Bupati Trenggalek Dilaporkan ke Mendagri

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Trenggalek, Bhirawa
Badan Pengawas Pemilu Jatim akan melaporkan Bupati Trenggalek Mulyadi Wr ke Menteri Dalam Negeri karena tidak berkomitmen dalam mendukung kelancaran pelaksanaan pengawasan pemilihan kepala daerah setempat karena tidak kunjung cairnya anggaran operasional panwaslu.
“Teknisnya kami akan laporkan semua terkait kasus Trenggalek ini ke Bawaslu pusat untuk selanjutnya supaya dikoordinasikan ke Mendagri,” kata Komisioner Bawaslu Jatim, Sri Sugeng Pujiatmiko usai melakukan supervisi kesiapan Panwaslu Trenggalek menghadapi pilkada 9 Desember 2015, Selasa (23/6).
Ia mengatakan, kasus Trenggalek bisa menjadi perhatian pemerintah pusat karena pihak pemerintah daerah dinilai tidak sungguh-sungguh dalam mendukung pelaksanaan pilkada.
Menurut Sugeng, tudingan tersebut bisa saja dialamatkan kepada Pemkab Trenggalek, khususnya Bupati Mulyadi Wr lantaran sampai detik ini naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) anggaran untuk panwaslu tidak kunjung ditandatangani.
“Ini yang membuat kami benar-benar heran dan ragu dengan semangat dan komitmen Bupati Trenggalek. Padahal sebelumnya saya sudah berbicara dengan bupati agar masalah pendanaan tidak dihambat sesegera mungkin dicairkan,” kritik Sugeng.
Komisioner Bawaslu yang berlatar belakang pengacara ini mengungkapkan, Trenggalek menjadi satu-satunya daerah dari 19 kota/kabupaten di Jatim yang belum mencairkan dana operasional panwaslu.
Padahal, lanjut dia, sesuai jadwal harusnya seluruh dana pilkada, termasuk dana untuk alokasi pengawasan pemilu, sudah harus tuntas maksimal akhir Juni.
“Kalau sampai batas akhir tetap belum ada kepastian, masalah ini kami serahkan ke Mendagri. Sebab, sebelumnya Mendagri sudah mengirim telegram ke seluruh kabupaten/kota yang menyelenggarakan pilkada agar menyelesaikan urusan anggaran tersebut,” tandasnya.
Ketua Panwaslu Trenggalek, Farid Wadjdi mengungkapkan perbedaan persepsi terjadi karena pemkab masih mengacu plafon anggaran yang diajukan panwaslu sebelumnya untuk penyelenggaraan pilkada 2015, yakni sebesar Rp2,1 miliar.
Asumsi itu menurut Farid sudah tidak relevan dalam pelaksanaan pengawasan pilkada 2015, menyusul keluarnya Undang-undang nomor 8 tahun 2015 yang dalam pasalnya menyebutkan adanya pengawas di tempat pemungutan suara (TPS).
“Usulan dalam pengajuan sebelumnya tidak mencantumkan plafon anggaran untuk pengawasan TPS yang membutuhkan dana setidaknya Rp600 juta,” terangnya.
Selain masalah pengawasan langsung di 1.300 TPS se-Trenggalek, lanjut Farid, plafon biaya operasional yang dicantumkan dalam usulan yang sama tidak mencukupi kebutuhan.
Pihak Panwaslu Trenggalek 2015-2016 kemudian mengajukan perubahan rencana anggaran biaya (RAB) sesuai kebutuhan riil operasional pelaksanaan pengawasan sebesar Rp3,4 miliar.
Namun, saat perubahan RAB itu diajukan, lanjut Farid pemkab menolaknya dengan alasan anggaran pengawasan telah teralokasikan berdasar pengajuan lama sebesar Rp2,1 miliar. “Jawaban mereka, dana yang ada biar terserap dulu. Nanti kalau kurang, baru mengajukan lagi,” terang Farid menirukan jawaban pihak Bakesbanglinmas Trenggalek.
Antara sempat mencoba konfirmasi ke pihak Kepala Bakesbangpol Linmas Trenggalek, Widarsono melalui sambungan telepon, namun tidak kunjung tersambung. [ant]

Tags: