Buruh Demo Tolak Kenaikan Iuran BPJS

Aksi demo buruh yang menolak kenaikan iuran BPJS, menolak revisi UU 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan, dan menolak revisi UU KPK, Rabu (18/09). [Arif Yulianto]

Jombang, Bhirawa
Ratusan buruh dari Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia Komite Wilayah Jombang melakukan aksi demonstrasi menolak kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Aksi demo mereka lakukan di depan Pendopo Kabupaten Jombang dan dilanjutkan aksi yang sama di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jombang.
Rencana pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS dua kali lipat dibandingkan sebelumnya dinilai buruh tidak mencerminkan keberpihakan dan menambah beban hidup buruh dan rakyat Indonesia. Jika iuran BPJS dinaikkan, buruh menganggap akan semakin memiskinkan kaum buruh. Selain itu, mereka juga menolak revisi UU 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan dan menolak RUU KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Koordinator aksi, Nurul Chakim mengatakan, ketiga hal yang menjadi tuntutan buruh ada hubungannya satu sama lain dan dianggap merupakan upaya untuk memiskinan rakyat. “Lagi-lagi hari ini pemerintah pro dengan pemodal, investasi, sehingga buruh yang menjadi korban,” ujar Nurul Chakim saat diwawancarai di sela aksi, Rabu siang (18/9).
Nurul Chakim melanjutkan, buruh berharap, revisi terhadap sejumlah RUU tersebut harusnya dibatalkan oleh pemerintah. Dia menambahkan, pihaknya akan terus menyuarakan suara para buruh sampai semua tuntutan buruh tersebut dipenuhi oleh pemerintah. “Kenaikan BPJS ini ditolak dan revisi UU KPK ini dicabut.
Pada revisi UU tentang Ketenagakerjaan, sejumlah poin yang menurut Nurul Chakim merugikan kepentingan buruh antara lain dihapusnya uang penghargaan, dihapuskannya status karyawan tetap, dihapuskannya cuti tahunan, dan dihapuskannya aturan terkait dengan perjanjian kerja maupun upah murah yang dinilainya merugikan buruh.
Dan pada persoalan korupsi, lanjutnya, naiknya iuran BPJS merupakan bagian dari korupsi yang ada di tubuh BPJS. “Audit yang tidak benar itu kami anggap sebagai upaya untuk melemahkan KPK,” tandasnya.
Sementara itu saat dikonfirmasi terkait sejumlah tuntutan buruh ini, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Jombang, Purwanto menjelaskan, siapapun warga negara Indonesia memiliki hak menyatakan pendapat di ruang publik. Tentunya kata Purwanto, karena hal tersebut menyangkut dengan regulasi dari Pemerintah Pusat, baik itu tentang UU tentang Ketenagakerjaan maupun UU yang berkaitan dengan Jaminan Sosial, maka pihaknya di tingkat kabupaten hanya sebagai pelaksana regulasi tersebut. “Adapun yang menggodog, yang memproses regulasi itu ada di pusat,” pungkas Purwanto. [rif]

Rate this article!
Tags: