer. ” Kami sangat menyayangkan dan tidak setuju dengan aksi mogok guru hononer tidak mengajar yang ada di wilayah Dampit dan Sumbermanjing Wetan. Meski mereka mengungkapkan kekesalan pada pemerintah, tapi tindakan mogok  tidak mengejar itu berdampak pada belajar mengajar di sekolah, atau kasihan murid-muridnya,” kata Rendra, Kamis (27/9), usai melantik dan mengambil sumpah janji jabatan fungsional dan pegukuhan PNS yang diberikan tugas tambahan sebagai Koordinator (Korwil) Dinas Pendidikan (Dindik) Kecamatan, di Pendopo Agung Kabupaten Malang.
Dirinya menilai, lanjut dia, bahwa apakah mereka itu mencari kerja apa melakukan pengabdian dengan apa yang dimiliki. Dan jika memang mencari kerja bukan disitu tempatnya, karena nereka bisa buka usaha, atau berjualan, tapi jika memang orentasinya mengabdi ya disitu tempatnya. Sedangkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang sendiri  tidak bisa berbuat apa-apa dalam perekrutan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), khususnya pada GTT/PTT yang terdaftar dalam K2.
“Seharusnya, guru honorer menyampaikan kekecewaan kepada Kemen PAN RB, bukan malah melakukan mogok tidak mengajar. Sehingga dengan aspirasinya itu, tidak melakukan mogok mengajar, dan apa yang dilakukan ratusan guru honorer tersebut keliru besar,” ucap Rendra.
Ia menegaskan, dengan adanya guru honorer melakukan aksi mogok tidak mengajar, secara otomatis mereka akan dikenakan sangsi.Sebab, berdasarkan  aturan sekolahan itu mengikat semuanya baik siswa, guru maupun lainya. Sehingga sangsinya sesuai dengan aturan yang ada di lembaga dimana mereka bekerja. Oleh karena, maka dirinya akan memanggil Kepala Dindik Kabupaten Malang.
Ditempat terpisah, Ketua Forum GTT/PTT Kabupaten Malang Ari Susilo membenarkan, jika GTT/PTT dari dua Korcam Dindik yakni Dampit dan Sumbermanjing Wetan, sebanyak 750 orang guru honorer tingkat Sekolah Dasar (SD) melakukan aksi mogok tidak mengajar. Hal itu disebabkan karena keluarnya Permen PAN RB Nomor 36 dan 37 Tahun 2018. Dan juga belum ada aturan terkait mekanisme tentang Pegawai Pemerintah dan Perjanjian Kerja (P3K).
“Masak belum ada Peraturan Pemerintah (PP) tentang P3K, dan kapan diterbitkannya  juga belum tahu. Sehingga ini bukti bahwa pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo  tidak sesius dan tidak peduli dengan tenaga guru honorer K2, yang sudah mengabdi puluhan tahun,” paparnya.
Ari menambahkan, aturan Permen PAN RB 36 dan 37 Tahun 2018 itu, secara otomatis membuat kegaduan para guru honorer K2. Sedangkan aksi guru honorer itu bisa berhenti dan kembali mengajar, jika sampai tuntukan kita di penuhi oleh Presiden Joko Widodo. Sehingga tidak ada artinya program pendidikan 9 tahun, karena nasib guru honorer tidak jelas. Selain itu, GTT/PTT tiap bulan hanya menerima honor santah jauh dibawa Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK), yakni hanya sebesar Rp 200 hingga Rp 500 ribu.
“Dengan honor yang diperoleh GTT/PTT saat ini, maka pemerintah jangan membahas masalah kualitas pendidikan. Karena dengan honor yang besarannya sangat-sangat minim, tentunya mengurangi kinerja guru honorer. Apalagi, saat ini GTT/PTT sudah tidak lagi diperhatikan oleh pemerintah terkait status yang jelas,” tandasnya. [cyn]

Tags: