Bupati Tantri Hadiri Perayaan Hari Raya Karo Yang Jadi Magnet Tersendiri Wisatawan

Bupati Tantri hadiri perayaan Hari Raya Karo Masyarakat Tengger.

(Hari Raya Karo Suku Tengger)

Pemkab Probolinggo, Bhirawa.
Hari Raya Karo merupakan hari raya kedua setelah Kasada di bulan kedua dari 12 bulan menurut kalender Suku Tengger tepat diperingati setiap tanggal 15 di bulan Karo. Tahun ini, perayaan Yadnya Karo Tengger dipusatkan di Desa Jetak Kecamatan Sukapura, Senin 16/9.
Ritual Sodoran yang dipusatkan di aula Balai Desa Jetak Kecamatan Sukapura ini dihadiri oleh Bupati Probolinggo Hj. P. Tantriana Sari, SE didampingi Gus Haris Damanhuri Ramli selaku Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, anggota Forkopimka Sukapura dan pengurus Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).
Ritual Karo sendiri dimulai dengan cerita pertemuan kedua orang Ratu dalam sebuah tempat yang akan dipakai sebagai tempat berlangsungnya upacara. Kermat, selaku Kepala Desa Jetak berperan menjadi Ratu Jetak (tuan rumah) menyambut Supoyo sebagai Ratu Ngadisari. Dimana Desa Ngadisari yang nantinya akan dilaksanakannya upacara perayaan Yadnya Karo di tahun mendatang.
Ratu Jetak Kermat menyampaikan, tradisi budaya yang sudah ada dari dulu ini merupakan peninggalan warisan budaya turun temurun. “Upacara ritual Karo merupakan salah satu tradisi budaya adat Tengger yang dilaksanakan setiap tahun bagi masyarakat Tengger dan menjadi sebuah tradisi budaya dan kearifan lokal untuk terus terjaga dan harus kita lestarikan,” ungkapnya.
Bupati Probolinggo Hj. P. Tantriana Sari, SE mengatakan budaya Karo ini perlu dijaga dan dilestarikan bersama. Terlebih budaya asli suku Tengger yang berasal dari non muslim ini mendapatkan dukungan penuh dari Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong.
“Dukungan ini menandakan sebuah keberagaman dan ke-Bhinneka-an di Kabupaten Probolinggo. Budaya dan kearifan lokal ini menjadi inspirasi yang nantinya menjadi daya tarik bagi wisatawan mancanegara khususnya,” paparnya.
Sedangkan Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Gus Haris Damanhuri Ramli menyatakan, Kabupaten Probolinggo kaya budaya. “Kita wajib saling menghormati, saling menghargai dan saling memahami satu sama lain. Inilah bentuk ke-Bhinneka-an bangsa Indonesia yang harus kita jaga dengan sebaik-baiknya,” tandasnya.
Perayaan Karo atau sebutan Hari Raya kedua Suku Tengger ini, tentu saja menjadi magnit tersendiri baik bagi para wisatawan lokal maupun asing. Lantaran pada hari raya Karo ini juga ditampilkan berbagai bentuk kesenian lokal suku Tengger yang menyertai ritual hari raya Karo. Perayaan Karo hari Raya suku Tengger setelah Kesadha, merupakan wujud rasa syukur warga Tengger terhadap leluhur.
Dalam tarian itu, masingmasing penari membawa sebuah tongkat bambu berserabut kelapa yang didalamnya terdapat biji-bijian dari palawija. Bagi kalangan masyarakat suku Tengger, biji-bijian yang dipecahkan dari dalam tongkat itu, dipercaya akan memberikan kelestarian keturunan bagi setiap pasangan. Sedikitnya, ada 13 kelompok temanten Sodoran dalam ritual tersebut. Menurut Kermit, tradisi Karo itu memang telah menjadi agenda keagamaan setiap tahun. Dari masa ke masa, jalannya tradisi tersebut memang tak ada perbedaan, ujarnya.
Perbedaan yang tampak, lebih kepada personel penari Sodoran saja. Tidak ada yang berbeda terkait esensi ritual. Kami menjalankan dari tahun ke tahun seperti ini, hanya penarinya yang beda. Ada regenerasi,” ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakannya, sejak dimulainya upacara tradisi Hari Raya Karo ada beberapa tahapan rangkaian ritual dengan ditampilkannya Tari Sodoran sebagai puncak acara pembukaan itu. Pada acara pembukaan Karo diawali dengan ritual Walagara dan Kayapan Agung. Ritual ini dimaksudkan untuk menyucikan alam semesta. ”Setelah itu, rangkaian ritual juga ditujukan untuk menurunkan leluhur di Tengger. Kami memohon doa restu agar alam semesta senantiasa tenteram dan damai,” paparnya.
Prosesi ritual keagamaan berlanjut dengan pembukaan jimat klontong, yaitu pusaka masyarakat suku Tengger. Pembukaan jimat ini dilakukan setahun sekali setiap hari raya Karo. Di dalam jimat klontong itu berisi uang satak, pakaian kuno, mantra dan sebagainya.
Selanjutnya secara individu penganut Hindu Tengger melanjutkan prosesi ritual upacara santi. Yakni, sebuah ritual yang mempunyai makna memuliakan para leluhur suku tengger yaitu Joko Seger dan Roro Anteng dan seluruh kerabat dalam suku Tengger yang telah meninggal. Ritual santi ini dilakukan secara masal baru kemudian dilanjutkan upacara santi di rumah masing-masing.
Selain bisa menyaksikan Tari Sodoran pada pembukaan Hari Raya Karo, pada Senin 16/9 para wisatawan lokal dan mancanegara mendapat suguhan Wayang Topeng Tengger dan ujungan berlokasi di balai Desa Tosari. Akhir dari Hari Raya Karo ditampilkan jaran kepang Dor, ungkapnya. Kekuatan pariwisata Indonesia salah satunya adalah budaya. “Jadi kembangkan terus kekayaan budaya Nusantara,” jelasnya.
Tokoh warga Suku Tengger, Supoyo mengungkapkan, Tradisi Sodoran sudah ada semenjak tahun 1790. Sejak saat itu, tradisi ini selalu digelar. “Harapannya, melalui tradisi ini kita diselamatkan dari mara bahaya,” tambahnya.(Adv/Wap)

Tags: